OPINI
Kebangkitan Ottoman dan Kemenangan Erdogan
Oleh. Hafidhah Silmi
Turki. Sebuah negara yang menyimpan banyak keistimewaan dan kegemilangan sejarah. Tidak hanya geografisnya yang unik karena terletak di dua benua, tetapi juga lika liku kehidupan Turki yang penuh dengan torehan kontroversi dan prestasi. Turki tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang pergulatan ide sekuler kapitalis ala Mustafa Kemal versus warisan peradaban Islam ala Ottoman. Turki memiliki tempat istimewa di tengah kehidupan kaum muslimin karena di sanalah kekhilafahan terakhir berdiri. Bahkan hingga kini, Turki masih dipandang sebagai pusat kekuasaan dan peradaban Islam. Jadi wajar jika segala sesuatu yang terjadi di Turki, banyak menyedot perhatian kaum muslimin di dunia Islam.
Misalnya saja soal kemenangan Erdogan di pemilu presiden Turki untuk ke 3 kalinya. Yang menandakan bahwa Erdogan lah satu-satunya penguasa Turki yang mampu mempertahankan kekuasaannya lebih dari 20 tahun. Hal itu tentu saja sangat menyedot perhatian dunia Islam karena mereka menganggap bahwa kemenangan Erdogan adalah representasi kemenangan Islam. Benarkah demikian?
Erdogan sejauh ini punya basis dukungan kuat dan mengakar karena, selama 2 dekade, Erdogan sukses membangun citra Islamis yang sangat kuat. Begitu juga dengan penilaian sebagian besar masyarakat Turki terhadap partainya, AKP. Hal ini disebabkan karena beberapa kebijakannya yang mengarah kepada dukungannya terhadap umat Muslim yang menjadi mayoritas di negara tersebut. Salah satu kebijakan terbesarnya adalah mengembalikan status Hagia Sophia sebagai masjid. Karena hal itulah, Erdogan semakin banyak dikagumi kelompok Muslim di Turki, bahkan juga orang-orang Muslim di negara-negara lain. Tidak terkecuali di Indonesia yang memiliki jumlah populasi agama Islam terbesar di dunia, yang mana sebagiannya punya pandangan yang sangat positif terhadap pria yang pernah menjabat sebagai Wali Kota Istanbul ini.
Citra positif Erdogan ini membuatnya kerap disebut sebagai salah satu pemimpin Muslim berpengaruh di dunia. Bahkan, di sejumlah narasi yang beredar di media sosial (medsos), Erdogan disebut-sebut menjadi “harapan” masa depan.
Namun, sebenarnya, apakah Erdogan dan partainya benar-benar berprinsip Islamis?
Erdogan dan AKP memiliki pemahaman yang mendalam mengenai sekularisme yang berbeda dengan sekularismenya versi Kemalis. Sebelumnya, kita perlu mengetahui terlebih dahulu secara umum definisi dari sekuler ala presiden pertama Turki, Mustafa Kemal Ataturk. Dalam buku karya Trias Kuncahyono berjudul Turki: Revolusi Tak Pernah Henti, dijelaskan bahwa sekularisme yang dibawa oleh Mustafa Kemal agak berbeda dengan kebanyakan negara lain yang menganut prinsip yang sama, khususnya di negara Barat. Dalam tulisan itu, dijelaskan bahwa sekularisme Turki yang ingin dibawa oleh Mustafa Kemal bersumber dari lacaism Jacobin radikal, di mana dalam sebuah perubahan, harus melalui kekuasaan dan mengeliminasi agama dari lingkungan masyarakat untuk selamanya. Mustafa Kemal juga mengupayakan sekularisasi di segala aspek yang dinilai menghambat pada kemajuan pembangunan bangsa Turki.
Erdogan dalam praktiknya melakukan pendekatan yang sangat berbeda dengan apa yang sudah dipraktekkan oleh Mustafa Kamal. Perbedaan sekularisme yang dibawa oleh ErdoÄŸan adalah membebaskan masyarakat pada ranah privat tanpa ada kendali pemerintahan. Dengan begitu masyarakat Turki bisa mengekspresikan identitas diri, termasuk agama, secara lebih leluasa. Erdogan menyatakan bahwa sekularisme tidak anti agama. Negara sekuler menerima semua agama. Ini dibuktikan dengan beberapa kebijakan Erdogan yang cenderung bernada identitas agama. Salah satunya adalah mencabut larangan hijab pada tahun 2010 dan paling fenomenal adalah mengubah fungsi Hagia Sophia menjadi masjid.
Erdogan mencoba membalikkan lagi definisi sekularisme itu sendiri. Jika sekuler itu mestinya memisahkan hal politik dengan privat, mengapa mesti diatur oleh negara. Itu juga yang dirasakan oleh banyak muslim di Turki yang tidak bisa menggunakan ranah privatnya dalam hal ekspresi identitas agama. Erdogan dan AKP berhasil menerapkan sekularisme yang mampu mengombinasikan perpaduan tradisi Turki di masa lalu (kekuasaan Ottoman) dan demokratis di masa sekarang. kebijakan yang bukan hanya memihak sekuler liberalis saja, melainkan juga menjaga identitas Turki yang yang sempat hilang selama puluhan tahun, yaitu kekuasaan Islam Ottoman. Pendekatan soft approach terhadap sekularisme seperti itulah yang sebenarnya menjadi penentu arah politik dari Erdogan dan AKP ke arah Islamis atau juga disebut dengan post-Islamist.
Erdogan memainkan politiknya dengan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat Turki pasca-tahun 2000-an. Akan tetapi, jalannya pemerintahan tidak meninggalkan sepenuhnya pondasi Kemalis yang mengakar kuat sejak tahun 1923. Erdogan tidak pernah mengutakatik konstitusi Turki yang sekuler, tidak menutup hubungan diplomatik dengan Israel, dan tidak berkutik dengan pangkalan militer North Atlantic Treaty Organization (NATO).
Fakta kehidupan masyarakat Turki
Sekularisme yang diterapkan hampir 100 tahun di Turki, nyatanya benar benar mencabut Islam dari kehidupan masyarakat Turki. Jangankan soal syariat, masalah ibadah ritual pun sudah banyak ditinggalkan oleh masyarakat Turki. Anak mudanya tak jauh berbeda dengan anak muda Eropa pada umumnya. Sekuler dan permisif. Beberapa waktu lalu, di media sosial tersebar video social experiment yang dilakukan pada anak anak muda Turki. Mereka ditanya soal lafadz kalimat syahadat. Hampir semuanya tidak bisa mengucapkannya. Bahkan nama nama salat 5 waktu pun mereka tidak tahu. Jika nama salat saja mereka tidak tahu, sudah bisa dipastikan mereka tidak pernah mengerjakan salat 5 waktu. Miris sekali kehidupan masyarakat Turki saat ini. Buah dari penerapan sistem sekularisme yang sudah berlansung hampir 100 tahun. Islam hanya dipahami dalam konteks kultural dan sosiologis. Bukan dalam konteks keagamaan.
Dari fakta yang dipaparkan di atas, sudah jelas bahwa kemenengan Erdogan tidak berkorelasi positif terhadap kebangkitan Islam. Karena Erdogan bukan representasi perjuangan Islam. Lebih dari itu, jika memang Erdogan memperjuangkan kebangkitan Islam tentunya Barat tidak akan tinggal diam. Mereka pasti akan berupaya untuk menjatuhkan kepemimpinan Erdogan agar tidak membahayakan eksistensi ideologi sekuler kapitalis. Alih alih menyingkirkan Erdogan. Negara Negara barat justru berlomba lomba mengucapkan selamat atas kemenangan Erdogan. Hal ini menunjukan bahwa Erdogan sejalan dengan mereka. Jalan kapitalis sekuler. Selama konstitusi Turki masih konstitusi sekuler, maka selama itu pula kejayaan Islam tidak bisa dibangkitkan lagi di Turki. Karena Islam tak akan pernah bersanding dengan sekuler kapitalis. [Ys]
0 Comments: