OPINI
Kontroversi Al-Zaytun Mengudara, Dimana Peran Negara?
Oleh. Ima Khusi
Kontroversi terkait Al-Zaytun masih terus mengudara, pesantren yang disebut-sebut sebagai pesantren terbesar di Asia Tenggara ini, nyatanya menyimpan banyak tanda tanya.
Kontroversi Al-Zaytun yang dianggap banyak orang menyimpang dari ajaran syariat Islam pada umumnya antara lain; Tata cara ibadahnya yang mencampur baurkan laki- laki dan perempuan dalam satu saf, diperbolehkannya zina asal ditebus, haji tak harus di tanah suci Makkah, komunisme, dan lain lain.
Bahkan banyak berita yang mengaitkan Al-Zaytun dengan organisasi terlarang NII. Ada juga yang mengaitkan Al-Zaytun sebagai bagian dari operasi intelijen yang dilindungi oleh oknum-oknum yang memiliki kedekatan tertentu dengan penguasa. Baru-baru ini muncul juga pernyataan kontroversial dari pimpinan pondok Al-Zaytun Panji Gumilang yang menyatakan bahwa dia seorang komunis.
Sehingga beberapa hari yang lalu pesantren ini juga telah didemo ratusan massa Forum Indramayu Menggugat, mereka menyampaikan lima tuntutan yang salah satu diantaranya adalah usut tuntas dugaan ajaran sesat Al-Zaytun dengan melibat MUI dan Kemenag (TVOnenews.com,17/6/2023)
Akan tetapi dari semua hal yang kontroversial terkait Al-Zaytun, sampai sekarang belum ada tindakan berarti dari pemerintah terkait penyimpangan tersebut. Bahkan Al-Zaytun nyaris tak tersentuh.
Ada apa dengan pemerintah dan kenapa kontroversi penyimpangan Al-Zaytun ini dibiarkan?
Tanggapan MUI
Sebenarnya pihak MUI menurut Anwar Abbas selaku Wakil Ketua Umum MUI, sudah mengamati Al-Zaytun sejak tahun 2000, dan MUI membentuk tim khusus guna melakukan penelitian dan kajian pada tahun 2002.
Berdasarkan pengaduan yang ada, kegiatan di Ponpes Al-Zaytun terdapat sejumlah praktik yang memang dinilai janggal, salah satunya penghimpunan dana yang membebani jamaahnya. Juga ada indikasi hubungan relasi kuat yang sifatnya historis, finansial, dan kepemimpinan antara Ponpes Al-Zaytun dengan NII KW IX (tvOnenews.com,16/6/2023)
Sedangkan Pengurus Wilayah Nahdhatul Ulama (PWNU) Jawa Barat dalam salah satu poin keputusan hasil Bahtsul Masail terkait polemik Al-Zaytun, telah mengharamkan orang tua menyekolahkan anaknya ke Ponpes Al-Zaytun, Indramayu, Jawa Barat, karena dianggap menyimpang dari ajaran Ahlussunnah wal Jamaah.(CNNIndonesia.com,19/6/2023)
Dilansir dari RADARMETRO,18/6/2023. Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Ketua Generasi Muda Nahdlatul Ulama (GMNU) Jawa Barat KH. Raden Chevy Hibbatullah, setelah dilakukan kajian, cek dan ricek, pembahasan, dan penelitian, secara saksama terhadap Ponpes Al-Zaytun, mengambil pernyataan sikap sebagai berikut:
Pertama, GMNU menyampaikan bahwa paham yang diajarkan Ponpes Al-Zaytun adalah paham sesat dan menyesatkan, karena penafsiran Al-Qur'an versi mereka sangat bertentangan dengan paham Ahlussunnah WalJama'ah. Kedua, mengharamkan generasi muda menimba ilmu di sana. Ketiga, meminta pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama (Kemenag) untuk menutup dan mencabut izin operasional Al-Zaytun.
Bukan yang Pertama
Sejatinya adanya kelompok atau aliran sesat bukanlah yang pertama kalinya terjadi negeri ini. Sebelum-sebelumnya juga sudah ada kelompok atau aliran yang mengaku bagian dari Islam. Namun, faktanya ajaran yang dibawa sangat bertentangan dengan akidah Islam. Hal ini membuktikan bahwa negara telah gagal dalam melindungi dan menjaga akidah umat Islam.
Maraknya kelompok atau aliran sesat ini, tentunya tak lepas dari pengaruh dan penerapan sistem demokrasi yang menjunjung asas kebebasan atau liberalisme. Sehingga, liberalisme agama pun tidak dapat dielakkan. Dengan dalih Hak Asasi Manusia (HAM) dan kebebasan berpendapat, pemerintah dari sistem demokrasi mau tidak mau harus mewadahi setiap aspirasi masyarakat termasuk kebebasan dalam beragama, tak peduli benar atau salah.
Bahkan dengan dalih kebebasan beragama ini juga akan menumbuh suburkan kelompok-kelompok ajaran dan aliran sesat yang dibuat-buat manusia. Termasuk munculnya agama-agama baru dan nabi-nabi palsu.
Dari sini terbukti bahwa sistem demokrasi telah gagal menjaga dan melindungi aqidah umat Islam, dan gagal dalam memisahkan mana yang haq dan mana yang batil, karena HAM sendirilah yang telah mengaburkan standar benar salah yang hakiki dari sang pencipta.
Pada akhirnya pemerintahan demokrasi akan menganggap benar dan menyamakan seluruh agama, termasuk ajaran dan aliran sesat yang disebut pluralisme.
Mirisnya negara seakan menerapkan standar ganda, dengan membiarkan kelompok-kelompok yang jelas melakukan makar dan membiarkan ajaran atau aliran sesat. Sementara pada saat yang sama penguasa justru gencar memonsterisasi dan mengkriminalisasi para pengemban dakwah khil4f4h yang bergerak secara pemikiran. Mereka bahkan disebut-sebut sebagai teroris, ekstrimis, radikal dan intoleran.
Pandangan ini jelas sangat jauh berbeda dengan pandangan Islam, yang memandang pluralistas adalah fakta sosiologis yang tak bisa ditolak. Pluralitas adalah sinkretisme teologis yang mencampuradukkan keyakinan, paham atau aliran keagamaan yang wajib ditolak karena hukumnya haram.
Pandangan Islam Pada Ajaran Menyimpang
Sejatinya keragaman agama bukan sebuah masalah dalam Islam. Namun mencampuradukkan ajaran Islam dengan agama lain dengan alasan toleransi merupakan sebuah kemungkaran. Karena pada dasarnya Islam adalah agama yang toleran, menghargai keragaman, baik suku, agama, dan bahasa.
Daulah Islam yang dipimpin oleh Rasulullah Saw dan dilanjutkan dalam sistem Khil4f4h yang merupakan representasikan negara yang menerapkan syariat Islam secara kafah, telah menunjukkan bagaimana penghargaan dan perlindungan terhadap entitas teologis dan sosiologis yang berbeda, selama mereka menaati dan tunduk terhadap aturan negara Islam.
Umat Islam hidup rukun dan berdampingan dengan umat agama lain yang oleh Rasulullah disebut Ahlul Dhimmah (kafir yang mendapat perlindungan). Khil4f4h melindungi keyakinan serta memberikan hak yang sama dalam pemenuhan kebutuhan publik sebagai warga negara.
Sebalik pluralisme adalah haram dalam pandangan Islam. Secara normatif pluralisme agama bertentangan dengan akidah Islam. Sebab pluralisme agama menyatakan bahwa semua agama benar. Ini jelas bertentangan dengan akidah Islam yang menyatakan bahwa hanya Islam yang benar dan diterima di sisi Allah sebagaimana firman Allah dalam surah Ali-Imran ayat 19 dan ayat 85.
Adapun perbedaan pendapat (ikhtilaf) atau paham yang masih dalam batas-batas yang diperbolehkan, khil4f4h tidak melarang pendapat tersebut. Meskipun hal itu bertentangan dengan pendapat yang diadopsi oleh Khil4f4h. Namun, jika ikhtilaf yang ada merupakan penyimpangan dan sudah di luar batas yang dibolehkan seperti ahmadiyah dan syiah, yang secara nyata telah menyimpang dari Islam dan membahayakan pemahaman umat Islam, maka khil4f4h akan mencegahnya dengan menindak siapa yang menyebarkan atau mengamalkannya. Kelompok seperti ini akan dibubarkan, dan perlakuan Khil4f4h tergantung pada individu- individunya masing-masing.
Jika seseorang itu awalnya berasal dari Islam lalu menyimpang dari Islam, maka dia akan dianggap murtad dan berhak atas hukuman untuk orang murtad. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat halaman 44 bahwa sanksinya adalah hukuman mati jika tidak bertaubat.
Demikianlah kebaikan Khil4f4h, sistem yang menerapkan aturan Allah secara kafah, akan mampu mencegah tumbuh suburnya ajaran sesat dan menyimpang, yang dapat membahayakan pemahaman umat Islam. [Rn]
0 Comments: