Headlines
Loading...
Lemahnya Tata Kelola Ketahanan Pangan dalam Sistem Kapitaliame

Lemahnya Tata Kelola Ketahanan Pangan dalam Sistem Kapitaliame

Oleh. Dewi Titta Yana 
(Aktivis Pemerhati Umat)

Menyikapi masalah ketahanan pangan merupakan problem yang   benar-benar harus menjadi perhatian yang serius, karena pangan merupakan kebutuhan pokok dan penting yang menyambung hajat hidup  bagi suatu bangsa. Salah satu upaya pemerintah memenuhi kebutuhan pangan adalah menerbitkan Peraturan Badan Pangan Nasional No. 11/2023 tentang Pola Pangan Harapan. 

Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menyatakan aturan itu untuk memperkuat ketahanan pangan nasional dengan mengedepankan keberagaman konsumsi pangan dan keterpenuhinya gizi.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu juga mengungkapkan bahwa Menkeu menganggarkan dana Rp104,3 triliun-Rp124,3 triliun untuk meningkatkan produksi pangan domestik 2024. Menurutnya, anggaran tersebut di pakai untuk ketersediaan, akses, dan konsumsi pangan berkualitas.

Namun, Arief justru mengungkapkan bahwa negara hanya mengucurkan 0,6% dari total anggaran negara untuk bidang pangan. Selain anggaran, persediaan lahan juga tidak cukup luas karena hanya sebagian yang bisa dipakai untuk keperluan pertanian. (Katadata, 2-6-2023).

Terpenuhinya kebutuhan pangan tentu akan berpengaruh pada kemajuan suatu bangsa. Apalagi kita hidup di dalam negeri yang begitu kaya sumber daya alamnya, maka apabila tidak terpenuhinya pangan terhadap masyarakat wajar akan timbul pertanyaan. Apakah pantas negeri ini di huni oleh penduduk yang miskin, sementara SDA tersedia secara melimpah?

Selain itu minimnya anggaran untuk tata kelola ketahanan pangan seakan-akan pemerintah seperti kurang serius dalam mengatasi problem pangan ini. Inilah realitas yg terjadi dalam sistem kapitalis betapa lemahnya tata kelola dalam mengatur ketahanan pangan. Padahal ketahanan merupakan persoalan penting di suatu negeri, karena akan berpengaruh besar terhadap kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Namun hal tersebut masih belum ada perhatian yang lebih serius oleh pihak pemerintah, baik pemerintah daerah ataupun pemerintah pusat. Dalam hal ini, peran pemerintah sangatlah penting, karena pemerintah mempunyai kewenangan dalam memfasilitasi lahan sebagai sarana untuk dimanfaatkan, juga penyediaan teknologi yang disertai anggaran dana agar senantiasa terwujudnya ketahanan pangan yang optimal.

Dengan demikian menjadi kewajiban yang memaksa pemerintah agar bekerja lebih keras untuk memenuhi kesejahteraan seluruh rakyatnya dan menjadikan Sumber Daya Manusia (SDM ) lebih berkualitas. Dengan begitu angka kemiskinan, dan pengangguran dapat diatasi dengan cepat. Meskipun tantangan untuk mencapai target tersebut sangat sulit, di karenakan kondisi global yang semakin tidak menentu. Cepat atau lambannya kinerja pemerintah sangat menentukan perubahan dalam berbagai masalah, termasuk dalam hal penanganan ketahanan pangan tersebut. 

Mengingat bahwa pentingnya kualitas dari SDM, maka seharusnya diperlukan upaya yang sungguh-sungguh untuk menciptakan hal tersebut   dan pangan menjadi salah satu unsur penting yang berperan dalam pembentukan SDM tersebut, maka otomatis di sinilah pentingnya untuk meningkatkan ketahanan pangan.

Maka di dalam Islam memandang bahwa manusia memiliki hajatul udhowiyah kebutuhan dasar yang wajib untuk dipenuhi. Jika kebutuhan kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka bisa dipastikan akan menimbulkan masalah. Hanya saja dalam implementasinya, siapa dan pihak mana yang wajib menjaga dan menjamin setiap kebutuhan ini bisa terpenuhi. Pada tataran ini Islam memiliki cara pandang yang berbeda dengan kapitalis. 

Islam memandang bahwa negara adalah pihak yang berkewajiban dalam menjaga dan memastikan setiap individu masyarakat untuk bisa mengakses kebutuhan tersebut, baik berupa kebutuhan pokok berupa barang seperti: sandang, pangan dan papan maupun yang lainnya. Kebutuhan kebutuhan tersebut di jamin pemenuhannya oleh negara melalui mekanisme yang sesuai dengan aturan Islam, yaitu dengan memberikan fasilitas berupa lahan/tanah yang di kelola pemerintah sebagai sarana, dan penyediaan teknologi sebagai alat untuk menunjang para ahli di bidangnya sebagai Sumber Daya Manusia yang berkualitas tanpa mengandalkan tenaga asing. 

Dalam hal ini islam juga telah menentukan bahwa yang bertanggung jawab menjamin kebutuhan pangan tersebut adalah negara. Negaralah yang harus mewujudkan semua pemenuhan kebutuhan pangan tersebut agar dapat di nikmati oleh seluruh rakyat tanpa memandang ras atau agamanya muslim ataupun non muslim, miskin ataupun kaya, semua di tata kelola di atur semata mata untuk kemaslahatan umat dengan tolok ukur aturan syariat bukan untuk kemaslahatan segelintir pihak saja. Dan seluruh biaya yang di perlukan ditanggung oleh Baitul Mal. Karena pendapatan yang diperoleh negara yang kemudian di kumpulkan di baitul mal akan di distribusikan untuk kelangsungan dan kemaslahatan rakyat. 

Hal demikian dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam melakukan pengurusan rakyat. Negara yang mampu menjalankan hal ini ialah hanya institusi negara yang kuat dan berdaulat dengan menerapkan hukum syariat. Berdasarkan sejarah, hanya institusi Khil4f4h yang mampu menerapkan sistem Islam secara kaffah.

Wallah a'lam bi ash-shawab.

Baca juga:

0 Comments: