surat pembaca
Miris, Perilaku Anak Makin Sadis
Oleh. Ana Mujianah
Meninggalnya bocah kelas 2 SD berinisial MHD di salah satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Jabar), pada Senin (15/5/2023) kembali menorehkan rasa was-was bagi para orang tua. MHD diduga meninggal karena dikeroyok oleh kakak kelasnya (Kompas.com, 20/5/2023).
Miris. Kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak semakin bengis dan sadis. Sebuah tindakan yang seharusnya tidak dilakukan di usia mereka, namun hari ini justru marak terjadi. Apa yang sebenarnya melatarbelakangi perilaku sadis yang dilakukan oleh anak-anak? Tentu banyak hal yang bisa kita cermati dan menjadi evaluasi bagi semua pihak.
Pertama, pola asuh orang tua. Tak dimungkiri, tumbuh kembang anak dimulai dari rumah. Maka, cara pandang dan pemahaman orang tua memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk pola pikir dan pola sikap anak-anak. Termasuk kesadaran orang tua akan kewajibannya dalam memberikan pendidikan yang baik untuk anak-anak. Sehingga terbentuk generasi dengan kepribadian yang tangguh, punya pendirian, dan tidak mudah terpengaruh.
Kedua, lingkungan pergaulan. Hidup bermasyarakat adalah kebutuhan setiap orang karena kita tidak bisa hidup sendirian. Termasuk bagi anak-anak. Memiliki teman dan bergaul dengannya adalah sebuah keniscayaan.
Masa anak-anak adalah masa meniru untuk mencari eksistensi diri. Hal inilah yang kemudian membuat anak-anak cenderung mengikuti apa yang dilakukan teman-temannya. Jika teman bergaulnya baik, dia akan terbawa baik. Namun sebaliknya, saat teman-temannya berperilaku buruk, maka tak dimungkiri hal tersebut akan memengaruhi perilakunya.
Ketiga, peran negara. Negara merupakan pengayom bagi masyarakat. Kewajiban negara tidak sekadar mencukupi kebutuhan rakyat, negara juga berkewajiban memberikan edukasi yang benar kepada masyarakat, salah satunya melalui sistem pendidikan.
Sistem pendidikan yang diterapkan oleh negara sangat berpengaruh terhadap terbentuknya kepribadian generasi. Pendidikan tidak boleh hanya memfokuskan pada nilai akademik semata, tetapi harus memperhatikan akhlak dan perilaku anak.
Untuk mewujudkan hal tersebut, negara harus memiliki landasan sistem kehidupan yang benar terlebih dahulu untuk mengatur kehidupan, yang tidak hanya fokus pada urusan dunia tapi juga akhirat. Dengan landasan tersebut maka sistem pendidikan yang diselenggarakan negara akan mampu mencetak generasi masa depan yang memiliki visi misi dunia akhirat yang jelas.
Lalu, seperti apakah sistem pendidikan yang baik itu? Sistem pendidikan yang baik adalah yang tidak memisahkan antara urusan agama dengan kehidupan. Artinya, agama atau akidah harus menjadi landasan perilaku anak sehari-hari sehingga bisa menjadi benteng jika ada indikasi perbuatan menyimpang.
Jika kita cermati, dari semua sistem pendidikan yang ada di dunia ini, Islamlah yang menerapkan sistem tersebut. Dalam Islam, pendidikan anak tidak fokus pada sains teknologi semata, pendidikan Islam juga fokus menguatkan akidah Islam sebagai landasan perbuatan. Dengan akidah yang kuat, anak-anak tidak akan mudah terpengaruh budaya atau pemikiran asing yang notabene bisa merusak.
Selain itu, dengan akidah yang kuat, ketika usia anak-anak sudah cukup untuk belajar ilmu pengetahuan umum, mereka akan bisa melihat dengan jernih bagaimana memanfaatkan ilmu dan teknologi tersebut untuk kehidupan sehari-hari. Anak-anak akan terjaga dari perbuatan menghalalkan segala cara dalam mengembangkan ilmu dan teknologi tersebut.
Sungguh, ketika Islam diterapkan, terbentuknya generasi yang beriman, terampil, memiliki visi misi yang kuat bukanlah hal yang mustahil. Karena dalam Islam, semua pihak saling bersinergi mengontrol perkembangan anak-anak, baik keluarga, masyarakat, terlebih negara dengan aturan yang diterapkannya. Maka, tunggu apalagi? Selamatkan generasi dengan aturan Islam yang sudah terbukti membentuk generasi pemimpin dari masa sahabat hingga lahir penakluk Konstantinopel, Muhammad Al Fatih di usia relatif muda.
Wallahualam bissawab.
Ana Mujianah, Jakarta [Ni]
0 Comments: