OPINI
Utopia Solusi Tuntaskan Kemiskinan Dengan Bantuan Modal
Oleh. Nana Munandiroh
Pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan di Indonesia sekitar 7% dan kemiskinan ekstrem mendekati 0% pada 2024. Wakil presiden (wapres) K.H Ma’ruf Amin mengatakan awak media bahwa dirinya optimis pemerintah akan mampu mencapai target penurunan angka kemiskinan ekstrem pada 2024. “Sisa waktu ini kita genjot terus, optimis kita bisa (mencapai target),” tegas wapres di Istana Kepresidenan Yogyakarta, Sabtu, 04/02/2023, sebagaimana dikutip di wapresi.go.id.
Wakil presiden (Wapres) juga mengungkapkan dua strategi utama pemerintah dalam mencapai target tersebut. “Di tahun 2024 nanti, kita menargetkan kemiskinan ekstrem sebesar 0%, yang diupayakan melalui dua strategi utama yaitu peningkatan pendapatan dan pengurangan beban,” kata Wapres dalam Penguatan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Menuju Indonesia Bebas Stunting dan Kemiskinan Ekstrem, Jumat, 12/05/2023, di Hotel Sahid Bela Ternate, Maluku Utara (setkab.go.id).
Dua strategi pemerintah ini salah satunya adalah peningkatan pendapatan dengan memberikan bantuan modal kepada para pemilik usaha terutama UMKM. Oleh karena itu, presiden meminta PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM untuk terus membimbing warga miskin untuk bisa keluar dari kemiskinannya. Saat ini, PT PNM sedang menargetkan 16 juta nasabah aktif pada 2023 dengan penyaluran pembiayaannya sebesar Rp75 triliun. Per April 2023, nasabah aktif PNM telah mencapai 14,5 juta. Alhasil, Direktur Utama PNM Arief Mulyadi optimis pihaknya dapat membantu pemerintah dalam menurunkan angka kemiskinan ekstrem. (Berita Satu, 27/5/2023).
PT PNM adalah lembaga keuangan milik negara yang dibentuk sebagai komitmen pemerintah dalam mengembangkan, memajukan, dan memelihara usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sumber pendanaannya berasal dari tiga sektor, sektor perbankan sebesar 52%, pasar modal 33% dan pusat investasi pemerintah (PIP) 15%.
Benarkah Bantuan Modal bisa Membantu UMKM Bertahan?
Data Kementerian Ekonomi menunjukkan bahwa sektor UMKM berkontribusi besar dalam perekonomian Indonesia. UMKM memiliki jumlah lebih dari 64,2 juta unit usaha, menyumbang 61,9% pada produk domestik bruto (PDB), dan menyerap 97% tenaga kerja. (ekon.go.id, 6/3/2023).
Hal ini memang seharusnya menjadi perhatian besar pemerintah dalam pengembangan dunia usaha. Namun jika kita bandingkan dana yang dikeluarkan pemerintah antara bantuan untuk UMKM dan untuk industri besar sangatlah tidak seimbang. Dengan dana yang direncanakan sebesar Rp75 trilliun untuk 16 juta pelaku usaha maka setiap orang hanya akan mendapatkan sekitar Rp5 juta per orang. Bandingkan dengan dana yang digelontorkan pemerintah kepada industri besar, ketika dengan mudahnya Menteri Keuangan menggelontorkan dana Rp. 106,8 trilliun kepada empat BUMN pada awal 2023 lalu.
Sungguh ironi apa yang dilakukan pemerintah yang seharusnya memberikan perhatian lebih besar pada UMKM yang menyerap tenaga kerja lebih besar. Sedangkan industri besar hanya menyerap tenaga kerja 3% saja. Belum Lagi kalau bantuan itu terkena korupsi, karena kita ketahui bahwa beberapa kali PT PNM tersandung kasus korupsi.
Dengan bantuan pemerintah tersebut diharapkan UMKM bisa terus berjalan untuk terus dapat menambah penghasilan. Akan tetapi kita juga ketahui dengan bantuan tersebut, apakah mungkin UMKM mendapatkan bahan baku dengan harga murah? karena sudah kita ketahui bersama bahan baku yang ada saat ini sudah dikuasai oleh industri-industri besar yang mereka pun juga mempunyai usaha dari hulu sampai ke hilir. Mereka mempunyai produk yang sama dengan UMKM. Maka apakah bisa UMKM bersaing dengan industri besar? Yang ada UMKM banyak yang gulung tikar karena bahan baku yang mahal dan tidak bisa bersaing dengan olahan dari industri besar.
Ini semua terjadi, karena akibat tambal sulam kebijakan pemerintah yang menerapkan sistem kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme maka para pemilik modal yang berkuasa, sehingga mereka pun akan dengan mudah menguasai sumber-sumber vital masyarakat, termasuk dalam bidang industri. Mulai bahan baku yang dimonopoli segelintir orang, hingga dapat menguasai pasar nasional karena disokong dana yang besar pula oleh negara.
Islam Mengatasi Kemiskinan
Di dalam Islam tidak dibiarkan segelintir orang menguasai sumber-sumber vital masyarakat, maka Islam membagi kekayaan menjadi tiga kepemilikan yaitu kepemilikan negara, kepemilikan individu, dan kepemilikan masyarakat. Kepemilikan negara dipeoleh dari jizyah, kharaj, khumus, zakat, ghanimah, fa’i, dll. Kepemilikan individu adalah kekayaan yang diusahakan individu, hasil waris atau kekayaan yang diberikan negara kepada individu tersebut. Sedangkan kepemilikan umum adalah kekayaan yang menjadi kebutuhan bersama masyarakat seperti laut, hutan tambang dll. Maka dengan mekanisme yang syar’i Islam melarang individu untuk menguasai sumber-sumber vital masyarakat, dia akan dikelola negara yang nantinya menjadi pendapatan baitulmal yang akan digunakan kepentingan masyarakat bersama.
Dalam program pengentasan kemiskinan Islam mengatur siapa yang akan membiayai kebutuhan individu. Dalam skala keluarga suami wajib memberi nafkah bagi keluarganya, maka negara mengatur bagaimana dia harus mendapat pekerjaan yang layak sehingga negara akan menyediakan lapangan pekerjaan yang banyak bagi para laki-laki. Jika itu pun belum mencukupi kebutuhan keluarga, maka akan dicari kerabatnya yang bisa mencukupi kebutuhan keluarga tersebut. Jika belum mencukupi pula maka negara wajib memberi jaminan kebutuhannya yang diambil dari kas baitulmal.
Di dalam Islam sistem ekonomi saja tidak cukup, dia harus ditopang dengan sistem yang lain seperti sistem pendidikan, sistem kesehatan, dan juga sistem keamanan. Karena ini tentu berkaitan dengan masalah kesejahteraan masyarakat. Maka ini semua tidak akan bisa terwujud jika tidak diterapkan secara bersama dalam tatanan syariat Islam yang menyeluruh. Wallahualam bissawab. [Ni]
0 Comments: