Oleh. Ramsa
Aku seorang anak bungsu dari sepuluh bersaudara. Terlahir dari keluarga kekurangan ilmu agama mengantarkan diri ini jadi anak yang tidak semangat mencari ilmu, terutama ilmu seputar Al-Qur'an. Walau ayah seorang guru ngaji, namun tidak semua anaknya bisa membaca Al-Qur'an. Jauh dari bisa membaca.
Dari sepuluh bersaudara ada empat anak yang tak bersemangat baca Al-Qur'an. Kurang semangat mengenal ayat-ayat Allah. Mungkin juga karena kurangnya motivasi dan tak ada iming-iming hadiah atau pahala sehingga mengaji itu tak penting-penting amat.
Itulah aku sejak kecil hingga masuk perguruan tinggi, jauh dari kata bisa apalagi pintar. Padahal secara akademik lumayan sih tidak begitu tertinggal. Tapi dalam baca atau tulis Al-Qur'an jauh sekali dari orang kebanyakan.
Ada rasa malu dan minder juga terasa kenapa sudah besar dan kuliah tapi belum bisa baca Al-Qur'an apa lagi anak guru ngaji, tapi apa mau dikata, itulah kenyataan yang sudah terjadi. Kata Ustaz AA Gim kurang lebihnya "nasi sudah jadi bubur, carikan saja bawang goreng dan ayam suir agar jadi enak" jangan salahkan buburnya atau nasinya. Hmm.
Momen Introspeksi Diri
Sejak kuliah di kota, banyak teman yang lebih pintar, lebih baik dan ketemu orang yang layak jadi panutan. Ada teman yang pintar, cantik dan subhanallah ketaatannya, kerudungnya menjuntai, jilbabnya menutupi seluruh tubuh. Ketika tersenyum rasanya nyaman dipandang. Hati berbisik "alangkah indahnya kalau saya bisa seperti dia". Juga terpikat kata-kata kakak senior di Fakultas bahwa kita ini hidup untuk beribadah dan panduan hidup itu Al-Qur'an, apa bisa dipahami panduannya jika tak bisa dibaca? Atau tidak pernah tahu apa isinya.
Memasuki akhir semester selalu ada ujian mata kuliah, waktu itu ujian mata pelajaran Agama, salah satu ujiannya adalah membaca Al-Qur'an, saya lupa persisnya surat apa yang dibaca waktu itu, tapi surat yang cukup pendek, saya tak mampu membaca dengan benar, kata Bapak Dosen "mengaji itu tidak sama dengan baca koran, ada tajwid ada dengungnya, jangan asal baca" rasanya seperti langit mau runtuh, guys.
Sejak peristiwa itu saya bertekad belajar baca Al-Qur'an sendiri, saya bertekad harus tahu agar tidak ada momen yang memalukan lagi. Tapi dari kejadian inilah akhirnya introspeksi diri, kemana saja selama ini, kenapa tidak belajar sejak kecil sebagaimana orang lain? Mengapa tidak patuh belajar sama Bapak sendiri? Mengapa memilih tidur saat Bapak mengajari baca Al-Qur'an? Yaa, mungkin ini cara Allah menyadarkan diri ini agar mengejar ketinggalan yang begitu banyak seputar ilmu Al-Qur'an
Mulailah saya mencari buku-buku yang ada panduan cara baca Al-Qur'an di dalamnya. Saya ingat betul zaman itu tahun 2003, saya belajar membaca huruf hijaiyah dengan bantuan buku teks Pendidikan Agama kelas lima Sekolah Dasar. Saya benar-benar belajar dari nol mengacu pada pedoman transliterasi Latin yang ada di buku tersebut. Karena besarnya rasa malu, saya pun belajar setiap hari tanpa guru, tanpa ada yang tahu.
Setelah lebih dari tiga bulan saya "merasa" sudah bisa mengenal dan membaca huruf hijaiyah, dan pada masa itu buku belajar adalah buku Iqra, maka saya memberanikan diri belajar baca Iqra sendirian sampai selesai jilid 1, jilid 2 hingga jilid 4. Walau sudah mengenal huruf hijaiyah dan baca Al-Qur'an, tapi ada rasa kurang, karena tidak ada guru atau seorang teman yang menyimak dan mengoreksi bacaan saya. Jadilah saya kurang percaya diri saat diminta baca Al-Qur'an di depan teman-teman.
Sebuah Pencarian
Karena sudah sering mendengar dari ustaz di televisi bahwa ilmu tajwid wajib dipahami dan baca Al-Qur'an itu mesti sesuai aturan, jadilah saya mencari-cari siapa yang bisa dijadikan guru untuk mengajari saya mengaji. Bahasa kerennya mencari guru tahsin. Dalam masa pencarian itu saya dipertemukan dengan teman yang baik dan mengajak mengkaji Islam. Dalam kajian pekanan ini, kami diajak membaca Al-Qur'an, tentu saja di majelis ini saya tidak bisa menolak untuk membaca Al-Qur'an. Mau tidak mau harus membaca, jadilah saya membaca dengan setengah grogi karena sadar diri belum benar bacaannya.
Dari majelis pertama dan majelis berikutnya selalu disuruh membaca Al-Quran, akhirnya saya memberanikan diri membaca, walau blepotan. Karena itu, saya meminta kakak pengajian untuk mengajari saya ngaji atau baca Al-Qur'an, alhamdulillah ada yang mau. Namun, seiring waktu sang kakak pengajian itu sibuk dengan kuliah dan hanya sempat mengisi materi kajian, akhirnya belajar ngaji pun berhentilah.
Saya terus mencoba mencari kesempatan. Hingga tamat kuliah belum juga dapat satu guru yang bisa mengajari secara rutin. Akhirnya tetap lanjut belajar sendiri hingga bisa menamatkan kitab Iqra. Entah benar atau tidak yang penting sudah dibaca dan dianggap selesai.
Belajar tanpa guru itu tidak jelas benar salah dan tak bisa langsung dikoreksi jika ada kesalahan yang terjadi. Akhirnya setelah sekian tahun belum mendapatkan guru yang tepat, alhamdulillah di tahun 2021 sekitar bulan Oktober saya banyak membaca dan melihat postingan di beranda FB yakni tulisan teman yang notabene guru hebat di dekat saya, tulisan seputar ayat Al-Qur'an dan terjemahnya, juga ada penjelasan tambahan seputar ayat itu. Dalam hati saya berkata "ini orang hebat dan guru yang sibuk masih bisa baca, menulis seputar Al-Qur'an sehari satu juz, masa saya yang tidak sibuk gak bisa baca Al-Qur'an ?" bisik hati penuh tanya.
Sejak saat itu mulai berani bergabung dengan komunitas keren SSCQ, hingga bisa memperbaiki bacaan Al-Qur'an yang selama ini kurang tepat. Saya bergabung dalam grup Tahsin bersama Ustazah Muslihah Saiful.
Teringat indahnya pesan cinta Allah bagi manusia yakni firmanNya dalam surat Ibrahim ayat 1 berikut :
الٓر ۚ Ùƒِتٰبٌ Ø£َÙ†ْزَÙ„ْÙ†ٰÙ‡ُ Ø¥ِÙ„َÙŠْÙƒَ Ù„ِتُØ®ْرِجَ النَّاسَ Ù…ِÙ†َ الظُّÙ„ُÙ…ٰتِ Ø¥ِÙ„َÙ‰ النُّورِ بِØ¥ِØ°ْÙ†ِ رَبِّÙ‡ِÙ…ْ Ø¥ِÙ„ٰÙ‰ صِرٰØ·ِ الْعَزِيزِ الْØَÙ…ِيدِ
Artinya:
Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.
Ayat ini menginspirasi agar sungguh-sungguh mempelajari ayat-ayat Allah agar bisa dapat petunjuk dan cahaya penerang juga solusi masalah kehidupan.
#TulisanInspirasi
Kediri, 15 Juli 2023
0 Comments: