Headlines
Loading...
Oleh. Ummu Shabbiya

Dinamika dunia Ibu pasca melahirkan sungguh luarbiasa. Rasa lelah yang sangat, perubahan hormonal yang terus terjadi sejak awal kehamilan juga masih terus berlangsung hingga pasca persalinan. Mood swing kerap melanda.

Memang tidak mudah menyampaikan yang dirasakan oleh Ibu-ibu yang mengalami baby blues. Perasaan yang terus berubah bisa jadi juga sulit dipahami oleh dirinya sendiri. Tiba- tiba sedih, lalu bisa tiba-tiba biasa saja, lalu sejam kemudian menangis bisa saja terjadi. Perasaan yang tak beraturan ini akhirnya bisa memengaruhi bagaimana ibu memperlakukan bayi yang baru saja dilahirkannya. 

Tingginya angka babyblues ini bukan isapan jempol belaka, sebagaimana dilansir dari beritaislam.org (2023/06/06). Gangguan kesehatan mental tinggi pada populasi ibu hamil, menyusui, dan ibu dengan anak usia dini. Bahkan di Lampung, 25 persen wanita mengalami gangguan depresi setelah melahirkan. Hal tersebut terungkap dalam  data laporan Indonesia National Adlescent Mental Health Survey (I-NAMHS) 2023. Kemudian, hasil penelitian Andrianti (2020) terungkap, 32 persen ibu hamil mengalami depresi dan 27 persen depresi pascamelahirkan. Selain itu, penelitian skala nasional menunjukkan 50-70 persen ibu di Indonesia mengalami gejala baby blues. Angka ini tertinggi ketiga di Asia.

Jelas bahwa fenomena baby blues ini bukan hal yang bisa dianggap sepele. Pendampingan dan kesiapan secara mental  jelang pernikahan harus benar benar disiapkan sehingga ketika menghadapi masalah mereka memiliki bekal untuk mendapatkan solusi dalam mengarungi bahtera rumah tangga yang kerap kali diuji dengan berbagai masalah. 

Dukungan keluarga terdekat, yaitu suami, orangtua, dan orang orang yang disekitar sangat dibutuhkan. Validasi atas perasaan sang ibu yang berubah ubah juga diperlukan agar ibu memahami apa yang terjadi dengan dirinya. Sebisa mungkin ibu-ibu yang mengalami babyblues dijauhkan dari orang orang yang bisa memperparah kondisinya. Orang-orang yang kerap kali bertanya, lahir normal apa caesar? Asi atau formula? dan seterusnya juga turut menyumbang tekanan mental bagi ibu muda yang baru mulai memasuki masa peralihan dalam hidupnya. 

Belum lagi pemicu ekonomi yang tidak mencukupi juga menjadi satu beban pikiran tersendiri yang turut memengaruhi bathin . Kekhawatiran akan masa depan si anak menjadikan ibu berfikir jauh dan berat.

Sungguh, suatu kondisi yang sehat benar benar harus didukung oleh suatu sistem yang sehat pula. Akan menjadi mustahil kita dapatkan keluarga yang berkualitas dan bahagia saat ini, mengingat kesulitan ekonomi yang melanda, tidak hanya pada kelas menengah kebawah, namun kalangan atas pun mengalami badai ekonomi pasca pandemi. Tertatih tatih mereka kembali menata hidup agar bisa segera kembali normal. Sehingga kondisi yang tak mudah ini juga akan menjadi faktor kurangnya  support system bagi ibu -ibu yang mengalami baby blues.

Dukungan terbaik bukan hanya dari keluarga inti, masyarakat, namun juga negara perlu berperan penting dalam hal ini. Menjadi sebuah kebutuhan adanya suatu sistem yang bisa mengembalikan fitrah Ibu, dan menjamin Ibu bisa menjalankan perannya sebaik baiknya. Menjadikannya pendidik hebat yang sehat secara mental maupun financial sehingga mampu menghasilkan generasi terbaik.

Baca juga:

0 Comments: