surat pembaca
Enak-Enak Makan Daging, Berujung Maut
Oleh: Ayin Zahira
Siapa sih yang tidak suka dengan menu daging saat dihadapkan dengan menu makanan? Hampir semua kalangan pasti menyukai, apalagi didapat dengan cuma-cuma. Pasti gembira bukan? Karena memang jarang sekali manusia yang memiliki alergi terhadap daging. Namun, apakah menjadi kegembiraan jika mengkonsumsi daging malah menjadi petaka, bahkan sampai merenggut nyawa?
Tragedi Mbrandu di Gunung Kidul
Tradisi mbrandu di daerah Padukuhan Jati, Kelurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, Kabupaten Gunung Kidul masih dijalankan sebagai kebiasaan sebagian masyarakat di sana. Mbrandu alias memakan daging hewan yang sudah sakit dan bahkan sudah mati. Tujuan tradisi ini adalah untuk meringankan beban pemilik hewan ternak yang meninggal agar kerugian yang menimpanya tidak terlalu besar jika bangkai hewan tersebut masih bisa dibeli oleh orang lain. Meski bertujuan baik, tradisi ini rupanya mewajibkan seluruh warga Dusun Jati, yang sebanyak 83 KK, untuk membeli daging yang tidak sehat maupun tidak halal tersebut.
Sayangnya, tradisi mbrandu kali ini menelan korban. Diduga mbrandu menjadi penyebab sebanyak 87 warga terpapar antraks. Setelah ada kematian enam sapi dan enam kambing yang mati terkena antraks dan kemudian dagingnya diperjualbelikan dan dimakan warga atas dasar menjalankan tradis Mbrandu ini, sebagian warga diduga terpapar penyakit antraks ini (Republikan.co id/07/07/2023).
Inilah yang menjadi penyebab sebanyak 87 orang menjadi suspek antraks, dengan adanya satu orang lansia meninggal dunia di RS Sardjito. Seorang warga lansia tersebut yang menjadi pengungkap fakta akan penyebaran antraks di dusun ini disebabkan sejumlah tes yang dijalankan rumah sakit.
Rakyat Menjadi Korban
Menjadi satu pertanyaan mengapa tradisi pada sebuah daerah yang membahayakan juga merugikan rakyat masih saja dilaksanakan? Padahal jelas-jelas memakan daging yang sudah mati menyebabkan antraks pada konsumennya.
Sudah seharusnya ada jajaran pemerintah daerah terkait yang memberikan sosialisasi untuk tidak memakan daging hewan yang telah meninggal. Sosialisasi ini pun pelaksanaannya juga harus dikawal ketat agar bisa dijalankan dengan baik oleh masyarakat, karena tabiat sebagian masyaraka masih berpegang teguh pada tradisi dengan kuat tanpa mengedepankan logika.
Dari kejadian ini, rakyat menjadi korban atas ketidakpahaman mereka atau pun karena usaha mereka berpegang teguh pada tradisi walaupun sebenarnya tidak sesuai dengan fakta kesehatan yang ada. Sehingga tradisi yang membahayakan ini tetap berlangsung, sekalipun melanggar aturan agama yang mengharamkan memakan bangkai.
Inilah akibat penerapan sistem sekulerisme yang memisahkan antara kehidupan dunia dengan akhirat. Sehngga tidak ada filter apakah perbuatan ini dan itu boleh dilakukan.
Islam Sebagai Solusi
"Barangsiapa yang hendak menginginkan dunia, maka hendaklah ia menguasai ilmu. Barangsiapa menginginkan akhirat, hendaklah ia menguasai ilmu. Dan barang siapa yang menginginkan keduanya (dunia dan akhirat), hendaklah ia menguasai ilmu." (HR Ahmad)
Di dalam Islam, ilmu sangatlah penting sehingga sistem Islam akan menjamin rakyat hidup dengan sejahtera dan terdidik juga paham aturan agama, maupun aturan terkait kesehatan untuk dirinya.
Jika ilmu adalah kebutuhan di dalam sistem Islam, rakyat akan dijadikan teredukasi. Tidak mengenal tempat, wilayah, dan status sosial. Di dalam Islam pendidikan dijamin, di dalam Islam pula kesehatan dijamin. Sehingga masyarakat tidak perlu memikirkan biaya untuk pendidikan dan kesehatan.
Juga pada kasus tradisi mbrandu, dijamin tidak akan terjadi jika sistem Islam yang menjadi aturan. Karena sudah pasti terjamin masalah kesehatan pada masyarakat. Juga pendidikannya pasti dijamin oleh sistem Islam. Negara juga menjamin kesejahteraan rakyat, memenuhi kebutuhan rakyat yang salah satunya adalah kebutuhan pangan.
Islam menjaga rakyat agar tidak melakukan tindak kebodohan. Negara mendidik rakyatnya agar bertindak sesuai syara', meninggalkan semua hal yang tidak diperbolehkan syara'. Syara' menjadi miqyas atau standar dalam berbuat. Wallahu alam bishawab.
0 Comments: