Headlines
Loading...
Oleh. Ummu Irul

Bulan Dzulhijah merupakan salah satu dari hari raya Kaum Muslim. Di bulan inilah kaum Muslim terpilih sejagat, bertemu untuk melaksanakan suatu rangkaian ibadah yang tidak semua orang mampu melaksanakannya. Ibadah yang dilaksanakan setahun sekali ini, disebut ibadah haji. Ibadah ini termasuk penyempurna dari rukun Islam yang lima itu.

Namun kewajiban ini tidak dibebankan kepada seluruh Muslim, akan tetapi dititahkan kepada Muslim yang mampu saja. Mampu dalam hal apa? Tentu saja yang mampu dalam hal materi, kesehatan dan berbagai hal yang menyertainya. Istilah sederhananya mampu lahir dan batin/ materi dan non materi.

Meski demikian, banyak fakta yang kita temui di luar nalar, misalnya orang yang secara materi berlimpah, namun belum bisa berangkat haji ke tanah suci. Banyak kendala yang ditemui, mungkin karena faktor kesehatan, ada juga karena belum memiliki niat dan berbagai kendala lainnya.

Begitu pula sebaliknya, orang yang sangat kekurangan secara materi, misalnya tukang becak, tukang sampah, penjual es lilin pikul dan lain sebagainya, bisa berangkat ke tanah suci untuk berhaji. Why?

Ternyata dalam realitanya yang bisa berangkat haji itu tidak hanya orang yang mampu secara materi saja, namun juga bagi yang telah dipanggil oleh Allah Swt. Apapun keadaannya, siapapun dia, jika sudah diijinkan/dipanggil oleh Allah Swt, pastilah hal itu akan terwujud. Banyak cara yang Allah sediakan untuk memberangkatkan seseorang menjadi tamu-Nya. 

Sebagaimana talbiyah yang dilantunkan para jemaah haji tatkala melakukan thawaf, hal itu menegaskan bahwa ibadah haji itu benar-benar sebuah panggilan suci, dari Illahi untuk jiwa yang suci pula. Inilah bunyi talbiyah yang sudah akrab di telinga kaum Muslim itu,

Ù„َبَّÙŠْÙƒَ اللَّÙ‡ُÙ…َّ Ù„َبَّÙŠْÙƒَ، Ù„َبَّÙŠْÙƒَ Ù„َا Ø´َرِÙŠْÙƒَ Ù„َÙƒَ Ù„َبَّÙŠْÙƒَ، Ø¥ِÙ†َّ الْØ­َÙ…ْدَ ÙˆَالنِّعْÙ…َØ©َ Ù„َÙƒَ ÙˆَالْÙ…ُÙ„ْÙƒَ لاَ Ø´َرِÙŠْÙƒَ Ù„َÙƒَ

"Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, kemuliaan, dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu."

Tatkala mendengarkan dan melafadkan talbiyah tersebut, ingin rasanya segera bisa mewujudkan impian menunaikan ibadah haji di tanah suci. Bersama dengan orang-orang tercinta, minimal aku dan suami atau anakku laki-laki yang sudah besar, agar aku yang sudah tua ini bisa segera menyempurnakan rukun Islam yang lima itu.

Meski menurut akalku, mimpi berhaji ini, masih jauh panggang dari api, namun aku tetap mengharap ada keajaiban menimpaku. Dalam arti, aku bisa berangkat haji didampingi mahramku, dalam waktu yang tidak begitu lama. Aamiin.

Terkait ibadah haji ini memang tidak bisa dipisahkan dari kisah Nabi Ibrahim dan keluarganya. Masyaa Allah, keluarga Nabi Ibrahim menjadi keluarga teladan sepanjang jaman. Dari segi ketaatan kepada Allah Swt, sungguh tiada tandingannya. 

Keteladanan Nabi Ibrahim, sebagai ayah, yang mencintai anaknya tidak melebihi kecintaannya kepada Allah Swt. Hal itu ditunjukkan pada saat diperintah oleh Allah untuk mengorbankan anaknya (Ismail), Nabi Ibrahim " sami'na wa ato'na" terhadap titah-Nya. 

Sebagaimana dipahami bahwa pernikahan Nabi Ibrahim dengan istrinya Sarah, dalam waktu cukup lama belum dikaruniai anak. Hingga akhirnya istrinya mengijinkan suaminya untuk menikahi Hajar. Atas kehendak Allah, melalui rahim Bunda Hajar inilah Ismail lahir. Betapa bahagia dan cintanya Nabi Ibrahim kepada Ismail kecil yang sejatinya sangat dinantikan.

Belum lama bersama dengan puteranya yang baru lahir, beliau harus meninggalkan mereka (istri dan anaknya) di tanah gersang tak berpenghuni. Semua beliau lakukan karena menomor satukan kecintaan Allah 'Azza Wajalla.

Tauladan ketaatan datang pula dari ibunda Hajar. Bagaimana beliau menerima ikhlas dan sabar apa yang telah diperintahkan oleh Allah Swt, melalui suaminya. Hatta tatkala beliau ditinggal sang suami bersama bayinya yang masih merah, di padang pasir tak bertuan, beliau menerima dengan penuh keikhlasan dan keyakinan yang full. Dalam hati Bunda Hajar, terpatri keyakinan bahwa, " jika Allah yang perintahkan pasti Dia tidak akan membiarkannya begitu saja. Allah pasti menurunkan pertolongan-Nya, dengan cara-Nya." 

Nyatanya? Keyakinan Bunda Hajar benar. Tatkala upaya Sang ibunda, mencari air buat ananda mencapai puncaknya (7x) bolak balik antara Bukit Shofa dan Marwa, sementara upaya manusia sudah mencapai puncaknya, maka datanglah pertolongan-Nya. 

Lewat jejakan kaki ananda Ismail kecil, keluarlah air yang sangat dibutuhkan keduanya, ibu dan bayinya. Masyaa Allah. Hingga hari ini pengorbanan beliau terus dikenang, dan hasil dari pengorbanan itu, bisa dinikmati seluruh manusia. Masyaa Allah!

Upaya yang maksimal, juga kepasrahan yang total kepada Allah menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Jadi pelajaran seluruh manusia sejagat sepanjang jaman. 

Semoga kita semua bisa meneladani mempersembahkan ketaatan, kecintaan yang paripurna kepada Allah Swt, sebagaimana keluarga Nabi Ibrahim A.S tersebut. Aamiin...

Semoga pula kita semua mampu mengukir kebaikan, hingga dikenang oleh orang, menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang lain, semata-mata karena Allah.  Aamiin. [Ys]

Baca juga:

0 Comments: