Headlines
Loading...
Oleh. Ummu Syafaaz 

Perilaku LGBT yang bertentangan dengan fitrah manusia semakin berkembang. Pengakuan dan dukungannya pun meluas, baik organisasi sekup lokal dalam negeri maupun dunia global sekup international. Tentu hal ini makin mengokohkan eksistensinya sehingga mereka semakin berani muncul kepermukaan publik untuk memperlihatkan berbagai perilaku menyimpang mereka yang sangat menjijikan.

Bahkan tanggal 17-21 bulan Juli ini mereka berencana akan menggelar ASEAN Queer Advocacy Week (AAW) di Jakarta. Kerjasama antara ASEAN Sogie Caucus dan Arus Pelangi sebagai ajang pertemuan para aktivis LGBT se-ASEAN demi memperjuangkan hak-hak kaum LGBT di kawasan yang termasuk ranah kebijakan negara-negara ASEAN. Sekalipun gelaran se-ASEAN ini ditentang banyak pihak seperti MUI, juga yang lainnya, salah satunya oleh Wakil Ketua MPR Yandri Susanto, yang juga sebagai Wakil Ketua Umum DPP PAN supaya tidak dibiarkan terjadi. Tapi, tetap saja undangan gelaran tersebut diiklankan dan dipromosikan di media sosial (bentengsumbar.com, Selasa, 11 Juli 2023).

Komunitas LGBT yang semakin masif bergerak semakin diperkuat dengan keluarnya resolusi tahun 2011 oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) terkait pengakuan bagi hak-hak LGBT. Sebut saja, United Nations Development Programme (UNDP), United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS), United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), World Health Organization (WHO), dan  badan-badan elit organisasi dunia bawahan PBB ini, semuanya ikut berkontribusi untuk merealisasikan resolusi tersebut.

Dikutip dari detiknews.com 12 Februari 2016, UNDP telah mengeluarkan dananya senilai US$ 8 juta (sekitar Rp108 miliar) yang  dikucurkan ke empat negara yaitu Indonesia, China, Filipina, dan Thailand untuk mendukung gerakan Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender dan Interseks (LGBTQI). Dana ini fokus untuk memajukan kesejahteraan serta mengurangi ketimpangan serta marginalisasi atas dasar orientasi dan identitas gender / Sexual Orientation Gender Identity (SOGI).

Belum lagi donasi dari beberapa nama brand kelas dunia yang pro terhadap gerakan menyimpang ini seperti Apple dan Adidas pada perayaan komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender dan Queer (LGBTQ) yang dinamakan Pride Month pada Juni 2020. Peluncuran koleksi BeTrue dari Nike untuk para atlet dari komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Queer/Questioning, Aseksual dan plus/lain-lain (LGBTQA+) juga donasi sebesar US$500.000 kepada 20 organisasi LGBTQ melalui Charities Aid Foundation of America. Begitupun Disney yang berkomitmen untuk berdonasi sebesar US$100.000 kepada Gay, Lesbian & Straight Education Network (GLSEN) sebuah organisasi pelindung bagi siswa LGBTQ serta mendukung gerakan sekolah yang lebih ramah terhadap mereka. Serta masih banyak brand dunia lainnya. 
 
Kenapa Indonesia yang mereka pilih untuk pertemuan gelaran menyimpang se-ASEAN ini?

Ini tentu tidak lepas dari agenda global politik ideologis Islamophobia. Dan perang modern non militer terhadap tsaqafah Islam untuk menjajakan dan memaksakan tsaqafah liberal. Selain itu, salah satu potensi Indonesia sebagai salah satu negara besar yang berpenduduk mayoritas Muslim. Di mana mayoritas penganut agama Islam ini sangat berpegang teguh untuk tetap berada dalam fitrah dua jenis penciptaan manusia, yaitu laki-laki dan perempuan saja, tidak ada jenis yang lainnya. Begitupun dengan penyaluran pemenuhan naluri seksual yang sah dan halal dalam ikatan pernikahan hanya untuk kedua pasangan ini yakni laki-laki ke perempuan atau sebaliknya, diharamkan untuk pasangan sejenis yang kotor dan sangat menjijikan. 

Dengan gelaran AAW tersebut, mereka ingin merusak dan menghancurkan pondasi kuat kaum Muslimin di negeri ini. Target globalnya adalah menyongsong kebangkitan demokrasi (Renaissance of Democracies) sesuai prediksi National Intelligence Council's (NIC) atas kondisi AS di dunia. Salah satunya dengan cara melemahkan potensi generasi Muslim terbukti dengan semakin banyaknya generasi Muslim di negeri ini yang menjadi pendukung LGBT bahkan menjadi pelaku gerakan menyimpang ini, walaupun LGBT tidak dilegalkan di Indonesia. Padahal generasi Muslim dengan akidah Islam yang dianutnya berpotensi besar untuk kembali memimpin menjadi penguasa peradaban dunia, dimana perpolitikan dunia akan tunduk dan mengikuti pola perpolitikan Islam.

Sistem kapitalis sekuler liberal sangat memberikan peluang untuk suburnya gerakan-gerakan menyimpang, khususnya gerakan LGBT yang semakin besar, beragam, dan gencar. Dan sistem ini tidak akan mampu menentukan hukum yang tepat dan menyelesaikannya. Dan ini tidak akan terjadi di dalam sistem yang menerapkan Islam secara kaffah. Karena Islam akan selalu menjaga umatnya untuk tetap berada dalam fitrah. Negara juga akan menjadi benteng atau pelindung umatnya dari munculnya berbagai bibit-bibit bahaya, gerakan-gerakan menyimpang baik di dunia nyata maupun dunia maya.

Sistem Islam yang paripurna dengan berbagai aturan hidup yang lengkap mampu mencegah dan memberikan sangsi yang tegas dan keras bagi para pelanggarnya. Hingga hukum Islam mampu menimbulkan efek jera bagi para pelaku dan pencegah bagi yang lainnya. LGBT merupakan ancaman kemanusiaan bukan kodrat, juga merupakan perilaku meyimpang yang tentu akan merusak kodrat, dan termasuk kejahatan. Maka bagi para kaum melambai yang tidak mau dikembalikan kepada fitrahnya, mereka akan dihukum bisa berupa pengasingan, rajam atau dibunuh tergantung dari jenis penyimpangannya. Lalu mungkinkah dengan hukum Islam yang tegas dan keras ini kaum melambai akan bertambah dan terus berkembang? Saya rasa, "tidak akan pernah!"

Selain itu pribadi-pribadi yang shaleh ketika dihadapkan dengan ketetapan berbagai hukum Islam, tidak akan menolak atau menentangnya baik itu dengan alasan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) atau pun alasan remeh lainnya. Karena hati, akal, dan jiwanya sudah tunduk atas nama iman dan takwa kepada Rabb-Nya. Hingga akal dan jiwanya tidak akan liar seperti pribadi-pribadi yang dilahirkan dan dibesarkan oleh sistem hidup sosialis komunis maupun kapitalis sekuler liberal. Wallahu a'lam bishawab.

Baca juga:

0 Comments: