Headlines
Loading...
Oleh. Wirani Salsabila

Indonesia adalah surga dunia. Zamrud khatulistiwa juga jadi julukannya. Allah SWT begitu banyak memberikan kekayaan pada negeri ini. Mulai dari minyak bumi, gas alam, batu bara, emas, hasil laut, dan lainnya. Namun, di balik kelebihan ini Allah Swt. memberikan kekurangan. Ya, wilayah Indonesia adalah wilayah yang rawan bencana. Karena memang letak geografis Indonesia di khatulistiwa, di antara Benua Asia dan Australia serta di antara Samudra Pasifik dan Hindia. Selain itu Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng tektonik dunia. 

Beberapa bencana pun telah terjadi seperti gempa dan tsunami di Aceh tahun 2004, banjir tahunan Jakarta, gempa Cianjur tahun 2022, dan lainnya. 

Pada bulan Juli 2023 ini pun terjadi serentetan bencana. Antara lain : 

Banjir lahar dingin Gunung Semeru di Jawa Timur. Diawali dari hujan yang berintensitas tinggi dan mengguyur lereng gunung. Hingga debit air di Daerah Aliran Sungai lahar Gunung Semeru naik, menerjang jembatan dan meluber ke jalan. Sejumlah 439 warga harus mengungsi (www.cnnindonesia.com, 8/7/2023).

Banjir di Kabupaten Sumbawa Provinsi NTB. Banjir ini karena luapan air sungai dan mengakibatkan ribuan rumah terendam setinggi 50 cm (www.cnnindonesia.com, 8/7/2023).

Banjir dan longsor di Kabupaten Malang yang dikarenakan oleh hujan berintensitas tinggi. Peristiwa ini menyebabkan 23 rumah tergenang (news.okezone.com, 7/7/2023).

Rawan bencana namun tak tanggap bencana. Itulah yang terjadi di Indonesia. Terbukti dengan banyaknya korban dan kerugian yang dirasakan. 

Ditambah pula, sekarang kita hidup di sistem kapitalisme. Bagaimana yang diutamakan adalah banyaknya manfaat atau keuntungan dapat diperoleh. Pembangunan permukiman penduduk, tempat industri,  infrastruktur, dan sarana negara yang lain hanya memperhatikan keuntungan tanpa  mempertimbangkan aspek kelestarian lingkungan. Sehingga bisa memicu terjadi bencana.

Sistem kapitalisme ini juga menimbulkan ketimpangan sosial. Orang yang kaya bertambah kaya, sedangkan orang miskin semakin miskin. Tak semua orang mampu mempunyai tempat tinggal yang layak, karena terbatasnya biaya. Akhirnya banyak orang yang nekat mendirikan rumah di tempat yang rawan bencana. Misalnya di bantaran sungai, di dekat pantai, atau di lereng pegunungan.

Lantas apa yang harus dilakukan?

Penyelesaian masalah bencana ini butuh negara sebagai pelaku utama. Negaralah yang punya kekuasaan, kewenangan, dan dana. Semuanya digunakan sebaik mungkin untuk melakukan tata kelola bencana. 

Tata kelola apa sajakah yang perlu dilakukan negara dalam mengatasi bencana?

Pertama, tata kelola sarana. 
Negara harus mempunyai perencanaan yang matang dalam tata kota. Wilayah-wilayah yang rawan  bencana harus disiapkan dengan berbagai sarana. Seperti halnya yang terjadi pada masa Utsmani, orang membangun gedung yang tahan gempa. Seorang arsitek Utsmani bernama Sinan membangun gedung-gedungnya dengan konstruksi beton bertulang yang sangat kokoh. Masjid-masjid dibangun di atas tanah-tanah yang menurut penelitian adalah tanah stabil. Selain itu negara juga menyediakan sarana yang bisa melindungi rakyat dari bermacam bencana. Negara membayar para insinyur untuk membuat alat dan metode peringatan dini, mendirikan bangunan tahan bencana, dan membangun bunker cadangan logistik.
Untuk penyediaan sarana tentu membutuhkan dana yang besar. Kita tak perlu khawatir, karena pos pendanaan lebih dari cukup. Ada pos dana pengelolaan sumber daya alam, kharaj, fa'i, dan jizyah.

Kedua, tata kelola rasa. 
Negara mendorong rasa kepekaan masyarakat, memperkuat kesigapan, dan membangun rasa saling menjaga ketika terjadi bencana. Termasuk melatih mereka agar mampu tanggap darurat bencana.

Ketiga, tata kelola jiwa. 
Artinya, negara sebagai pengingat bagi jiwa masyarakat ketika terjadi bencana. Bencana bisa jadi peringatan dari Allah Swt., mungkin kita melakukan maksiat sehingga terjadi bencana. Setiap orang harus menjadi jiwa yang takut ketika melakukan dosa. Bencana menjadi moment muhasabah dan semakin meningkatkan ketakwaan. Pasti selalu ada hikmah di balik segala yang terjadi. 

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui (QS. Al Baqarah : 216)

Itulah beberapa tata kelola bencana yang bisa dilakukan oleh negara. Semuanya adalah bentuk upaya melakukan perintah Allah SWT. Seperti yang tertulis dalam hadist, bahwa :

انّما الامام جنّØ©ٌ يقاتل من ورائه ويتقى به

Sesungguhnya fungsi pemimpin itu adalah perisai. Orang–orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya(HR Muslim).

Pemimpin (negara) mempunyai tanggung jawab besar terhadap rakyatnya. Baik harta maupun jiwanya. Jika terjadi bencana menimpa rakyat yang paling utama dimintai pertanggungjawaban adalah negara. 

Tentu kita tak bisa berharap pada negara kapitalisme untuk bisa menerapkan itu semua. Karena sistem kapitalisme telah nyata-nyata menomor duakan rakyat. Satu harapan utama hanya pada negara khil4f4h Islamiyah. 


Wallahu'alam bishawab. 

Baca juga:

0 Comments: