OPINI
Bullying adalah Korban Sistem, Ganti dengan Islam!
Oleh. Ummu Ahtar (Anggota Komunitas Setajam Pena)
Kasus perundungan di satuan pendidikan masih jadi sorotan publik. Pasalnya, kasus perundungan di lingkungan sekolah semakin marak. Bukan hanya marak, aksi tersebut semakin sadis lantaran mengakibatkan kematian. Kasus terbaru adalah penusukan siswa korban perundungan yang diduga penusuk adalah korban bullying yang kerap dirundung siswa di salah satu sekolah menengah atas di Banjarmasin saat pelajaran berlangsung. Penusakan itu terjadi di dalam kelas pada Senin, (31/7/2023) sekitar pukul 07.15 Wita (regional.kompas.com, 3/08/2023)
Di hari yang sama aksi perundungan juga terjadi di salah satu SMP di kecamatan Sarawolio, kabupaten Baubau, propinsi Sulawesi Tenggara. Korban berinisial M (16 tahun) harus mendapat perawatan medis di rumah sakit dan sempat tidak sadarkan diri selama tiga hari. Hal itu terjadi setelah dikeroyok teman sekelasnya di waktu pulang sekolah (Regional.kompas.com, 4/08/2023).
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat bahwa selama Januari hingga Juli 2023 telah terjadi 16 kasus perundungan di satuan pendidikan. Empat diantaranya bahkan terjadi saat tahun ajaran sekolah 2023/2024 yang baru saja dimulai pada pertengahan Juli 2023 (Voaindonesia.com, 5/08/2023).
Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti mengatakan bahwa dari 16 kasus perundungan pada satuan pendidikan mayoritas terjadi pada tingkat sekolah dasar (25 persen), sekolah menengah pertama (25 persen), dan sekolah menengah atas (18,75 persen), dan sekolah menengah kejuruan (18,75 persen). Retno memerinci jumlah korban perundungan di satuan pendidikan berjumlah 43 orang yang terdiri dari 41 peserta didik (95,4 persen) dan dua guru (4,6 persen).
Kementrian PPPA terus mendorong agar semua pihak melakukan pencegahan terjadinya bulying melalui upaya edukasi kepada anak, orang tua, dan guru tentang bahaya bulying. Adapun terkait perundungan di sekolah memang sudah ada dan cukup lama diterapkan yakni Permendikbud no 82 tahun 2015 tentang pencegehaan dan penanggulangan tindak kekerasan di satuan pendidikan.
Akar Masalah dari Bullying
Namun kenyataannya aturan tersebut belum mampu menyelesaikan persoalan perundungan di sekolah. Pasalnya, aturan yang ada tidak menyentuh akar persoalan, melainkan hanya bersifat kuratif atau penanganan setelah kasus ditemukan. Ditambah lagi nilai-nilai yang ada lahir dari paradigma sekuler yang memisahkan aturan agama dari kehidupan.
Faktor-faktor lain merupakan kepribadian anak, pengasuhan orang tua, pendidikan sekolah, lingkungan pertemanan hingga media sama sekali tidak tersentuh oleh aturan yang ada. Disadari atau tidak nilai-nilai sekuler dan liberal yang melingkupi kehidupan masyarakat saat ini sangat berperan besar pada maraknya kasus perundungan di negeri ini.
Pendidikan sekuler telah menjauhkan pelajar dari nilai-nilai Islam. Demikian pula sebagian besar pengasuhan dan pendidikan anak di rumah tidak dilandasi oleh Islam. Alhasil identitas keislaman yang senantiasa melekat pada anak menjadi hilang. Semua mengekor pada budaya Barat yang sekuleristik dan liberalistik.
Semua itu diperparah oleh kontrol masyarakat, media yang semakin leberal, hingga bertebarannya tayangan kekerasan, serta lemahnya sistem hukum di negeri ini. Tidak heran jika aksi bullying semakin mudah dilakukan oleh kaum pelajar. Inilah konsekuensi logis dari penerapan sistem hidup yang salah berupa sistem hidup sekuler liberalistik.
Islam Kafah sebagai Solusi
Berbeda dengan sistem Islam yang diterapkan dalam bingkai negara Khil4f4h. Khil4f4h akan menjadikan institusi Islam sebagai satu-satunya sumber aturan kebijakannya. Sebab Islam diturunkan oleh Allah Swt. sebagai solusi atas setiap problem kehidupan. Semua solusi yang bersumber dari Al Qur'an dan As Sunnah. Berbeda dengan sistem kapitalisme yang berasas sekularisme liberalis mengakar kepada kebebasan berfikir manusia yang mana bertujuan untuk meraih materi semata.
Islam memberikan perhatian besar kepada generasi yang merupakan pembangun peradaban gemilang. Khil4f4h akan menempuh dua langkah dalam menyelesaikan kasus perundungan yaitu langkah preventif dan kuratif.
Upaya preventif (pencegahan) dilakukan untuk mengembalikan peran keluarga, masyarakat, dan negara. Sedangkan langkah kuratif untuk mengobati mereka yang memiliki kecenderungan melakukan perundungan. Yakni dengan melakukan pendekatan mendasar yang mempengaruhi pola berfikir anak ketika menghadapi kehidupan. Sehingga mereka akan meninggalkan sikap tersebut dengan penuh kesadaran.
Dalam Islam benteng pertahan pertama dan utama adalah keluarga. Keluarga akan menjadi tempat pendidikan dan pembentukan karakter yang terpenting bagi seorang anak. Orang tua harus memberikan teladan kepada anak-anak mereka dalam berkata dan bersikap. Sebab banyak dari pelaku perundungan berasal dari keluarga yang rusak akibat komunikasi yang buruk dengan orang tua mereka. Hal inilah yang akhirnya merusak akhlak anak. Orang tua wajib membekali anak-anak mereka dengan akidah yang kokoh dan akhlak terpuji. Karena itulah khususnya para orang tua terutama ibu harus membekali dirinya dengan Islam untuk diajarkan kepada anak-anak mereka.
Islam juga memandang bahwa untuk menjaga generasi tidak hanya tugas orang tua saja. Akan tetapi juga butuh peran dari masyarakat dan negara. Anggota masyarakat memiliki tanggung jawab untuk saling menasehati, mengajak pada kebaikan, dan mencegah tindakan yang tercela. Masyarakat tidak boleh abai terhadap permasalahan di sekitarnya. Sedangkan negara memiliki peran sentral dalam menyaring segala tontonan di media yang berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian generasi.
Sistem pendidikan yang di jalankan oleh negara adalah sistem pendidikan Islam yang berazaskan akidah Islam. Sistem pendidikan ini tidak hanya mencetak generasi mampu menguasai sains dan teknologi. Tetapi mencetak mereka menjadi generasi bertakwa yang takut berbuat maksiat. Sungguh aturan Islam yang diterapkan dalam bingkai negara Khil4f4h akan mampu memutus rantai perundungan.
Wallahualam bisshawab.
0 Comments: