surat pembaca
Imperialisme China Atas Negeri Ini
Oleh. Elly Waluyo
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
Enggannya negara bersistem kapitalis dalam mengolah sumber daya alam secara mandiri dan lebih memilih menguasakan pada asing dan aseng atas nama investasi berdampak pada roda ekonomi negeri yang hanya mampu berutang pada negara lain. Hal ini tentu menjadi bumerang dan menjatuhkan martabat negeri karena harus tunduk pada aturan sang pemberi pinjaman.
Oleh-oleh utang sebesar 11,5 miliar US dolar atau senilai Rp175 triliun dengan asumsi kurs Rp15.107 per US$ dibawa Presiden Joko Widodo ke tanah air atas nama komitmen investasi dari perusahaan China, Xinyi Internasional Investment Limited. Menurut Jokowi, Tiongkok merupakan partner strategis Indonesia, karenanya beliau mendukung hilirisasi industri kaca panel surya, dan akan membantu sepenuhnya apabila ada persoalan saat dimulainya proyek Xinyi (cnbcindonesia.com, 29/07/2023).
Selain oleh-oleh investasi, Jokowi juga menyodorkan 34.000 hektar lahan untuk bisnis sektor kesehatan dan pendidikan di IKN (Ibu Kota Negara) Nusantara pada pengusaha China di Chengdu. Jokowi berharap pada pemindahan ibu kota yang rencananya dimulai secara bertahap tahun depan ini, akan ada investor masuk dalam proyek bidang EBT (energi batu terbarukan) yang berpotensi 434 ribu megawatt, mencakup hydropower, matahari, tidal wave, angin, geotermal (cnbcindonesia.com, 30/07/023).
Eratnya hubungan Indonesia dan China ini menarik sejumlah ekonom untuk mengkritisi. Muhammad Zulfikar Rakhmat selaku peneliti China-Indonesia di Celios (Center for Economic and Law Studies) menangkap adanya indikasi perangkap utang seperti pada Srilanka dan Zimbabwe. Indikasi tersebut dicontohkan oleh Fikar pada proyek kereta cepat Jakarta-Bandung di mana Bank Indonesia mencatat China sebagai negara keempat pemberi utang luar negeri dengan nilai US$20,42 miliar hingga per April 2023. Zulfikar juga mengungkapkan ketergantungan Indonesia terhadap China berimbas pada lemahnya posisi Indonesia yang tak mampu melakukan perlawanan pada kapal China ketika masuk Laut China Selatan, hanya diam saat terjadi konflik antara China dan Taiwan, bahkan tak mau berdebat pada masalah Uighur. Selain itu beliau juga mengkhawatirkan penggunaan mata uang yuan dan rupiah dalam transaksi ekonomi, serta berubah-ubahnya kebijakan ekspor karena China, khususnya pada komoditas mineral (m.bisnis.com, 27/07/2023).
Semakin meningkatnya utang negeri ini bukanlah prestasi namun bentuk dari kegagalan sistem kapitalis dalam menyediakan sumber pendapatan tanpa utang pada negara yang kaya raya. Sistem kapitalis meletakkan kesuksesan pada materi dan menjadikan utang riba untuk memenuhi pergerakan ekonomi sebagai sebuah keniscayaan. Sistem ini menjauhkan segala perbuatan dari pondasi agama.
Negara yang seharusnya dapat memenuhi kebutuhan rakyatnya melalui pengelolaan sumber daya alam menjadi mandul. Bahkan justru berkhianat dengan menguasakan dan memperjualbelikan sumber daya alamnya pada individu maupun asing. Lemahlah martabat dan posisi negara karena hanya sebagai regulator sesuai pesanan pengusaha. Atas nama investasi, asing memperalat dan ikut campur secara legal dalam menentukan kebijakan publik sebagai syarat investasi.
Lemahnya sebuah negara tak akan pernah terjadi jika menerapkan sistem Islam yang memiliki perangkat tata kelola negara yang lengkap dalam berbagai bidang dan mudah diterapkan. Sumber pendapatan negara bersistem Islam sangat besar dan stabil. Perlindungan negara atas harta dibedakan menjadi kepemilikan umum, kepemilikan individu, dan kepemilikan negara.
Pada harta kepemilikan umum seperti barang tambang dan mineral masuk ke dalam pos kepemilikan umum dan dalam baitulmal, digunakan untuk biaya infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan publik lainnya. Negara juga diperbolehkan mengelola harta dari fa’i, kharaj, ghanimah, ‘usyur, jizyah, ghulul, dan lain-lain. Sedangkan pajak hanya boleh dibebankan negara saat kas baitulmal kosong pada muslim laki-laki yang memiliki kelebihan dalam memenuhi kebutuhan pokok dan pelengkapnya dengan baik, itu pun digunakan untuk membiayai infrastruktur yang genting.
Demikianlah sistem Islam menjadikan sebuah negara menjadi negara adidaya yang kuat dan bebas dari intervensi asing yang masuk dengan dalih utang dan investasi. [Ni]
0 Comments: