OPINI
Investasi China Meningkat: Prestasi atau Tipu Muslihat?
Oleh. Rohayah Ummu Fernand
Tidak bisa dipungkiri, telah banyak fakta yang menunjukkan bahwa rezim ini memiliki hubungan mesra dengan rezim China. Investasi China di Indonesia terus meningkat dan pemerintah pun menyediakan berbagai macam kemudahan. Hal ini kembali terbukti dalam kunjungan pemerintah beberapa waktu ini.
Dilansir dari cncbindonesia (29/7/2023) Kepulangan presiden Jokowi dari China ke tanah air, rupanya membuahkan hasil. Hal tersebut menyusul komitmen investasi yang didapatkan dari perusahaan asal China, Xinyi International Investment Limited senilai US$ 11,5 milliar atau setara Rp 175 triliun (asumsi kurs Rp 15.107 per US$).
Pemerintah mengungkapkan, Tiongkok merupakan mitra strategis bagi Indonesia. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia mengapresiasi dan menyambut baik rencana investasi yang akan dilakukan Xinyi Group. (cncbindonesia.com, 29/7/2023)
Tak hanya itu, Presiden Jokowi juga mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia telah menyiapkan 34.000 ha lahan di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur, bagi sektor usaha.
Kepada para pengusaha China di Chengdu, Jokowi mengatakan lahan ini khusus dipersiapkan bagi investor IKN. Lahan ini akan didedikasikan khusus bisnis di sektor kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
Racun Berbalut Madu
Umat seharusnya memandang bahwa langkah ini bukanlah prestasi atau kebijakan yang tepat. Pasalnya, utang China yang dibungkus dengan nama investasi telah berhasil menjebak beberapa negara dalam kerugian kronis. Seperti Zimbabwe yang tak mampu membayarkan utangnya kepada China, hingga akhirnya harus mengganti mata uangnya menjadi mata uang China (Yuan), sebagai imbalan penghapusan utang kepada China.
Tak hanya di Zimbabwe, Sri Lanka juga harus kehilangan dua infrastruktur kebanggaannya, yakni bandara dan pelabuhan. Karena harus menyerahkannya kepada China.
Selain itu, umat seharusnya juga memandang bahwa kebijakan ini sebagai indikasi adanya ancaman kedaulatan negara.
"Pemerintah perlu mewaspadai, lantaran ada potensi Indonesia mengarah ke situ (jebakan utang)," ujar Direktur studi China-Indonesia Celios, M. Zulfikar Rakhmat, dalam acara peluncuran Policy Paper Celios di Jakarta, Kamis (15/6/2022).
Sekalipun Indonesia belum bernasib seperti Zimbabwe atau Sri Lanka, namun indikasi perangkap utang itu ada. Diantaranya, LCS merupakan kerjasama Indonesia dengan beberapa bank sentral negara lain. Dalam arti kata lain, transaksi bilateral antara Indonesia dan China akan menggunakan mata uang Rupiah dan Yuan, dan tidak lagi menggunakan Dolar Amerika Serikat.
Pemerintah juga mengubah-ubah kebijakan ekspor, khususnya komoditas mineral. Bahkan pemerintah terkesan angkat tangan terhadap isu rasis China, seperti kasus Muslim Uighur misalnya.
Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa negeri ini terkungkung oleh negara Kapitalisme Timur. Ideologi Kapitalisme membuat negara pengembannya akan senantiasa mencari mangsa untuk dijajah, demi meningkatkan perekonomiannya.
Kembalikan kepada Aturan Allah
Agar Indonesia terbebas dari ancaman utang dengan dalih investasi negara Kapitalisme, seharusnya negeri muslim ini mengadopsi aturan dari Allah swt.
Sistem Islam diturunkan oleh Allah Azza wa Jalla sebagai sistem kehidupan yang menjelaskan tentang segala sesuatu.
Sebagaimana firman-Nya yang termaktub dalam QS. An-Nahl ayat 89, yang artinya: "Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri."
Islam sudah memiliki mekanisme agar sebuah negara memiliki modal yang sangat besar untuk pembangunan negara tanpa utang.
Islam memiliki konsep tata kelola negara, seperti sistem ekonomi dan politik yang secara praktis diterapkan oleh institusi negara yang bernama Daulah Kh!l4f4h.
Dalam kitab Al-Amwal fii Dawlah al-Khilafah karya al-'Alamah Syaikh 'Abd al-Qadim Zallum, seorang mujahid besar abad ini, menjelaskan bahwa salah satu strategi yang akan dilakukan negara untuk membiayai proyek infrastruktur adalah memproteksi beberapa kategori kepemilikan umum, seperti minyak, gas, dan tambang.
Kh1l4f4h bisa menetapkan penghasilan kilang minyak, gas dan sumber tambang tertentu (seperti emas, tembaga, dan sejenisnya) yang akan masuk ke pos kepemilikan umum Baitul Maal, dikhususkan untuk membiayai infrastruktur.
Dalil kebolehan mengambil kebijakan ini adalah, tindakan Rasulullah saw. tatkala beliau menjadi kepala negara di Madinah.
"Rasulullah saw. pernah memproteksi salah satu tempat di Madinah, bernama Tanah an-Naqi, untuk dijadikan sebagai tempat menggembala kuda." (HR. Abu Ubaid).
Kebijakan inipun dilanjutkan oleh Kh1l4f4h setelahnya. Pada masa Khalifah Abu Bakar, beliau memproteksi ar-Rabdzah yang dikhususkan untuk menggembalakan unta zakat. Beliau mengangkat budaknya, yakni Abu Salamah, untuk mengurus hal tersebut.
Bahkan Khalifah Umar bin Khattab tidak hanya memproteksi ar-Rabdzah saja, tetapi juga asy-Syaraf. Khalifah Umar mengangkat budaknya yang bernama Hunnaiyyi untuk mengurusi pelaksanaan kebijakan tersebut.
Rasulullah saw. bersabda: "Tidak ada hak untuk memproteksi kecuali milik Allah dan Rasul-Nya." (HR. Abu Dawud).
Tak hanya memproteksi kepemilikan umum, negara boleh menggunakan harta kepemilikan negara, yakni Baitul Maal (yang bersumber dari fai', kharaj, jizyah, usyur, ghanimah, dan sebagainya) untuk keperluan pembangunan.
Dengan dua strategi ini, sebuah negara dijamin tidak akan terjerat utang negara asing atau lembaga global. Sehingga negara akan menjadi aman, karena kedaulatan negara berada di tangan pemimpin yang amanah, bukan disetir oleh negara Kapitalisme.
Selain memproteksi kepemilikan umum, Kh1l4f4h diperbolehkan untuk menarik pajak (dharibah) kepada kaum muslimin.
Hanya saja yang perlu digarisbawahi adalah kebijakan ini hanya boleh dilakukan ketika tidak ada kas yang bisa digunakan di Baitul Maal.
Jadi, kebijakan ini hanya digunakan untuk membiayai sarana dan prasarana yang penting dan genting. Seperti pembangunan jembatan di daerah terisolir perairan, pembangunan sekolah di pedalaman, serta pembangunan ataupun perbaikan jalan.
Dharibah hanya diambil dari kaum muslim, laki-laki, dan mampu, serta memiliki kelebihan dalam memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan pelengkapnya dengan cara yang makruf.
Seperti inilah, Kh1l4f4h menjalankan negaranya agar kedaulatan negara ini tidak terkoyak-koyak oleh negara asing melalui jalur investasi alias utang luar negeri. Maka bukan suatu hal yang mustahil, jika Indonesia terbebas dari ketergantungan China dan menjadi negara adidaya, asalkan negeri yang mayoritas penduduknya muslim ini mau mengadopsi sistem Islam.
Wallahu a'lam bishshawab. [Rn]
0 Comments: