Oleh. Nunik Umma Fayha
Tahun 80-90-an adalah awal dakwah Islam mulai marak. Di sekolah, kampus, geliatnya mulai terasa. Dari sedikit, jilbab dan kerudung mulai dikenal.
Kegiatan kerohanian Islam awalnya dikelola mahasiswi yang bahkan belum berkerudung, yang ingin lebih dekat dengan ajaran agamanya. Perlahan geliat dakwah membawa mereka menyadari aturan, dimulai dari menjaga aurat. Mahasiswi berkerudung terus bertambah, kajian keislaman juga diadakan bahkan di lingkungan kost.
Banyak tantangan masa itu. Tatapan aneh, sinis, dijauhi teman dan ditentang keluarga. Yang tak kalah berat saat harus memasang foto di ijazah kelulusan, sebab pihak kampus memberikan gambaran kondisi lapangan kerja yang belum bersahabat. Kampus tidak bertanggung jawab atas ijazah yang memampang foto berkerudung. Oke, setiap pilihan memang membawa konsekuensi.
Evolusi
Berpuluh tahun berselang, banyak di antara aktivis dakwah kampus yang berhasil dan mapan dalam hidupnya. Memiliki posisi bagus di tempat kerja dan kehidupan sosialnya. Tapi ada rasa ngilu ketika melihat profilnya di media sosial. Kerudung semakin mengecil. Bahkan demi mengikuti kegiatan olahraga, rok pun diganti celana panjang.
Saya sangat bisa memahami karena saya pun pernah ada di posisi yang sama. Tuntutan aktivitas membuat fleksibilitas diutamakan. Jilbab dan kerudung besar 'dirasa' mengganggu gerak. Akhirnya yang lebih fleksibel menjadi pilihan.
Namun, kekuatan niat dalam menjalankan aturan-Nya adalah motivasi terbaik untuk bisa terus bertahan. Alhamdulillah bisa kita lihat semakin banyak jilbaber sukses dalam pekerjaan, pendidikan dan kemasyarakatan dengan tetap berada dalam keterikatan pada aturan Rabbnya, dengan istikamah. Aturan yang dibuat oleh Sang Pencipta bagi sebaik-baik ciptaan-Nya.
Yang Berat Itu Istikamah
Istikamah dalam KBBI dijelaskan sebagai sikap teguh pendirian dan konsisten. Al Qur'an menyebut istikamah sebagai konsekuen, konsisten terhadap perjanjian yang sudah disepakati. Istikamah berdasar Qur'an bersifat wajib. Ayat-ayat yang menyebut wajibnya istikamah bertaburan dalam Al Qur'an seperti dalam ayat ke-112 QS. Hud :
“Maka istikamahlah (tetaplah kamu pada jalan yang benar), sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas".
Orang-orang yang bertobat disuruh istikamah di jalan yang benar. Ada beberapa ayat lain seperti dalam QS. Al Jin : 16, QS. Al Ahqaf :13 dan beberapa yang lain. Juga dalam sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam : “Istikamahlah dan hendaklah engkau perbaiki akhlakmu kepada manusia.” (HR. Al Hakim dan Ibnu Hibban).
Sedemikian pentingnya istikamah sampai Allah Subhanahu wataala mengingatkan kita terus-menerus. Terlebih saat ini kehidupan yang materialistis terus menggempur umat hingga kadang membuat goyah. Tanpa disadari memberi banyak pengecualian seperti mendahulukan logika dari dalil, memilih kenyamanan dibanding kebenaran aturan.
Istikamah itu konsisten. Butuh diasah dan dijaga dalam jemaah. Jemaah kebaikan tempat saling mengingatkan dan menguatkan. Istikamah juga merupakan ujian bagi seorang mukmin. Beratnya istikamah oleh Allah diberikan balasan spesial. Mereka yang istikamah dalam iman dijauhkan dari rasa takut dan sedih serta mendapat perlindungan di akhirat. Seorang mukmin harus yakin pada apa yang jadi firman Allah Subhanahu wataala berikut,
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar."
(QS. Al-Baqarah: 155)
Wallahu 'alam. [My]
istiqomah dalam beramal sholih. Tidak mudah memang. Tapi Allah janjian kenikmatan yang luar bisa didalamnya.
BalasHapus