OPINI
Layanan Istimewa Bagi Kaum Difabel dalam Pemberdayaan Ekonomi
Oleh. Ummu Faiha Hasna
(Pena Muslimah Cilacap)
Pada Agustus 2023 tahun ini, Otoritas Jasa Keuangan atau disingkat OJK akan berupaya mempermudah akses keuangan teruntuk kaum disabilitas/difabel. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Friderica Widyasari, yakni sebagai Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menilai bahwa para difabel bisa menjadi pahlawan ekonomi Nusantara.
Selain itu, para difabel mempunyai beragam profesi yang luar biasa. Pihaknya mengajak seluruh pelaku usaha jasa keuangan untuk memberikan kemudahan dan fasilitas bagi mereka yang difabel, seperti mempermudah penyandang disabilitas dalam membuka rekening, pembiayaan kredit bagi pelaku usaha, hingga memperoleh produk asuransi.
Saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinyatakan sangat memberikan perhatian terhadap tingkat literasi dan inklusi keuangan. Yakni tingkat inklusi delapan puluh enam persen dan tingkat literasi yang hampir lima puluh persen. (antaranews, Selasa, 15 Agustus 2023).
OJK pun akan berupaya mempermudah akses keuangan bagi penyandang disabilitas atau difabel karena penyandang disabilitas juga berkontribusi pada perekonomian nasional, bahkan disebut sebagai pahlawan ekonomi sebab mayoritas mereka merupakan bagian dari sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). (cnbc,15/8/2023).
Benar bahwa para penyandang disabilitas perlu dilatih kemandirian, dan upaya untuk melatih kemandirian para penyandang disabilitas sudah seharusnya dilakukan. Akan tetapi, seharusnya negara juga turut berperan membantu secara nyata dan tidak mengeksploitasi mereka dengan dalih pemberdayaan, apalagi terkesan membiarkan mereka dalam medan persaingan dengan pengusaha secara umum.
Hanya saja dalam aturan kehidupan kapitalisme yang dijalankan saat ini negara tidak menjalankan perannya secara benar. Sebab, asas yang dibangun dalam sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini adalah untuk meraih keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Sehingga saat negara mengurus rakyatnya akan dilandasi asas untung rugi. Oleh sebab itu, saat negara kapitalisme mengklaim telah mengurus para disabilitas dengan memberinya pinjaman modal, sejatinya upaya tersebut tak lain hanyalah eksploitasi terselubung dibalik dalih pemberdayaan ekonomi.
Modal yang diberikan kepada kaum difabel tentu tidak akan diberikan secara gratis. Akan tetapi, akan ada cicilan sekecil apapun itu. Padahal, sebuah usaha tidak selamanya mendapat keuntungan.
Bengisnya lagi, kapitalisme pun memberikan ruang kepada para pengusaha bermodal besar di pasar yang sama dengan pelaku UMKM. Jadi, ibaratnya pengusaha besar dan pelaku UMKM berada di medan persaingan yang sama. Meskipun, para penyandang disabilitas dimudahkan dalam hal permodalan usaha, namun, sejatinya kebijakan tersebut seolah negara berlepas tanggung jawab dan rakyat dibiarkan menanggung bebannya sendiri.
Kaum Disabilitas Butuh Bantuan dan Perhatian Negara
Islam menghargai dan menghormati para penyandang disabilitas, dan bertanggungjawab atas nasib mereka melalui berbagai mekanisme. Maka, sungguh akan sangat berbeda jauh pengurusan negara Islam dengan negara Kapitalisme dalam menyejahterakan kaum disabilitas.
Islam memerintahkan Negara memenuhi kebutuhan hidup para penyandang disabilitas dan menjamin kesejahteraannya. Sebab, Islam memandang mereka adalah golongan yang tidak bisa bekerja secara optimal dan memang membutuhkan bantuan dan perhatian. Maka, negara Islam akan hadir di garda terdepan dan utama untuk menjamin kesejahteraan bagi mereka. Tentu, tanggungjawab ini tidak akan diserahkan kepada swasta seperti negara kapitalisme saat ini.
Inilah konsep dasar yang membedakan antara negara Islam dengan kapitalisme. Allah Ta'ala berfirman dalam QS. An-Nur ayat 61 bahwa "tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) untuk orang pincang atau bagi orang sakit dan tidak (pula) bagi dirimu, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu atau di rumah bapak-bapakmu…".
Untuk itu, berkaitan dengan masalah kesejahteraan, sejatinya negara dalam sistem Islam menjamin kesejahteraan setiap individu rakyat. Termasuk mereka para penyandang disabilitas. Seperti apa wujud kesejahteraan tersebut? Yakni setiap individu rakyat dipenuhi kebutuhan pokok mereka baik sandangnya, pangannya, dan papan sekalipun, serta kebutuhan dasar publik lainnya seperti pendidikan, kesehatan dan juga keamanan.
Dalam hal ini, semua pemenuhan kebutuhan pokok tersebut, maka akan dilihat apakah penyandang disabilitas tersebut masih mampu bekerja ataukah tidak? Apakah mereka memiliki anak, keluarga atau tidak? Terlebih jika mereka adalah laki-laki yang harus mencari nafkah untuk keluarganya. Jika memang mereka betul-betul masih mampu untuk bekerja seperti membuka usaha, maka negara Islam akan memberikan modal cuma-cuma kepada mereka dari kas negara (Baitul Mal) dan diberikan pendampingan.
Negara Islam sejatinya tidak akan mengeksploitasi usaha mereka atas nama pembangunan ekonomi. Sehingga mereka tidak akan merasa terbebani dengan pembayaran modal dan fokus untuk mengembangkan usaha mereka. Atau semisal para penyandang disabilitas ini memiliki kemampuan dibidang perkantoran, pertanian atau yang lainnya, maka negara Islam akan memfasilitasi mereka untuk memaksimalkan potensinya. Fasilitasnya pun harus membuat mereka benar-benar aman dan nyaman ketika bekerja. Selain itu, negara juga akan mendorong masyarakatnya agar tidak memandang sebelah mata para penyandang disabilitas.
Atmosfer ini tentu akan semakin menyuasanakan penyandang disabilitas bersemangat dalam berlomba meraih kebaikan dalam kehidupan umum.
Akan tetapi, bila memang kenyataannya para penyandang disabilitas ini sudah tidak mampu bekerja atau bahkan tidak mungkin bekerja, maka disinilah kewajiban beralih fungsi kepada sanak saudaranya. Jika mereka tak memiliki keluarga bagaimana? Maka jaminan pokok bagi mereka akan ditanggung penuh oleh negara secara mutlak.
Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Umar bin Khattab ketika masa kepemimpinannya. Khalifah Umar pernah mengunjungi Sa'id bin Yarbu al Mahzumi seraya menghiburnya disebabkan hilang penglihatannya dan berkata kepadanya "Janganlah kamu meninggalkan salat Jumat di masjid Rasulullah." Maka dia berkata, "Aku tidak memiliki penuntun!"
Khalifah Umar lalu menjawab "Kami akan mengutus kepadamu orang yang akan menuntunmu. Lalu, khalifah akhirnya mengirimkan salah seorang hamba sahaya dan tawanan perang untuk menjadi penuntunnya. Selain itu, Khalifah Umar juga memberi seorang pelayan dan lima unta dari unta zakat dan memberi sesuatu untuk kemaslahatan pada seorang pejuang dari Syam yang ingin pergi ke Yaman. Dia adalah seorang yang tangan kanannya buntung. Sebab, terlepas ketika Jihad perang Yarmuk. Sementara, untuk jaminan kebutuhan dasar publik seperti kesehatan pendidikan, dan keamanan bagi kaum disabilitas tidak akan dibedakan dengan orang normal lainnya. Selama mereka berada dalam warga daulah, mereka akan mendapatkan kebutuhan dasar publik secara gratis dan berkualitas.
Selain itu, dalam teknisnya negara yang berakidahkan Islam sejatinya akan menyediakan layanan istimewa karena kondisi para difabel memang membutuhkan penanganan ekstra. Contohnya, negara bisa membuat sekolah dan rumah sakit khusus difabel. Negara juga bisa memberikan santunan berupa alat bantu untuk kekurangan fisik mereka. Seperti alat bantu dengar, kaki palsu dan sebagainya.
Dengan begitu, para penyandang tetap bisa merasakan pendidikan terbaik, kesehatan terbaik dan keamanan yang terjaga.
Dalam kaitannya dengan infrastruktur, negara Islam akan memperhatikan pembangunan yang ramah difabel, agar nantinya mereka bisa menjalankan aktivitas secara mandiri termasuk untuk mencari nafkah dengan semisal membuat penanda khusus di jalan perindustrian sehingga orang tuna netra tahu batas tepi jalan dan terhindar dari resiko tertabrak.
Inilah jaminan yang digambarkan negara Islam (daulah) kepada warga negaranya penyandang disabilitas. Maka, dalam Islam, peran negara benar-benar hadir sebagai pengurus bukan berlepas tangan seperti negara dalam sistem kapitalisme .
Wallahualam bishawab. [Ys]
0 Comments: