OPINI
Menyoal Konsep Pendidikan Sekuler Vs Pendidikan Islam
Oleh. Mila Sari, S. Th. I
Teman Ngopiigu (Ngobrol Perkara Iman, Islam, Generasi dan Ummat)
Mirisnya pendidikan di Indonesia saat ini telah menjalar dari akar hingga daunnya. Bagaimana tidak? Kehancuran pendidikan telah tercermin dalam berbagai sisi, mulai dari asas yang melandasi, kurikulum yang dipakai, tujuan dan orientasi pendidikan, mengembangkan kemampuan individu, sampai tatanan konsep strategis hingga teknis.
Asas pendidikan hari ini yang dibangun atas dasar pemisahan agama dari kehidupan, telah melahirkan tatanan pendidikan sekularisme, yakni pemisahan agama dari pendidikan. Sekularisme pendidikan, tidak lagi mengindahkan nilai-nilai agama yang mesti dipahami oleh setiap individu. Alhasil, jadilah proses pendidikan berjalan tanpa acuan agama. Agama tidak dijadikan landasan dalam pendidikan sehingga output pendidikan menjadi bobrok dan rusak. Tak jarang kita mendengar adanya pelajar yang pacaran, zina, hamil di luar nikah, aborsi, pembunuhan, dan kisah-kisah sadis lainnya oleh karena peserta didik tidak lagi berpijak pada pijakan yang benar, yaitu aturan agama.
Sedangkan kurikulum yang dijalankan pun mengarah kepada akidah kapitalis yang berstandar kepada nilai-nilai manfaat dan materialisme. Semakin besar dan banyak manfaat yang diperoleh, maka fokusnya akan mengarah ke sana. Kurikulum yang lahir dari akidah kapitalistik melahirkan pendidikan yang materialistik pula. Hal ini dapat dilihat dari mahalnya biaya pendidikan sehingga tidak semua orang bisa mengenyam pendidikan yang baik. Tak jarang akhirnya cita-cita terkendala biaya sehingga jalan panjang bahkan jalan buntu tak jarang dilalui peserta didik dalam menempuh bangku pendidikan. Putus sekolah, kebodohan, pengangguran merupakan gambaran atas apa yang diciptakan oleh kurikulum.
Kurikulum yang diajarkan pun telah melahirkan nilai-nilai kebebasan dalam berpikir dan bertindak. Tidak ada visi keumatan yang terdapat dalam kurikulum hari ini. Semua hanya berfokus pada kepentingan semata, termasuk kepentingan para pemilik modal dan kongkalikong dengan penguasa. Pola hidup liberal dan hedonisme pun menjadi tidak terelakkan.
Adapun bila kita menilik pendidikan hari ini, tak lepas dari kepentingan mendapatkan materi, pangkat, jabatan, dan kekuasaan.
Dengan biaya pendidikan yang mahal, tak jarang output pendidikan menciptakan mesin uang sendiri sesuai profesi yang dilakoni dari proses pendidikan yang dijalani. Menciptakan produk-produk dengan pasar yang sudah ditargetkan sehingga tujuan pendidikan yang seharusnya menjadikan umat manusia semakin baik, justru menjadi target dan korban dari kaum terpelajar sebagai output dari pendidikan materialistik. Contohnya mengembangkan virus, kemudian menciptakan penawar dengan biaya yang tidak sedikit dan masyarakat yang notabenenya butuh, mau tidak mau tentu membayar sebanyak yang diminta.
Pengembangan kemampuan diri secara personal lebih kepada kepentingan pribadi. Namun juga tak jarang para peserta didik hari ini tak mampu untuk melakukan pengembangan diri ulah budaya hedonisme yang sudah menjalar seiring aliran darah dalam tubuh mereka. Tanpa memikirkan apa yang harus mereka lakukan untuk mengubah dunia menjadi lebih baik dengan proses pendidikan yang sudah mereka jalani selama ini.
Dilihat dari tatanan teknis. Jelas pendidikan hari ini telah gagal mengantarkan peserta didik kepada tujuan yang seharusnya, sebab budi pekerti luhur tidak didapatkan, ilmu yang dimiliki justru menjadi sarana untuk memeras dan menumbalkan manusia lainnya.
Bagaimana tidak? Mahalnya biaya pendidikan, susahnya akses seperti sekolah atau universitas yang jauh dan sulit dijangkau telah mampu menyempurnakan kemerosotan wajah dunia pendidikan hari ini. Sering kita mendengar adanya peserta didik yang berjalan jauh, melewati hutan atau menyeberangi sungai demi sampai ke sekolah tempat mereka menimba ilmu. Di berbagai daerah, masih banyak sekolah yang tak layak pakai dan sarana yang tak memadai.
Lebih miris lagi saat kita membicarakan perihal tenaga pengajar di negeri tercinta ini, nyaris tak ada harganya sama sekali. Baru-baru ini, sosial media dihebohkan dengan beredarnya kabar tentang seorang guru olahraga yang diserang oleh orang tua murid karena anaknya ditegur merokok di belakang sekolah. Tak terima anaknya ditegur, sang guru dianiaya oleh orang tua murid tersebut, akibatnya mata sang guru rusak dan harus segera diangkat.
Kasus lainnya, nasib guru honorer yang dibayar cuma sekitar tiga ratus ribuan dalam sebulan dan itu pun dibayarnya kadang sekali dalam enam bulan atau bahkan sekali dalam sembilan bulan. Bayangkan bila guru tersebut tulang punggung keluarga dengan tanggungan yang tidak sedikit.
Tentu pendidikan hari ini telah menjadi bencana bagi kehidupan saat ini dan kehidupan mendatang bila kita terus berdiam diri membiarkan pendidikan berjalan sesuai dengan konsep asas dan kurikulum kapitalisme. Harus ada upaya yang mendasar dan menyeluruh untuk membalikkan keadaan ini, karena ini adalah masalah yang serius menyangkut umat manusia dan generasi mendatang.
Islam memiliki gambaran, metode dan standar pendidikan yang mampu memanusiakan dan memuliakan umat manusia hingga akhir zaman.
Asas pendidikan yang berlandaskan kepada syariat Islam tentunya mampu membawa kepada tatanan yang akan mengantarkan kepada keberkahan hidup. Sebab bila itu diamalkan, tentu keberkahan dari langit dan bumi akan tercurah.
Kurikulum yang berpijak pada akidah Islam tentu menciptakan output pendidikan yang dengan ilmu dan tsaqofahnya, menjadi insan yang mulia dan berbudi luhur. Karena tujuan pendidikan tidak lagi berfokus pada kepentingan diri sendiri tetapi mengarah kepada upaya kebangkitan umat, sebuah visi mulia untuk memakmurkan bumi. Berkarya dan berprestasi untuk umat, yang hasilnya bisa dirasakan hingga hari kiamat. Sebagai pionir dalam segala kebaikan. Tentu kita tidak lupa sederetan nama dan hasil karya ilmuwan Islam sekelas Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, Al-Kindi, Maryam Astrulabi, Abbas ibnu Firnas, Fatimah Al-Fihri, Aisyah binti Abu Bakar, dan masih banyak lagi yang tidak tertuliskan satu persatu yang dengan ilmu dan tsaqofah yang mereka miliki, telah mampu merubah tatanan dunia dari gelapnya kebodohan menuju pancaran cahaya ilmu yang terang benderang. Manfaat keilmuan mereka tetap dapat kita rasakan hingga saat ini, bahkan sampai kapan pun jua saat semua makhluk punah dari bumi persada ini. Itulah visi keumatan yang terlahir dari akidah Islam yang mulia.
Belum lagi dalam pendidikan Islam, proses pendidikan dimudahkan sebab sekolah-sekolah atau universitas-universitas digratiskan. Mengapa demikian? Sebab hal ini merupakan satu dari kemaslahatan umat yang menjadi tanggung jawab penuh negara. Para peserta didik ditunjang sarana prasarana layak seperti laboratorium, perpustakaan, penginapan, restoran-restoran, transportasi, dan sarana pendidikan lainnya sesuai dengan kebutuhan mereka dalam mendapatkan dan mengembangkan ilmu yang mereka miliki.
Guru dan para pendidik begitu dimuliakan dengan adab. Mereka disejahterakan dan dibayar mahal oleh negara, sebab jasa yang telah mereka berikan. Tentu kita pernah mendengar berapa kisaran gaji atau ujrah guru saat masa Daulah Islam masih mengayomi semua kaum muslimin di dunia atau pada masa Umar bin Khattab, misalnya. Tentu bila kita bandingkan dengan kehidupan dan gaji guru hari ini, jelas tidak sebanding.
Untuk itu, sudah seharusnya kita berjuang untuk sama-sama memahami buruknya realitas pendidikan hari ini. Tentu adalah kerugian besar saat kita bertahan dalam kondisi hari ini. Butuh solusi sistem pendidikan yang dapat menyejahterakan, yang menjadikan peserta didik berilmu dan berakhlak mulia serta berprestasi untuk umat. Namun, semua itu tidak akan bisa kita dapatkan bila hanya merubah sistem pendidikan saja, sebab sistem pendidikan juga berjalan seiring dengan sistem lainnya yang seirama dan senada dengan sistem yang diterapkan.
Sehingga butuh bagi kita untuk merubah sistem yang diterapkan hari ini menjadi sistem yang sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal, dan menentramkan jiwa. Ialah sistem Islam yang memenuhi kriteria tersebut, yang dengannya sistem pendidikan Islam mampu menjadi kiblat dan mercusuar dunia selama hampir 14 abad lamanya dengan output para ilmuwan muslim yang memiliki visi keumatan yang mulia.
Dengan memahami Islam termasuk sistem pendidikannya, akan menjadikan manusia bertakwa. Bila setiap individu telah memiliki ketakwaan pada Rabnya, tentu kontrol sosial turut berjalan di tengah-tengah umat, yang pada akhirnya akan mendesak diterapkannya Islam atas mereka. Karena satu rasa itu tak cukup. Sama-sama merasakan fakta rusak itu belum mampu membawa kepada kesejahteraan, butuh satu pemikiran dan satu aturan, yaitu Islam. Dengan diterapkannya Islam dalam bingkai kehidupan, maka segala keberkahan dari langit dan bumi akan tercurah. [Ni]
0 Comments: