Headlines
Loading...
Minimnya Jaminan Keamanan Infrastruktur Negeri ini

Minimnya Jaminan Keamanan Infrastruktur Negeri ini

Oleh. Widhy Lutfiah Marha
(Pendidik Generasi)

Dalam beberapa waktu terakhir, negeri ini telah menjadi saksi bisu dari kisah-kisah pahit yang melibatkan pengemudi ojek online yang terjebak dalam perangkap kabel fiber optik mematikan (liputan6.com, 06/08/2023).

Kejadian tragis ini bukanlah yang pertama kali terjadi, bahkan sudah terjadi berulang kali. Masing-masing kasus membawa dampak yang tak terlupakan, baik dalam bentuk cacat fisik yang menghantui sepanjang hidup, maupun nyawa yang tiba-tiba terenggut dengan kejam. Tautan-tautan berita di atas hanya sedikit contoh dari rentetan insiden mengerikan yang telah terjadi.

Ironisnya, dalam setiap peristiwa tragis ini, kita tanpa henti dihadapkan pada pertunjukan saling lempar tanggung jawab di antara pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab. Seakan-akan, kasus ini hanyalah panggung sandiwara tak berujung di mana pelaku menghindar dari tindakan tegas. Tak heran jika masyarakat semakin hilang kepercayaan terhadap mekanisme penegakan hukum dan perlindungan yang semestinya mereka dapatkan.

Namun, ada satu hal yang jauh lebih dalam dan kompleks daripada sekadar saling menuding. Inilah akar masalah yang lebih mendalam dan mengkhawatirkan, yaitu minimnya perhatian terhadap aspek keselamatan dalam pembangunan infrastruktur. Ada berbagai faktor penyebab yang berkontribusi pada kondisi kritis ini. Salah satunya adalah pola tata kelola pembangunan yang seringkali memberikan tanggung jawab penuh kepada pihak swasta. Pada kenyataannya, pengawasan terhadap kualitas konstruksi dan aspek keselamatan seringkali terabaikan karena fokus utama yang mengarah pada keuntungan finansial semata.

Terkait dengan fenomena ini, perlu dicermati bahwa sistem ekonomi kapitalis turut berperan dalam membentuk paradigma yang melupakan esensi keselamatan. Dalam perjalanan sistem ini, aspek manusiawi seringkali terpinggirkan oleh laju pertumbuhan ekonomi yang tidak kenal ampun. Lalu, apakah tidak ada solusi lain? Seandainya pemerintah menjalankan peran sebagai pengatur yang lebih ketat, mungkin kisah-kisah mengerikan semacam ini bisa dihindari. Tetapi nyatanya, gambaran tersebut hanyalah ilusi semata.

Bila kita merunut kembali pada akar budaya dan prinsip yang mendasari, kita akan menemukan bahwa Islam telah memberikan pedoman yang jelas dan mendalam terkait dengan hal ini. Dalam ajaran Islam, setiap tindakan pekerjaan haruslah bermuara pada kualitas yang tinggi dan keamanan yang tidak boleh diabaikan. Tak hanya itu, Islam pun menegaskan bahwa setiap individu dan entitas memiliki tanggung jawabnya masing-masing. Pada titik ini, negara seakan menjadi pewaris dari tanggung jawab kolektif, yang menjadikannya pihak yang paling bertanggung jawab atas setiap risiko yang muncul.

Namun, realitas yang kita saksikan jauh dari gambaran ideal tersebut. Negara seakan menghilang di tengah-tengah bisingnya persaingan ekonomi global. Tanggung jawab untuk memastikan infrastruktur yang aman dan berkualitas seringkali terabaikan demi memenuhi target-target pertumbuhan ekonomi yang sangat ditekankan. Pertanyaan mendasar pun muncul: Apakah perlu ada korban nyawa dan cacat sebagai harga yang harus dibayar atas ketidakpedulian ini?

Dalam kacamata Islam, negara memiliki kedudukan yang sangat penting sebagai pengurus urusan rakyat. Negara diharapkan menjalankan peran ini dengan penuh tanggung jawab, mengutamakan kesejahteraan dan keamanan rakyatnya. Namun, nyatanya, kita telah melihat bagaimana peran tersebut semakin luntur, digantikan oleh agenda-agenda yang jauh dari inti tugas utama negara.

Kita berhadapan dengan dua pilihan yang krusial di hadapan paradoks ini. Pertama, kita dapat terus berpangku tangan dalam menghadapi masalah ini, membiarkan setiap kejadian tragis menjadi luka yang semakin dalam dan tak kunjung sembuh dalam ingatan kita. Kedua, kita bisa berdiri bersama, menuntut perubahan yang nyata, mendorong negara untuk menghidupkan kembali peran dan tanggung jawabnya dalam menjamin keamanan infrastruktur. Pilihan yang kita ambil akan menjadi cermin dari sejauh mana kita peduli terhadap nyawa dan keselamatan sesama, serta masa depan pembangunan negeri ini.

Jika kita ingin melangkah menuju masa depan yang lebih baik, di mana setiap warga negara dapat merasa aman dan dilindungi oleh negara, maka kita harus bersatu dan mengambil tindakan konkret. Negara tidak bisa lagi hanya menjadi penonton dalam tragedi keamanan infrastruktur yang terus terulang. Kita berutang kepada diri kita sendiri, para korban, dan generasi mendatang untuk menjadikan opini ini sebagai tonggak perubahan. Saatnya negara benar-benar menepati janjinya untuk melindungi dan menyejahterakan rakyatnya, tanpa terkecuali.

Namun, perubahan ini tidaklah mudah. Mengubah pola pikir dan tata kelola yang telah tertanam dalam struktur masyarakat dan pemerintahan memerlukan tekad dan kerja keras. Pertama-tama, diperlukan upaya menyeluruh dalam merumuskan kebijakan yang mengedepankan keselamatan dalam setiap tahap pembangunan infrastruktur. Negara harus mampu mengontrol dan mengawasi setiap aspek, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan proyek, tanpa kompromi terhadap kualitas dan keamanan.

Selanjutnya, transparansi dan akuntabilitas harus menjadi poin utama dalam setiap langkah. Pihak-pihak yang terlibat dalam pembangunan harus terbuka terhadap evaluasi publik dan kritik yang membangun. Masyarakat memiliki hak untuk mengetahui dan mengawasi bagaimana infrastruktur yang akan digunakan secara luas dirancang dan dibangun.

Selain itu, perlunya pendidikan dan kesadaran akan pentingnya keselamatan dalam setiap lapisan masyarakat juga menjadi faktor penting. Masyarakat harus memahami bahwa infrastruktur yang aman adalah hak yang harus diperjuangkan, bukan sekadar keberuntungan. Pendidikan mengenai keselamatan dan hak-hak masyarakat dalam konteks ini dapat menjadi kunci untuk mengubah _mindset_ dan menghasilkan tekanan sosial yang positif.

Pemerintah juga dapat memainkan peran penting dalam membentuk budaya keselamatan. Melalui kampanye publik yang masif, pemerintah dapat membentuk citra positif tentang keselamatan dan menanamkan nilai-nilai ini dalam kesadaran kolektif. Dengan merangkul unsur-unsur budaya, seni, dan media, pesan mengenai pentingnya infrastruktur yang aman dapat diakses dengan lebih mudah oleh berbagai lapisan masyarakat.

Namun, semua usaha ini tidak akan berhasil tanpa adanya komitmen nyata dari pemerintah dan para pemangku kepentingan. Keberhasilan perubahan ini memerlukan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil. Harus ada komitmen bersama untuk mengutamakan keselamatan di atas segalanya, bahkan jika itu berarti mengorbankan keuntungan finansial sementara.

Kita tidak bisa lagi mengabaikan kenyataan pahit bahwa setiap kejadian tragis yang melibatkan infrastruktur yang tidak aman adalah cermin kegagalan sistem yang telah lama berjalan. Saatnya untuk bangkit dan mengambil langkah-langkah tegas menuju perubahan. Negara harus mampu menjadi pelindung dan pengayom bagi rakyatnya, bukan sekadar entitas birokrasi yang jauh dari perhatian.

Dalam menghadapi tantangan ini, kita semua memiliki peran yang harus dimainkan. Setiap individu memiliki kekuatan untuk membentuk opini dan mempengaruhi perubahan. Saatnya untuk bersatu, mengampanyekan keamanan sebagai prioritas utama, dan menuntut langkah-langkah nyata yang akan menjaga setiap warga negara dari risiko yang tidak perlu. Dengan membangun momentum ini, kita dapat merajut masa depan yang lebih aman, adil, dan berkelanjutan bagi negeri ini dan generasi mendatang. Wallahualam bissawab. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: