surat pembaca
Ojol Menderita, Salah Siapa?
Oleh. Endah YW
(Kelompok Penulis Peduli Umat)
Jumlah driver ojek online (ojol) diprediksi akan mengalami penurunan drastis dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini disebabkan karena faktor pendapatan mereka yang mengalami penurunan. Pendapatan tersebut turun lantaran adanya potongan yang cukup besar yang dilakukan oleh perusahaan aplikasi ride hailing seperti Gojek maupun Grab. Sejumlah pengemudi ojol, mengatakan dalam sehari mereka memperoleh antara Rp10.000 sampai Rp100.000. Bahkan ada kalanya nol rupiah (CNBC.com, 26/07/2023).
Saat pertama kali muncul pada 2010-2015, penghasilan para pengemudi ojol bisa mencapai Rp 10 juta. Namun pada 2016-2018, pendapatan para driver mulai menurun hingga 50% dari sebelumnya. Hal ini diperparah dengan keadaan pandemi yang makin memotong pemasukan pengemudi (CNBC.com, 02/04/2023).
Pada akhir 2022 tahun lalu, tarif ojol sendiri telah resmi dinaikkan. Hal ini berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022 pada 4 Agustus 2022. Kendati begitu, mitra driver tak merasakan 'cipratan' penambahan pendapatan dari kenaikan tarif itu. Bahkan, pemotongan upah masih terjadi.
Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Taha Syafaril mengatakan pengguna ojol kerap berekspektasi layanan ojol meningkat berkat kenaikan tarif. Namun, itu tak bisa terjadi karena para driver empot-empotan kejar target dan tak dapat upah lebih. Mitra tidak bisa melakukan perbaikan layanan karena menerima pendapatan dari tarif yang makin kecil. Sangat banyak saingan dan harus menambah jam kerja. Menurutnya, yang merusak sistem transportasi online adalah aplikasi ojol itu sendiri. Dengan terus menambah biaya potongan tanpa peduli kesulitan mitra driver. Jika nantinya krisis driver benar-benar terjadi, siapa yang harus disalahkan?
Sesungguhnya krisis yang dialami oleh pelaku ojol dan para driver online yang saat ini terjadi tidak bisa dilepaskan dari persoalan sistemik yang terjadi di negeri ini. Mindset masyarakat tentang ekonomi, yang harus dipegang dalam beraktivitas ekonomi adalah prinsip “meraih keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya". Soal apakah nanti prinsip ini mengakibatkan kerugian pada pihak lain, itu soal lain. Yang terpenting adalah meraih keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Prinsip ini lahir dari cara pandang kapitalis yang menafikan unsur ruhiyah atau agama dalam beraktivitas. Wajar jika kemudian yang terjadi adalah pengabaian penderitaan pihak lain.
Bahayanya, ketika prinsip ini diambil oleh pihak yang punya otoritas atau pemilik modal, maka secara otomatis mereka akan melakukan ekspansi untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya dengan berbagai cara. Sementara pihak yang paling berpeluang untuk dikorbankan adalah para pekerja yang minim modal dan kekuasaan.
Dalam persoalan ojol, para pemilik platform ride hailing adalah para pemilik modal. Dengan perusahaan yang mereka miliki, mereka memiliki power untuk melakukan apa saja demi cuan dan membesarkan bisnisnya. Sementara penguasa adalah pemilik kekuasaan yang sangat mungkin berkelindan dengan para pemilik modal untuk mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada siapa yang mampu membayar dengan harga mahal. Dalam realitas ojol, para driver adalah pihak yang paling lemah yang mau tidak mau harus tunduk pada kebijakan dan kekuasaan.
Dalam pandangan Islam, supir ojol dan semua pekerja hakikatnya adalah bagian dari masyarakat yang menjadi tanggung jawab negara untuk terpenuhi kesejahteraannya. Dengan menjalankan prinsip ekonomi Islam, tujuan berekonomi bukan sekedar dalam rangka meraih materi sebanyak-banyaknya tapi untuk meraih keridaan Allah. Ada aspek ruhiyah dan keadilan dalam melaksanakan setiap kebijakan dan menjalankan kekuasaan.
Dalam sistem Islam, perusahaan pemilik platform gojek dll, serta pejabat negara harus tunduk pada hukum syariah yang diadopsi negara dan dikontrol oleh umat, tentu dengan spirit keimanan dan kemaslahatan umat. Ketika sistem ekonomi Islam berjalan di tengah-tengah masyarakat, keuntungan bukan hanya diraih oleh pemilik modal tetapi dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Negara menjadi pelindung para pekerja, mereka memperoleh hak-haknya dengan jaminan pelaksanaan sistem Islam kafah.
Wallahualam bissawab. [Ni]
0 Comments: