Headlines
Loading...
Peningkatan Kota Layak Anak, Benarkah Hidup Anak-Anak Sejahtera?

Peningkatan Kota Layak Anak, Benarkah Hidup Anak-Anak Sejahtera?

Oleh. Opa Anggraena

Beberapa hari yang lalu Hari Anak Nasional baru saja diselenggarakan. Berbeda dari tahun sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan jumlah penerima penghargaan Kota Layak Anak 2023 yang meningkat di masing-masing kategori.

Beliau mengatakan penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak 2023 merupakan suatu bentuk apresiasi atas segala komitmen dan keseriusan para gubernur, bupati, wali kota, dan jajarannya yang telah berupaya menghadirkan wilayahnya aman bagi anak (antaranews.com, 23/07/23).

Serius Layak Anak? 

Benarkah penghargaan yang meningkat tersebut sesuai dengan fakta di lapangan? Bukankah syarat menjadi kota layak anak harus memiliki lingkungan yang aman dan nyaman untuk tumbuh kembang anak, memberikan pendidikan yang berkualitas, serta memenuhi kebutuhan dasar anak seperti kesehatan, pangan, dan air bersih.

Faktanya, kasus stunting di Indonesia cukup tinggi. Permasalahan stunting tak hanya dihadapi Indonesia namun juga global. Laporan dari World Health Organization pada 2020, menyebutkan sebanyak 49,2 juta anak di bawah 5 tahun terlalu pendek untuk usianya (stunting), 45,4 juta terlalu kurus untuk tinggi badannya (wasting), dan 38,9 juta terlalu berat untuk tinggi badannya (overweight).

Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan pada 2022, menyebutkan prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 21,6 persen, yang mana mengalami penurunan jika dibandingkan SSGI 2019 dan 2021 dengan prevalensi balita stunting yakni 27,7 persen dan 24,4 persen (antaranews.com, 23/07/23).

Stunting Genting!

Stunting merupakan ancaman nyata yang harus ditanggulangi bersama, karena bukan hanya berdampak pada masa depan anak, tetapi juga masa depan bangsa.

Stunting atau tengkes disebabkan sejumlah faktor, mulai dari faktor individu seperti asupan makan individu atau penyakit yang diderita individu. Faktor lainnya, menurut para ahli, di antaranya pendidikan ibu, gizi selama kehamilan, ekonomi, sanitasi rumah tangga, serta akses, dan pemanfaatan layanan kesehatan.

Lagi-lagi faktor ekonomi sebuah keluarga pun menjadi salah faktor yang terpenting dalam tumbuh kembang anak. Di sistem saat ini para pejuang keluarga begitu sulit memperoleh kelayakan kehidupan bagi keluarganya. Terlebih peran negara yang menjadi benteng harapan terakhir bagi sebuah keluarga juga tidak bisa menjamin. Bagaimana tidak, saat pusat menggelontorkan dana untuk program perbaikan gizi anak-anak stunting, bagi sebagian orang itu menjadi ajang untuk mengambil keuntungan, pengelolaan dana yang tidak tepat hasilnya hanya memperkenyang perut sendiri untuk memuaskan hawa nafsunya.

Padahal, negara menjadi pilar penting terwujudnya anak sehat dan cerdas, di mana segala kebijakannya akan berpengaruh besar dalam keberlangsungan kehidupan masyarakat bahkan sebuah negara. Apalagi angka kemiskinan di negara ini pun tidaklah sedikit. Jika generasinya rusak, tidak sehat, SDMnya rendah dan tidak berkualitas, bagaimana bisa sebuah bangsa akan maju? Padahal SDA negara Indonesia sangatlah banyak. Sayang sekali para masyarakatnya tidak bisa menikmati karena keserakahan mereka yang berkuasa.

Islam Menjadi Solusi Tuntas

Satu-satunya solusi tuntas menangani stunting dan menjamin kesejahteraan anak adalah dengan mengganti sistem. Karena sistem yang saat ini diadopsi negara adalah sistem yang membuat kemiskinan terstruktur, sistem yang membuat negara tidak bisa meriayah (mengurus) masyarakatnya dengan baik. Maka, tidak ada solusi tuntas jika berharap pada sistem yang bukan Al-Qur’an dan hadis untuk menjadi landasan hukumnya. 

Sistem Islam memiliki sistem ekonomi yang terstruktur, berkonsep al-Qur’an dan as-Sunah sebagai pijakan perekonomian suatu negara. Jika ini diterapkan tentunya perekonomian tersebut akan berjalan lebih baik dan terarah sesuai dengan tujuannya yang mengacu pada kepentingan manusia untuk mencapai kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik. Tentu sistem ini akan berhasil diterapkan pada negara yang mengadopsi sistem Islam dalam segala aspek. Karena dari sistem Islam akan lahir para pemimpin muslim yang beriman dan bertakwa, yang sadar betul bahwa tugas dan tanggung jawabnya adalah meriayah umat dengan baik. 

Apalagi dalam sistem ekonomi Islam pemimpin harus sadar bahwa harta benda, aset bergerak dan tidak, serta seluruh sumber daya yang memiliki nilai ekonomi dipandang sebagai karunia dan titipan Allah Swt., yang perlu dijalankan dan dimanfaatkan bagi kepentingan umat. Begitu pun pada pelaksanaannya harus mengikuti aturan syariat yang mengharamkan riba di dalamnya.

Sudah seharusnya sistem Islam menjadi satu-satunya sistem yang di adopsi dalam suatu negara karena Islam baik dan selalu membawa kebaikan. Wallahualam bissawab. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: