surat pembaca
Potret Buram Dunia Pendidikan Kapitalisme
Oleh. Hana Salsabila AR
Dunia pendidikan kita saat ini sedang tidak baik-baik saja. Berbagai permasalahan terus terjadi dalam dunia pendidikan, salah satunya yang paling sering terjadi adalah kasus pembullyan atau perundungan. Baik itu berupa pembulyyan yang berbentuk verbal, non-verbal hingga berujung hilangnya nyawa.
Seperti kasus penusukan oleh siswa SMA yang terjadi di Banjarmasin beberapa waktu yang lalu, dimana pelaku mengaku sakit hati karena sering dibully oleh korban hingga bertekad untuk menusuknya. Kemudian kasus yang terbaru adalah adalah pembunuhan yang dilakukan oleh mahasiswa senior terhadap juniornya di UI. Dimana pelaku mengaku iri terhadap kesuksesan korban hingga tega membunuh dan mengambil hartanya.
Dan masih banyak kasus-kasus bullying lainnya yang terjadi di dunia pendidikan kita saat ini. Dimana permasalahan ini bukan sekali, dua kali saja terjadi, tetapi sudah terjadi berkali-kali. Namun sayang, permasalahan ini hanya ramai atau heboh sesaat saja yang akhirnya kasusnya menghilang tanpa ada solusinya.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) telah mencatat, ada empat kasus perundungan di lingkungan sekolah dari total 16 kasus selama Januari-Juli 2023. Empat kasus perundungan tersebut terjadi pada Juli 2023 di saat tahun ajaran 2023/2024 belum berlangsung satu bulan. “Dari 16 kasus tersebut, empat di antaranya terjadi pada Juli 2023,” kata Sekjen FSGI Heru Purnomo dalam rilisnya, pada Jumat, 4 Agustus 2023 (nasional.tempo.com, 4/8/2023).
Miris tentu saja jika keadaan tidak baik-baik saja ini harus berulang kembali dalam dunia pendidikan. Ada apa sebenarnya dengan dunia pendidikan kita saat ini? Institusi yang seharusnya bisa mencetak generasi-generasi terbaik penerus bangsa, namun justru tercoreng oleh berbagai kasus yang jauh dari tujuan pendidikan.
Menurut penelitian, pembullyan tidak akan terjadi kalau tidak ada faktornya. Faktor bullying biasanya disebabkan sakitnya mental pembully. Sementara saat ini banyak pelaku bullying seperti remaja disebabkan emosinya yang belum stabil. Kemudian rutinitas belajar mereka yang padat juga memicu munculnya emosi atau stress di kalangan siswa.
Sedangkan sekolah sendiri, kurikulum pelajaran yang ada saat ini justru telah menjauhkan siswa dari agama. Pendidikan agama yang hanya 2-4 jam seminggu dan itupun hanya bersifat teori saja, sangat jauh jika diharapkan untuk membentuk karakter dan akhlak yang baik pada anak.
Institusi sekolah saat ini lebih berfokus pada nilai akademik saja, siswa hanya disibukkan dengan urusan akademik dan minim dengan penanaman agama dan budi pekerti. Sehingga lahirlah siswa yang kompetetif di bidang akademik, namun minim akhlak atau moral. Maka wajar jika kasus pembullyan ini masih terus terjadi hingga saat ini.
Inilah akibatnya jika pendidikan dikuasai oleh kapitalisme, dimana semua menjunjung tinggi status materi dan ekonomi. Pendidikan yang melahirkan sosok-sosok yang berwatak materialis, dimana mereka mengenyam pendidikan bukan untuk menjadi manusia yang berilmu dan berakhlak yang mulia, namun demi pekerjaan yang layak dan menjadi kaya.
Hal ini sangat berrtolak belakang dengan Islam, dimana tujuan pendidikan bukanlah untuk mencari pekarjaan, namun untuk membentuk manusia yang berkepribadian Islam, berakhlak mulia juga menguasai ilmu dan teknologi. Oleh karena itu, pendidikan agama menjadi hal yang paling penting dalam Islam, bukan malah terpinggirkan seperti saat ini.
Pendidikan Islam telah membuktikan hal tersebut dengan lahirnya ilmuwan-ilmuwan hebat dan berakhlak mulia. Al kharizmi, Ibnu Sina, Al Farabi dan sederet ilmuwan-ilmuwan muslim lainnya merupakan bukti hebatnya pendidikan Islam. Kualitas pendidikan yang hebat seperti itu hanya bisa ditemui dalam pendidikan Islam, bukan pendidikan kapitalisme seperti saat ini.
Wallahu'alam bishawab.
0 Comments: