Headlines
Loading...
PPDB Usai, tetapi Masalahnya Tak Kunjung Selesai

PPDB Usai, tetapi Masalahnya Tak Kunjung Selesai

Oleh. Ummu Fahhala (Praktisi Pendidikan) 

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) telah usai tapi masalahnya masih berulang dan tak kunjung selesai. 

Seperti yang telah dilansir dalam validnews.id, ada beberapa masalah dalam proses PPDB, diantaranya kecurangan atau manipulasi data kependudukan, pungutan liar dan pencaloan praktik pungli, keterbatasan daya tampung sekolah, problem kelas ekonomi  menengah, serta kurangnya sosialisasi (validnews.id, 14/07/2023).

Bahkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil masih mengusut pemalsuan data dalam PPDB, serta membatalkan 4.791 siswa dalam PPDB Jabar 2023, karena adanya temuan kecurangan pemalsuan data (detikjabar.com, 17/07/2023). 

Hal itu mendorong unjuk rasa yang dilakukan oleh massa yang tergabung dalam Barisan Aksi (BARAK) di depan Gedung Sate dan rumah dinas RK, meminta tanggung jawab Gubernur Jabar untuk mengusut tuntas secara menyeluruh pelaku kecurangan dalam PPDB (kumparannews. com, 24/07/2023).

Jika sistem zonasi dalam PPDB dipandang sebagai salah satu upaya meningkatkan akses layanan pendidikan yang berkeadilan, pada faktanya banyak anak yang tidak bisa masuk ke sekolah negeri mana pun dan harus masuk swasta yang berbiaya mahal, akhirnya sebagian besar orang tua melakukan berbagai bentuk kecurangan supaya bisa memasukkan anak mereka ke sekolah negeri. Di samping itu juga ada oknum dari pihak sekolah serta jajarannya yang memanfaatkan sistem zonasi ini untuk 'jual beli' kursi. 

Sengkarut PPDB zonasi menguatkan pesan betapa lemahnya negara mengurus pendidikan warganya, padahal pendidikan adalah hak mendasar individu dan masyarakat. 

Akibat Paradigma Kapitalisme

Sejatinya problem PPDB zonasi ini tidak lepas dari paradigma pengelolaan kekuasaan yang menerapkan kapitalisme neoliberal. Alhasil negara dituntut memberi kesempatan seluas-luasnya kepada swasta atau masyarakat untuk terlibat dalam kewajiban yang seharusnya dilakukan negara, sementara negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator, bukan pelaksana atau operator. 

Karenanya, keberadaan sekolah swasta menjadi hal yang sangat diharapkan dan penting dalam bidang pendidikan.

Berkaitan dengan kurangnya daya tampung sekolah negeri, pemerintah malah memandang bahwa bermitra dengan swasta dianggap solusi, bukan membangun sekolah yang memadai. Padahal dalam sistem kapitalisme neoliberal, pendidikan dijadikan alat untuk mengeruk keuntungan yang sangat besar. Keterlibatan pihak swasta dalam dunia pendidikan, kebanyakan tidak lepas dari motivasi keuntungan materi. 

Dengan demikian, benang kusut PPDB zonasi sejatinya tidak akan terurai, selama negara tidak mengubah paradigma pelayanan pendidikan yang terkait dengan sistem politik demokrasi kapitalisme neoliberal, dengan sistem Islam. 

Solusi Islam

Dalam sistem Islam, kepala negara adalah pihak yang paling bertanggungjawab untuk menyelenggarakan pendidikan bagi semua warga negara. Negara hadir sebagai pelaksana dalam pelayanan pendidikan, karena Islam telah menempatkan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pengaturan seluruh urusan umat. Hal itu sesuai dengan hadis yang menyatakan bahwa seorang pemimpin negara adalah yang memelihara dan mengatur urusan rakyat dan kelak di akhirat, ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya (HR. Al-Bukhari). 

Dengan peran utama ini, negara bertanggung jawab untuk memberikan sarana prasarana yang memadai, baik gedung sekolah beserta seluruh kelengkapannya, guru profesional, kompetensi kurikulum sahih, maupun konsep tata kelola sekolahnya dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan.

Islam berpegang kepada tiga prinsip, yakni kesederhanaan aturan, kecepatan pelayanan, dan profesionalitas. Orang yang mengurusi PPDB dan pendidikan ketika menerapkan prinsip-prinsip ini, maka kerumitan mendaftar sekolah sangat bisa diminimalisasi.

Penanggung jawab negara tidak boleh menyerahkan urusannya kepada swasta. Meski demikian sekolah swasta tetap diberi kesempatan untuk hadir memberikan kontribusi amal salih pada bidang pendidikan, namun keberadaan mereka tidak sampai mengambil alih dan menggeser tanggung jawab negara.

Terkait urusan dana atau anggaran pendidikan, maka negara yang berdasarkan aturan Islam akan mengatur anggaran secara terpusat, dengan melakukan pembiayaan yang dikelola baitulmal. Negara akan mampu memenuhi seluruh kebutuhan pendidikan dengan lancar, karena pemasukan anggaran atau pendapatan baitulmal sangat banyak. 

Hal ini tentu dapat meminimalisasi problem kemampuan daerah yang bervariasi, sistem Islam juga senantiasa membangun suasana takwa warga negaranya. Negara akan terus membangun paradigma pendidikan sahih di tengah-tengah masyarakat, sehingga masyarakat tidak salah persepsi tentang pendidikan, mereka hanya mengejar capaian sahih dari proses pendidikan yakni berlomba-lomba mencari derajat tertinggi di sisi Allah melalui ilmu yang diraihnya dengan meningkatkan kepribadian Islam sehingga menjadi manusia yang bertakwa dan kompeten dalam IPTEK.

Dalam kondisi sekolah yang dikelola secara baik oleh negara, baik secara kualitas maupun kuantitas, maka akan berjalan dengan khidmat tanpa kisruh. Capaian pendidikan benar-benar optimal untuk membangun peradaban, inilah yang pernah terjadi di masa kegemilangan Islam selama kurang lebih tiga belas abad, pendidikan di masa itu menghasilkan ilmuwan yang berkontribusi sangat besar dalam kehidupan masyarakat, bahkan pengaruhnya pun masih bisa dirasakan sampai sekarang. 

Demikianlah, pengaturan sistem Islam terkait dengan pendidikan, sehingga kita akan mudah mendapatkan akses sekolah, disertai dengan pemenuhan kebutuhan pendidikannya secara menyeluruh, adil dan merata, karena pengaturan Islam berasal dari aturan Allah Swt., yang Maha Mengetahui kebutuhan makhluk-Nya. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: