surat pembaca
Raperda LGBT Solusi Parsial
Oleh. Upi Ainun
REBUBLIKA. CO.ID, SOREANG- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bandung, Jawa Barat, mendukung langkah Bupati Dadang Supriatna yang mengusulkan pembuatan peraturan daerah (Perda) terkait lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT). Adanya perda diharapkan dapat meminimalisasi dampak LGBT. Wakil ketua umum MUI kabupaten Bandung Eri Ridwan Latif mengapresiasi Bupati Bandung yang telah menunjukan perhatiannya terhadap persoalan LGBT. Disampaikan Bupati karena memang dari sudut pandang kemanusiaan (LGBT) situasi manusia yang terdegradasi, merupakan kemunduran, kata Eri, saat dihubungi, (Republika.co.id, senin 31/7/2023).
Di Kabupaten Bandung ini di larang keras untuk LGBT, kata Dadang, ahad 30/7/2023. Karena LGBT jelas-jelas menyalahi norma agama dan norma hukum. Juga karena LGBT itu akan melanggar dan bertentangan dengan agama manapun selain itu juga bertentangan dengan nilai manusia. Intinya secara pribadi maupun fraksi mendukung adanya perda pencegahan dan penanggulangan untuk menciptakan Bandung bermartabat dan agamis. Bupati Bandung juga mengatakan, wilayah yang banyak pesantren dan pemahaman keagamaan yang tinggi aspirasi dari kelompok masyarakat menginginkan agar praktik LGBT di kota Bandung tidak terus berkembang dan marak, sebab LGBT tidak sesuai dengan filosofi negara yaitu pancasila dan di larang agama.
Problem LGBT sebenarya merupakan problem yang sistematik, oleh karena peran negara sangatlah penting. Apakah mungkin negara yang menerapkan sistem kapitalis saat ini dengan berasas kebebasan mampu menyelesaikan problem (LGBT)?
Jelas mustahil, dengan mengingat banyaknya perilaku menyimpang timbul secara cepat di negeri ini.
Perda mungkin saja bisa mengurangi munculnya berbagai penyimpangan khususnya LGBT, tapi tetap tidak akan mampu menyelesaikan atau menghilangkan bibit-bibit LGBT. Ini terjadi jika perda itu sendiri bertentangan dengan sistem hidup yang dianut oleh negara tersebut. Belum lagi jika negara tersebut ada dibawah hegemoni negara asing maupun organisasi-organisasi dunia. Maka perda ini akan semakin tidak efektif diterapkan di suatu daerah. Karena negara akan mengikuti berbagai arahan negara asing maupun organisasi dunia. Yang pada faktanya mereka banyak mendukung eksistensi para kaum menyimpang ini dengan payung HAM. Jadi sekalipun di Bandung bisa diminimalisir jumlah kaum menyimpang ini, lalu bagaimana dengan wilayah lain yang tidak menerapkan perda yang sama?
Bisa kita bayangkan tentu di wilayah lain LGBT akan tumbuh subur.
Oleh karena itu, tidak ada solusi yang memutuskan pencegahan dan pemberantasan LGBT secara tuntas kecuali dengan menerapkan sistem Islam. Islam bukan hanya sekedar agama ritual semata, melainkan sebuah aturan bagi seluruh umat manusia. Islam merupakan solusi segala problematika kehidupan umat manusia termasuk problem LGBT.
Negara yang menerapkan peraturan Islam secara kaffah akan memberikan sangsi atau hukuman secara tegas terhadap pelaku LGBT sesuai syariat Islam. Dimanapun dan kapanpun selama ada di dalam wilayah kekuasaan negara Islam. Tidak akan terjadi perbedaan hukum atau kebijakan perda sekalipun. Apalagi terkait pelanggaran terhadap hukum Allah yang sudah jelas hukum dan sangsinya, ini adalah sebuah hal yang tidak boleh berbeda. Maka dari itu, LGBT pasti mampu dicegah dan dihentikan oleh sistem Islam yaitu dengan penerapan sistem Islam secara kaffah. Bukan sistem yang liberal yang penuh kebebasan dan perlindungan terhadap berbagai kemaksiatan atas nama HAM. Dan juga hukum yang terbuka untuk ditawar-tawar dan diperjual belikan.
Wallahu a'lam bish shawwab.
0 Comments: