Headlines
Loading...
Oleh. Selli Nuramalia
 
Tabung Gas LPG 3 kg dengan sematan tulisan ikonik hanya untuk masyarakat miskin. Tabung berwarna hijau melon kini langka di beberapa daerah di Indonesia. Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, menyatakan bahwa kelangkaan gas melon dikarenakan peningkatan konsumsi pada bulan Juli di masyarakat akibat libur panjang beberapa waktu lalu. 

Kendati demikian, Pertamina menjamin akan senantiasa berkomitmen menjaga pasokan di masyarakat tetap aman. Untuk menjaga ketersediaan stok LPG, Nicke memaparkan bahwa Pertamina melalui Subholding Commercial & Trading (PT Pertamina Patra Niaga) terus melakukan pemantauan pendistribusian yang juga bekerja sama dengan pemerintah dalam memastikan ketersediaan pasokan dan distribusi LPG 3 kg bersubsidi tepat pada sasarannya. 

Lebih lanjut Nicke juga memaparkan berdasarkan data pemerintah setidaknya ada 60 juta rumah tangga yang berhak menerima subsidi dari total 88 juta rumah tangga atau 68%, namun saat ini rumah tangga yang turut menggunakan LPG bersubsisi mencapai 96% dari total jumlah rumah tangga di Indonesia.
Atas fakta ini, ia menghimbau agar masyarakat membeli LPG sesuai dengan peruntukannya, karena LPG bersubsidi yang disediakan pemerintah sejatinya disediakan untuk konsumsi masyarakat kurang mampu (cnnindonesia.com 27 juli 2023).

Jika merunut pada nilai Garis Kemiskinan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) September 2022, sebesar Rp 535.547 per kapita per bulan. Artinya disini masyarakat yang mempunyai pendapatan dibawah Rp 535.547 per kapita masuk pada kategori masyarakat kurang mampu.  Pertanyaannya apakah masyarakat dengan pendapatan diatas angka tersebut adalah masyarakat berkecukupan? (www.cnbcindonesia.com 19 januari 2023).

Ironinya ditengah kelangkaan LPG 3 kg bersubsidi warna hijau (gas melon) yang di jual pada kisaran Rp20.000 di pasaran. Pemerintah meluncurkan LPG 3 kg non subsidi bermerk Bright (tabung pink) dengan harga lebih mahal seharga Rp56.000. Kebijakan tersebut pastinya membuat masyarakat terpaksa membeli LPG 3 kg non subsidi untuk memenuhi kebutuhannya. Melihat kondisi ini anggota DPR Komisi VII Mulyanto menyebut pemerintah super tega kepada masyarakat (www.dpr.go.id 27/7/2023).

Ketersediaan LPG ditengah masyarakat merupakan tanggung jawab pemerintah. Kelangkaan pasokan yang kerap terjadi sejatinya menunjukkan kegagalan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya. Kisruh Gas Melon di Indonesia saat ini sebetulnya bukan semata dikarenakan penyaluran yang tidak tepat sasaran maupun konsumsi masyarakat yang kian meningkat. Akan tetapi akar masalah dari problemantika ini diakibatkan karena faktanya hari ini negara ada dalam kungkungan sistem kapitalisme- neo liberal. 

Berdasarkan data yang dirilis kementrian ESDM, Indonesia di tahun 2021 memiliki cadangan gas alam atau gas bumi sebesar 41,62 triliun kaki kubik persegi (trillion square cubic feet/ TSCF). Sistem Kapitalisme- neoliberelisme inilah yang mempunyai andil dalam pelegalan liberalisasi migas. Walaupun notabene Indonesia adalah negeri yang kaya akan minyak bumi dan gas alam, faktanya masyarakat sampai saat ini belum bisa menikmati pemanfaatannya dengan murah apalagi secara cuma-cuma. Kenyataan pahit ini terjadi akibat negara menyerahkan pengelolaan hingga penjualan kekayaan sumber daya alam kepada pihak swasta.  Seperti kita tahu bersama, jika pengelolaan diserahkan pada swasta, tentu orientasinya bukan lagi sekedar pelayanan tapi berubah menjadi bussines and provit oriented.

Paradigma kepemimpinan yang diadopsi negeri dalam sistem ini menjadikan negara kehilangan fungsi sebagai pengurus umat, bahkan negara seperti ini hanya akan menjadi alat regulator untuk memenuhi kepentingan segelintir orang yang mempunyai banyak modal (capital). Alhasil setiap kebijakan yang dikeluarkan sama sekali tidak akan berpihak pada kemaslahatan dan kepentingan rakyat. Dalam kasus ini, hal itu dibuktikan dengan diluncurkannya LPG non subsidi yang beriringan dengan langkanya ketersediaan LPG bersubsidi di tengah masyarakat. Secara langsung kondisi ini jelas membuka kesempatan pasar pada para pengusaha. 

Inilah sengkarut pengelolaan migas dibawah sistem kapitalisme-neoliberal. Kendati sebanyak apapun regulasi atau perubahan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pada hakikatnya tidak ada satupun yang memudahkan hidup rakyat dan menjadi jalan pada terpenuhinya hak-hak rakyat. 

Dalam Islam, negara mempunyai kewajiban memenuhi kebutuhan pokok rakyat dan menjamin ketersediaannya agar dapat diraih dengan mudah dan terjangkau. Jaminan tersebut diberikan kepada warga negara sampai pada level individu per individu mencakup kebutuhan dasar (pangan, sandang, papan), layanan public, fasilitas umum, dan sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak termasuk di dalamnya minyak dan gas bumi. Sistem ekonomi Islam akan meniscayakan ketersediaan minyak dan gas alam sebagai sumber energi untuk semua masyarakat dapat diperoleh secara murah bahkan cuma- cuma. Karena dalam Islam sumber daya alam termasuk di didalamnya migas adalah milik seluruh kaum muslim. Oleh karena itu setiap individu rakyat dalam negara Islam berhak memperoleh manfaat sekaligus pendapatan dari harta kekayaan milik umum baik rakyat itu orang miskin ataupun kaya, dewasa maupun anak-anak. 

Untuk sumber daya alam yang pemanfaatannya tidak bisa diperoleh secara langsung seperti pada minyak dan gas bumi, maka negara bertugas untuk mengambil alih penguasaan berikut eksploitasinya mewakili kaum muslim lalu menyimpan hasil pendapatan dari harta tersebut dalam Baitul maal kaum muslim. Kepala negara dalam negara Islam memiliki wewenang dalam pendistribusian hasil dan pendapatan dari sumber daya alam tersebut sesuai ijtihad dan pendapatnya yang dilandaskan pada hukum- hukum syariat untuk mewujudkan kemaslahatan kaum muslimin. Pendistribusian hasil pengelolaan migas yang dikelola oleh negara kemudian digunakan untuk membiayai seluruh proses operasional produksi migas mencakup riset, eksploitasi, pengolahan hingga pendistribusian di SPBU, pembayaran seluruh kegiatan administrasi dan pegawai terkait semisal karyawan, tenaga ahli dan direksi yang terlibat dalam pengelolaan migas. Kemudian hasil dari pengelolaan migas juga dibagikan kepada rakyat yang sejatinya pemilik sumber daya alam. 

Negara Islam bersifat independent dan tidak terikat pada intervensi negara atau pihak tertentu sehingga mempunyai kebebasan dalam pengelolaan dan pembagian hasil sumber daya alam kepada rakyatnya. Negara bisa saja membagikan migas secara gratis untuk dimanfaatkan rumah tangga atau individu rakyat ataupun menjual dengan harga semurah murahnya. Bahkan membagikan kembali hasil keuntungan harta milik umum termasuk dalam pengelolaan migas kepada masyarakat. Semua hal itu dilakukan negara semata-mata untuk menjamin kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat. 
Wallahu‘alam bishawab. 

Baca juga:

0 Comments: