OPINI
Sport Tourism dan Kesejahteraan Berbasis Ekonomi Islam
Oleh. Widhy Lutfiah Marha / Pendidik Generasi
Fenomena "olahraga sambil berwisata" yang mengilhami istilah sport tourism saat ini sedang populer di negara kita. Selain menjadi platform untuk menyelenggarakan kegiatan olahraga, sport tourism juga berperan dalam mempromosikan keindahan pariwisata dan memperkenalkan objek menarik di lokasi acara tersebut.
Trend sport tourism mampu menarik minat wisatawan untuk melakukan perjalanan dengan tujuan menyaksikan ajang olahraga di tempat tertentu. Tingginya popularitas sport tourism di Indonesia dinilai sebagai awal yang positif untuk mengangkat sektor pariwisata di tanah air.
Prospek sport tourism atau pariwisata berbasis olahraga di Indonesia diperkirakan akan mencapai nilai sekitar Rp18.790 triliun pada tahun 2024 mendatang (tirto.id, 11/08/2023).
Namun, terkait konsep sport tourism sebagai pilar ekonomi nasional, hal ini mencerminkan kekurangan dalam mencari solusi strategis untuk meningkatkan pendapatan negara.
Dalam kapitalisme, pariwisata merupakan salah satu sumber devisa utama bagi negara, bersanding dengan pajak dan utang. Pariwisata juga diakui sebagai sektor kunci dalam pertumbuhan ekonomi global.
Namun, perkembangan sektor pariwisata bisa menimbulkan masalah baru, karena selain aspek ekonomi, juga berkaitan dengan dampak sosial. Di sisi lain, negara tampaknya mengabaikan sumber pendapatan yang lebih berkelanjutan dan strategis, seperti pengelolaan sumber daya alam yang melimpah.
Perkembangan pariwisata juga membawa risiko terhadap kedaulatan negara, terutama dalam konteks pembangunan kapitalis yang dapat mempermudah campur tangan lembaga keuangan internasional atau negara pemberi bantuan untuk menawarkan utang luar negeri.
Partisipasi investor swasta semakin menggarisbawahi pengabaian negara terhadap kesejahteraan rakyat, seperti yang terjadi di stadion Mandalika. Situasi ini menunjukkan dominasi kepentingan kapitalisme oleh pihak berkuasa, yang lebih mementingkan profit maksimal.
Berbeda dengan pendekatan pengelolaan pariwisata dalam kerangka ekonomi Islam.
Dalam Islam, pariwisata bukan hanya sebagai sumber pendapatan, melainkan juga sebagai sarana untuk memperkuat iman dan pemahaman Islam. Tempat-tempat wisata yang dikembangkan bertumpu pada potensi alam atau peninggalan sejarah Islam.
Dalam sistem ekonomi Islam, pendapatan negara berasal dari sumber yang diatur oleh syariat, dengan fokus pada kesejahteraan rakyat. Prinsip-prinsip Islam dalam pengelolaan sumber daya alam dapat membantu menjaga sumber daya alam dan memberikan manfaat kepada masyarakat.
Pengelolaan sumber daya alam dalam kerangka ekonomi Islam diatur dengan prinsip-prinsip yang memastikan pemanfaatan yang bijak dan berkelanjutan. Terdapat dua pendekatan dalam pengelolaan sumber daya alam di negara yang menerapkan sistem ekonomi Islam.
Sumber daya alam yang bisa langsung dimanfaatkan oleh rakyat:
Sumber daya alam seperti padang rumput, sumber air, laut, dan lainnya yang dapat langsung dimanfaatkan oleh masyarakat, diawasi oleh negara Islam untuk memastikan penggunaan yang tidak merugikan. Dalam hal ini, tujuannya adalah untuk menjaga keseimbangan dan mencegah dampak negatif terhadap lingkungan.
Sumber Daya Alam yang Memerlukan Investasi Besar:
Sumber daya alam yang membutuhkan biaya besar, tenaga ahli, teknologi canggih, seperti tambang minyak dan gas, dikelola secara mutlak oleh negara. Dalam pengelolaannya, negara menjaga eksplorasi, eksploitasi, dan pengelolaannya agar sesuai dengan prinsip keadilan dan kepentingan masyarakat.
Dalam mengelola sumber daya alam, negara Islam dapat bekerja sama dengan sektor swasta melalui kontrak ijarah atau sewa jasa. Namun, peran swasta terbatas pada kerjasama dan pelayanan, tanpa memberikan wewenang untuk menguasai sumber daya alam yang dikelola. Dengan demikian, pengelolaan sumber daya alam tetap berada di tangan negara dan manfaatnya diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat.
Dalam konteks ekonomi Islam, pendapatan negara berasal dari berbagai sumber seperti kharajiyah (pajak tanah), ussyuriyah (pajak hasil pertanian), ghanimah (harta rampasan perang), dan khumus (pajak hasil pertanian dan pertambangan). Pendapatan ini kemudian digunakan untuk kepentingan masyarakat, termasuk penyediaan pendidikan dan layanan kesehatan gratis, subsidi bahan bakar, serta penciptaan lapangan kerja yang luas.
Sistem ekonomi Islam mengatur secara rinci bagaimana negara harus mengelola keuangan dan sumber daya alam dengan tujuan memastikan kesejahteraan rakyat. Konsep ini diwujudkan melalui prinsip-prinsip ekonomi yang adil, berkelanjutan, dan membawa manfaat nyata bagi seluruh umat.
Dalam pandangan Syeikh Taqqiyudin An-Nabahani, ekonomi Islam memiliki kapasitas untuk mengatasi berbagai masalah umat manusia, termasuk pengelolaan sumber daya alam demi kemaslahatan umat. Penerapan prinsip-prinsip Islam dalam sistem ekonomi suatu negara memberikan harapan akan terwujudnya keadilan, kesejahteraan, dan keberlanjutan dalam pengelolaan sumber daya alam dan perekonomian secara keseluruhan.
Kesimpulannya, paradigma ekonomi Islam menyajikan alternatif pengelolaan pariwisata yang berlandaskan pada keadilan dan kesejahteraan umat. [MA]
0 Comments: