Headlines
Loading...
Aturan Golden Visa Disahkan, Siapa yang Diuntungkan?

Aturan Golden Visa Disahkan, Siapa yang Diuntungkan?

Oleh. Umi Hafizha

Pemerintah telah resmi mengesahkan kebijakan golden visa. Visa ini hanya diberikan kepada warga negara asing (WNA) yang berkualitas demi pengembangan ekonomi negara. Salah satunya adalah sebagai penanam modal secara mandiri maupun korporasi.

Warga negara asing pemegang golden visa bisa menikmati sejumlah manfaat eksklusif, seperti jangka waktu lebih lama, kemudahan dan keluar masuk Indonesia, serta tidak perlu lagi mengurus izin tinggal terbatas (ITAS) ke kantor imigrasi. Golden visa ini diberikan sebagai dasar pemberian izin tinggal dalam jangka waktu 5 tahun hingga 10 tahun dalam rangka mendukung perekonomian nasional. Untuk dapat tinggal di Indonesia selama 5 tahun, warga negara asing dengan status investor perorangan yang akan mendirikan perusahaan di Indonesia diwajibkan berinvestasi sebesar US$ 2.5 juta (Rp38 miliar) (Tirto.id,3/9/23).

Sementara itu untuk masa tinggal 10 tahun, nilai investasi yang disyaratkan adalah US$ 5 juta (Rp76 miliar). Sementara itu bagi investor korporasi yang membentuk perusahaan di Indonesia diwajibkan menanamkan investasi sebesar US$ 25 juta (Rp380 miliar).

Kebijakan golden visa ini juga sudah diterapkan di negara-negara lain, seperti Uni Emirat Arab, Jerman, Italia hingga Spanyol. Kebijakan ini diambil untuk meraup manfaat, seperti menarik investor hingga menjaring inovasi (detikNews.com, 3/9/23).

Kebijakan golden visa sejatinya menunjukkan bahwa perekonomian negara ini sangat bergantung pada investasi, selain utang. Padahal negeri ini sangat kaya sumber daya alam yang mampu memiliki kemandirian ekonomi. Namun, lagi-lagi negara membiarkan sumber daya alam dikelola dan dikeruk keuntungannya oleh asing.

Disamping itu kebijakan ini menyebabkan risiko fiskal dan makro ekonomi, seperti fluktuasi ekonomi yang cepat, sebab asing sangat mungkin memindahkan investasinya ke negara lain yang memiliki skema investasi yang lebih menarik. 

Keuntungan terbesar dari kebijakan golden visa ini sesungguhnya hanya akan didapatkan oleh pihak negara asing. Sebab melalui investasi asing yang makin masif, maka dengan kekuatan monopoli asing, kebijakan negara akan mudah disetir oleh mereka. Penentuan harga barang atau jasa yang jadi objek investasi, seperti migas, listrik, tarif jalan tol, layanan publik lainnya, bahkan termasuk bidang pendidikan dan kesehatan pada akhirnya akan ditetapkan asing, rakyat pun akan semakin sengsara.

Selain itu, kebijakan ini juga menampakkan perlakuan istimewa negara terhadap warga negara asing yang ingin berinvestasi di negara ini dengan dalih memajukan perekonomian negara. Padahal kebijakan pemberian izin tinggal dan kewarganegaraan berbasis investasi ini adalah kebijakan yang tidak adil dan diskriminatif bagi rakyat. Mengingatkan orang yang memiliki uang dalam jumlah banyaklah yang akan mendapatkan hak eksklusif untuk tinggal, bekerja, dan melakukan usaha di suatu negara.

Kondisi ini menggambarkan watak sistem ekonomi kapitalistik yang berjalan di negara ini. Di mana negara hanya menjadi pihak yang condong pada kepentingan para pemilik modal lokal maupun asing. Negara selalu memperluas ruang bagi para kapitalis membuka dan memperbesar usahanya, sementara rakyat negeri sendiri yang sebagian besar tidak memiliki modal usaha dipersulit lapangan pekerjaannya. Inilah gambaran negara dalam sistem demokrasi-kapitalisme yang terus-menerus mengabaikan kepentingan dan urusan rakyatnya.

Berbeda dengan sistem Islam yang diterapkan dalam institusi negara. Islam memiliki aturan dalam mengatur investasi asing yang menjadi bagian dari politik luar negeri negara khil4f4h. Islam tidak menampik keberadaan investor, baik warga negara asing maupun khil4f4h. Hanya saja investasi tersebut harus sesuai dengan hukum syariat. Islam membolehkan investasi asing dengan tiga syarat yang sangat ketat.

Pertama, Investasi asing tidak boleh masuk dalam hal pengelolaan SDA milik umum, pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, dan kebutuhan hidup orang banyak.

Kedua, Investasi asing tidak boleh mengandung riba, baik dengan bunga ataupun kontrak-kontrak yang bertentangan dengan syariat.

Ketiga, Investasi asing tidak boleh menjadi sarana terciptanya penjajahan ekonomi dan terciptanya monopoli ekonomi.

Hanya saja dalam sistem ekonomi kapitalisme semua rambu-rambu investasi ini dilanggar. Jelas investasi terjadi pada harta milik individu yang dibolehkan oleh syari'at, maka Khalifah hanya membolehkan warga negara asing yang berasal dari negara yang tidak termasuk negara kafir harbi fi'lan atau negara yang memerangi khil4f4h secara fisik.

Dalam sistem Islam, pendapatan negara tidak terpaku hanya pada investasi semata. Dalam sistem keuangan negara Islam telah menjelaskan secara lengkap sumber pemasukan negara yang di kumpulkan oleh lembaga negara yaitu Baitul Mal. Secara garis besar ada tiga sumber yang pertama dari pengelolaan atas kepemilikan umum yaitu air, padang rumput atau energi, listrik, barang-barang tambang, sungai, laut dan lain-lain.

Dalam kepemilikan umum ini, negara hanya sebagai pengelola dan wajib mengelolanya sebagai bentuk tanggungjawab untuk mengurusi kepentingan rakyat. Kedua dari pengelolaan fai', kharaj, ghanimah, dan jizyah serta harta milik negara, dan ketiga dari harta zakat, mencakup zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, zakat unta, sapi, dan kambing.

Islam mengharuskan negara membuat kebijakan yang memberikan kemudahan kepada rakyatnya, bahkan memberikan subsidi dan dan bantuan untuk meningkatkan perekonomian rakyat dan menjamin kesejahteraan rakyatnya. Sungguh hanya dengan penerapan syariat Islam secara menyeluruh, yang akan menjamin terwujudnya kebaikan dan keberkahan hidup bagi umat manusia. Wallahu'alam bishawab. [Hz]

Baca juga:

2 komentar

  1. Yups Benar Banget, Hanya Dengan Penerapan Sistem Islam Secara Kaffah Agar Semua Tertata Sempurna. Barakallah Bund Naskahnya Next ditunggu naskah terbaiknya 🥰❤️

    BalasHapus