Headlines
Loading...
Oleh. Dwi Moga

Semua orang pun tahu korupsi adalah perbuatan yang merugikan negeri. Harta negara yang merupakan hak rakyat, dinikmati untuk kepentingan sendiri. Sungguh tak layak untuk diikuti. Butuh segera tersolusi agar tak jadi penghambat majunya negeri. 

Namun sayang, inginnya terbebas dari korupsi tak diiringi dengan upaya yang berarti. Betapa tidak, realita yang terjadi menunjukkan bukti. Jelang Pemilu tahun 2024, diketahui bahwa ada sejumlah mantan terpidana korupsi masuk dalam daftar sementara bakal calon legislatif. Menurut hasil temuan Indonesia Corruption Watch (ICW), setidaknya ada 15 nama mantan koruptor dalam Daftar Calon Sementara (DCS) bakal caleg di tingkat DPR RI maupun DPD RI, (m.kumparan.com, 27/08/2023). 

Memang miris namun begitulah realitanya ketika kita hidup dalam lingkup sistem kapitalisme. Sistem yang menghamba pada uang, manfaat dan keuntungan semata. Jabatan bisa dibeli, aturan pun bisa diakali. Semua demi eksistensi diri. 

Negeri ini ingin bebas dari korupsi, namun payung hukum malah melindungi. Atas nama HAM, aturan dari KPU yang pernah secara gamblang melarang napi korupsi mendaftar sebagai calon anggota DPR, DPRD, serta DPD, justru dibatalkan oleh MA. Hal ini berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 30 P/HUM/2018. Dalam putusan itu disebutkan bahwa MA mengabulkan gugatan Lucianty atas larangan eks napi koruptor nyaleg yang diatur di Pasal 60 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 Tahun 2018. MA menuliskan sejumlah pandangan terkait dicabutnya larangan tersebut. Diantaranya mengaitkan larangan tersebut dengan Hak Asasi Manusia (HAM) hingga alasan tumpang tindih peraturan, (cnnindonesia.com, 24/08/2022). 

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 240 ayat (1) Huruf G tentang Pemilu, tidak ada larangan khusus bagi mantan napi kasus korupsi untuk mendaftar sebagai caleg DPR dan DPRD hanya saja mantan napi yang hendak mencalonkan diri sebagai anggota legislatif perlu membuat keterangan pernah dipenjara sebagai syarat administratif pencalonan. Selain itu, eks koruptor yang hendak menjadi peserta Pemilu 2024 bakal diwajibkan mengumumkan statusnya sebagai mantan narapidana melalui media massa, (kompas.com, 22/09/2022).

Sekularisme Buka Pintu Korupsi 

Tak bisa dipungkiri juga bahwa ongkos demokrasi memang sangat tinggi. Hingga siapa yang mampu, tak peduli bagaimana reputasinya, maka akan diterima menjadi Bacaleg. Sebaliknya, orang yang baik dan mempunyai kapabilitas, tanpa dukungan modal pasti akan tersingkir di era demokrasi ini. Jika mereka para mantan napi korupsi diberikan kesempatan menjabat lagi, bukan tidak mungkin korupsi akan dilakukan kembali. Mengingat sistem hukum di negeri ini untuk menjerat para koruptor tak membuat mereka jera. Sekularisme, sistem yang menjauhkan agama dari kehidupan, memberi kesempatan untuk melakukan kemaksiatan tanpa ada rasa takut pada Ilahi. Lalu bagaimana dengan nasib negeri ini?

Islam Rahmatan lil Alamin 

Tentu saja kita tidak bisa tinggal diam, harus ada langkah yang dilakukan. Sebagai seorang Muslim kita harus selalu menjadikan agama ini sebagai solusi. Termasuk dalam urusan memilih wakil rakyat. 

Menjadi wakil rakyat adalah amanah. Amanah yang mulia sebagai penyambung lidah atau aspirasi rakyat. Pengemban amanahnya tentu tak boleh sembarang orang. Mereka haruslah orang-orang yang terpercaya. Pribadi-pribadi berakidah kuat dan bertakwa serta memiliki rasa takut pada Allah Swt dalam dirinya. Senantiasa menjadikan aturan-aturan Allah sebagai satu-satunya sumber hukum untuk menjalankan kebijakan-kebijakan negara.

Penerapan syariat Islam secara kafah terbukti mampu mencegah dan mengatasi kemaksiatan, seperti tindak korupsi. Melalui mekanisme penggajian yang layak, larangan suap menyuap, perhitungan harta, hingga sanksi yang tegas bagi para pelaku kejahatan yang mampu memberikan efek jera dan pertobatan abadi. 

Namun hal ini hanya bisa diterapkan dalam sistem Kh1l4f4h Islamiyah yang menerapkan Islam secara kafah. Tidakkah kalian rindu akan tegaknya sistem yang mulia ini? Sistem yang menjamin kehidupan adil dan sejahtera bagi semua. Seperti firman Allah Swt dalam surat Al-Anbiya Ayat 107 yang artinya "Kami tidak mengutus Engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam."

Dan dalam hadits riwayat An-Nasa’i, Nabi Muhammad  saw bersabda "Seorang Muslim itu adalah orang yang manusia lainnya merasa aman dari (kejahatan) lisan dan tangannya dan orang mukmin adalah orang yang manusia lainnya merasa aman atas darah (jiwa) dan harta mereka."

Wallahualam bishawab. [Ys]

Baca juga:

2 komentar

  1. Yups...Sekularisme, sistem yang menjauhkan agama dari kehidupan, memberi kesempatan untuk melakukan kemaksiatan tanpa ada rasa takut pada Ilahi. Lalu bagaimana dengan nasib negeri ini?
    Namun hal ini hanya bisa diterapkan dalam sistem Kh1l4f4h Islamiyah yang menerapkan Islam secara kafah. Suatu tindakan perbuatan yang tidak diperkenankan hanya Sistem Islam sajalah yang mampu mencegahnya. Barakallah Mbak Naskahnya Next ditunggu naskah terbaiknya 🥰❤️

    BalasHapus
  2. Sangat rindu Bun dengan kembalinya sistem khil4f4h, semoga dalam waktu dekat kita semua segera merasakannya, Aamiin.

    BalasHapus