OPINI
Badai Masalah LPG Tak Kunjung Usai, Saatnya Solusi Sistemik Mengurai
Oleh. Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
Masalah LPG terus menjadi polemik hingga kini. Harganya yang cenderung terus naik, membuat rakyat kalang kabut. Komoditas strategis ini terus menuai masalah. Mulai dari segi produksi dan distribusinya dikatakan sebagai proses yang tak sehat. Kebijakan yang telah ditetapkan pun, belum juga mampu menyelesaikan masalah.
Teka-teki Masalah LPG, Terbelit Sistem Ekonomi Kapitalistik
Harga gas LPG tabung ukuran 3 kg dan 12 kg, dikabarkan naik menjadi Rp22.000/3 kg dan Rp253.500/12 kg (dataindonesia.id, 5/9/2023). Tak ayal, kenaikan harga LPG pun mengawali naiknya beberapa komoditas lainnya. Kenaikan harga ini bukan yang pertama kalinya. Sejak awal konversi dari minyak tanah ke LPG, yakni 2007, harga LPG cenderung naik. Salah satunya disebabkan pengurangan nilai subsidi, yang dinilai pemerintah membebani anggaran APBN. Diketahui per Agustus 2022, data Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa subsidi yang ditetapkan untuk gas LPG sebesar 71% per tabung gas, yaitu senilai Rp31.275 dengan harga keekonomian mencapai Rp44.025/tabung (insight.kontan.co.id, 1/1/2023). Sedangkan pada tahun 2023, subsidi ini berkurang 12% dibanding tahun 2022. Lagi-lagi, beban rakyat pun kian berat.
Kebijakan diskriminatif yang ditetapkan pemerintah dengan menetapkan gas LPG 3 kg hanya untuk rakyat miskin, tak mampu menyolusi masalah yang ada. Justru sebaliknya, masalah kian rumit, kelangkaan dan pembatasan distribusi LPG 3 kg terjadi di sebagian besar daerah. Penggenjotan distribusi LPG non subsidi pun disajikan untuk meredam kelangkaan. Memaksa masyarakat kalangan menengah ke atas agar beralih ke LPG non subsidi.
Masalah pelik LPG terus berulang hingga kini. Sistem ekonomi kapitalisme menjadikan hubungan antara penguasa dan rakyat, hanya sebagai hubungan transaksional. Penguasa menjual segala sumber daya yang notabene milik rakyat dengan harga selangit. Sementara ekonomi rakyat semakin terpuruk.
Betapa buruk tata kelola migas dalam tatanan kapitalisme. Semua kebijakan hanya berorientasi keuntungan materi semata. Tanpa mengindahkan kebutuhan rakyat. Pihak negara yang tak mampu mengelola sumber daya, justru menyerahkan sumber daya tersebut kepada pihak swasta dan asing. Sistem kapitalisme melegalkan swastanisasi dan privatisasi sumber daya. Inilah kesalahan terbesar kapitalisme. Konsep ini juga yang menciptakan masalah yang terus berulang dan makin rumit.
Tak hanya itu, dalam sistem kapitalisme, subsidi terhadap kebutuhan rakyat dianggap sebagai beban. Akhirnya subsidi-subsidi itu dikurangi atau bahkan dihilangkan. Rakyat pun makin kesusahan. Dari sini sangatlah jelas, bahwa sistem kapitalisme meniadakan fungsi negara sebagai pengurus rakyat. Negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator. Otomatis, hilanglah perisai rakyat. Tak ada lagi yang mampu melindungi kehidupan rakyat. Sudahlah kekayaan rakyat dirampok, saat rakyat membutuhkannya rakyat harus membayar dengan harga mahal. Tentu saja, konsep ini adalah kezaliman yang nyata.
Kandungan gas alam yang melimpah, justru diekspor besar-besaran ke luar negeri (cnbcindonesia.com, 18/7/2023). Sebetulnya ada wacana akan distop, namun faktanya eskpor tetap berjalan. Sumber daya yang seharusnya dikelola untuk rakyat, justru dijual demi keuntungan sesaat. Wajar saja, rakyat makin melarat. Inilah zalimnya konsep kapitalistik.
Jelaslah, betapa dahsyat kerusakan yang ditimbulkan sistem destruktif ini. Sampai-sampai kerusakan ini terus berulang dan semakin memperparah keadaan. Meskipun solusi diversitas sumber energi terus disampaikan para ahli sistem dan sumber energi, namun semua solusi ini dianggap angin lalu yang akan mengganggu konsep untung rugi yang terus dibidik para oligarki kapitalis.
Tak layak sistem kapitalisme dijadikan panduan kehidupan. Akibatnya yang zalim hanya menyisakan kesengsaraan bagi seluruh rakyat.
Konsep Islam yang Menyejahterakan
Islam, satu-satunya konsep amanah yang menjanjikan harapan. Sistem Islam dalam wadah Kh1l4f4h menegaskan larangan adanya praktik legalisasi privatisasi dan swastanisasi sumber daya yang dibutuhkan seluruh umat.
Seperti yang disabdakan Rasulullah saw., ”Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang gembala, dan api.” (HR. Abu Dawud).
“Dan harganya adalah haram.” (HR. Imam Ibnu Majah)
Kh1l4f4h berfungsi sebagai ra'in (penggembala) dan junnah (perisai) yang akan senantiasa melindungi setiap kebutuhan umat. Tak ada diskriminasi miskin atau kaya, bahkan tak ada juga pembedaan agama. Semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan yang optimal dan maksimal dari Kh1l4f4h. Dan semua konsep ini menjadi prioritas utama pelayanan terhadap umat.
Dalam Kh1l4f4h, tak ada istilah subsidi, karena semua pelayanan diberikan secara cuma-cuma oleh negara. Setiap sumber daya yang ada dikelola oleh negara secara menyeluruh tanpa ada intervensi pihak asing. Apabila Kh1l4f4h membutuhkan teknologi untuk mendukung pengolahan sumberdaya, maka akan ditetapkan biaya sewa ('ajir) atas teknologi tersebut. Dan Kh1l4f4h tetap memegang kendali atas sumberdaya dan menetapkan kebijakan yang ada. Semua ditetapkan demi menjaga kebutuhan dan maslahat umat.
Diversitas sumber energi yang disarankan para khubara (ahli) akan ditetapkan sebagai kebijakan yang mampu menjaga stabilitas sumber energi demi keberlanjutan sumber energi yang terus dibutuhkan dalam proses kehidupan.
Pengelolaan yang memadukan syariat Islam dalam kebijakan Kh1l4f4h akan melahirkan berkah bagi semua umat dan melestarikan sumber daya alam. Kesejahteraan rakyat pun akan tercipta sempurna.
Inilah solusi sistemik yang mampu mengurai teka-teki ruwetnya penyediaan sumber daya energi untuk kehidupan rakyat. Tak ada pilihan lain, hanya syariat Islam-lah satu-satunya solusi cerdas yang menyelamatkan.
Wallahualam bissawab. [Ni]
Yups, hanya syariat Islam-lah satu-satunya solusi cerdas yang menyelamatkan. Barakallah Mbak Naskahnya Next ditunggu naskah terbaiknya 🥰❤️
BalasHapus