OPINI
Bisnis Narkoba di Lapas, Kok Bisa Lepas?
Oleh. Hana Salsabila AR
Ketika pelaku narkoba (baik pengedar dan penikmat) sudah di jatuhi hukuman penjara , maka seharusnya mereka sudah tidak ada celah untuk berbuat jahat lagi. Tapi ternyata, ada oknum tertentu yang masih curi-curi kesempatan mengedarkan/berbisnis narkoba, yang bahkan dilakukan saat mereka masih ada di Lapas. Kok bisa?
Beberapa waktu lalu, publik dihebohkan dengan penemuan narkoba oleh petugas Lapas Klas IIA Pematang Siantar Jalan Asahan KM 6 Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun, Sabtu (2/9) sekitar jam 12.00 WIB. Kemudian ada Kadafi alias David, bandar narkoba kelas kakap yang menjadi narapidana kasus narkoba. David diduga masih bisa mengendalikan bisnis narkobanya dari balik penjara. Hal ini disampaikan oleh Direktur Direktorat Narkoba Polda Lampung Kombes Erlin Tangjaya. Sementara, istri David (Adelia putri Salma) diduga juga membantu kejahatan suaminya.
Kasus penemuan narkoba di Lapas adalah sebuah bukti tentang lemahnya penjagaan yang ada di Lapas. Tempat yang seharusnya akan mengawasi setiap gerak-gerik dari tahanan yang ada di dalamnya, termasuk terhadap siapa saja yang keluar masuk dan berkunjung di dalamnya.
Maka harusnya kasus seperti ini tidak akan terjadi jika Lapas menjaga dengan ketat.
Narkoba memang sangat mengenakkan bagi para pemakainya. Efek euforia yang ditimbulkan dari konsumsi narkoba ini dimanfaatkan orang-orang guna menghilangkan stres sementara akibat tekanan hidup. Tidak peduli efek negatif jangka panjang dari narkoba yang sampai bisa mencacatkan saraf hingga kematian.
Pengedarnya pun berotak kapitalis sehingga hanya memikirkan keuntungan besar yang diraupnya tanpa peduli nyawa orang lain.
Oleh karena itulah bagi yang terjerat hawa nafsu dunia dan imannya lemah, maka mereka dengan mudahnya bisa terjerat kasus ini. Ditambah dengan adanya sanksi yang tidak tegas dan membikin jera. Akhirnya, pemakai dan pengedar narkoba pun tidak merasa takut untuk terus mengulangi perbuatannya.
Permasalahan narkoba yang terus terjadi ini merupakan bukti kelemahan sistem hukum sekuler kapitalisme yang dipakai negara ini. Jumlah kasus narkoba yang terus berulang bahkan bertambah dan belum bisa terselesaikan saat ini menunjukkan gagalnya sistem dalam menjaga masyarakat dari bahayanya barang haram ini.
Oleh karena itulah, Islam memberikan pandangan yang tegas tentang pemasalahan narkoba. Islam memandang bahwa narkoba adalah barang haram, sehingga tidak boleh memakai dan mengedarkannya. Rasulullah bersabda:
"Rasulullah melarang seriap barang yang memabukkan dan yang melemahkan akal dan badan." (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Dalam Islam, kedudukan narkoba sama dengan khamr (minuman keras). Sebab ia menyebabkan akal seseorang menjadi lemah atau tidak sadar, bahkan bisa menyebabkan kematian. Karena bahaya yang besar yang ditimbulkan oleh narkoba, maka Islam akan akan melarangnya dan akan menindak tegas bagi para pemakai dan pengedarnya.
Dalam kasus narkoba, negara Islam akan menerapkan sanksinya berupa ta’zir, yaitu sanksi yang ditentukan oleh penguasa (khalifah) saat itu. Sanksi tersebut bisa dengan dipenjara, denda, dicambuk hingga dihukum mati, sesuai dengan tingkat kejahatan yang dilakukan dan bahayanya bagi masyarakat.
Sebagaimana Khalifah Umar bin Khattab yang pernah menerapkan hukuman cambuk sebanyak 80 kali kepada peminum khamr. Maka hal ini pun bisa diterapkan bagi para pemakai narkoba. Sedangkan bagi para produsen atau pengedar narkoba, maka hukumannya tentu lebih berat. Karena kejahatan mereka yang membahayakan masyarakat.
Dan saat sanksi sudah dijatuhkan, maka tidak ada lagi yang namanya keringanan atau pengurangan hukuman. Inilah bentuk ketegasan hukum Islam bagi masyarakat yang diterapkan dalam sistem Islam. Aturan ini telah terbukti efektif dalam meminimalisir berbagai kejahatan dan kriminal di masyarakat. Wallahu alam. [ry]
0 Comments: