Headlines
Loading...
Generasi Millenial Terancam Tunawisma, Bukti Gagalnya Perlindungan Negara

Generasi Millenial Terancam Tunawisma, Bukti Gagalnya Perlindungan Negara

Oleh. Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)

Hunian atau tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Namun, apa jadinya jika harga hunian kian waktu kian tak menentu? Semakin mahal dan naik setiap waktu. 

Millenial Terancam Homeless, Kapitalisme Makin Mengusik

Kehidupan kian hari kian sulit. Tak hanya kebutuhan sandang dan pangan. Kebutuhan papan pun kini dalam ancaman. Sekretaris Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Dedi Syarief Usman, mengungkapkan generasi millenial di Indonesia masih kesulitan membeli hunian tetap mereka, baik rumah maupun apartemen (liputan6.com, 31/8/2023). Hal ini dikarenakan gaya hidup yang tinggi dan tidak diimbangi dengan gaji yang seimbang. Tak hanya itu, kenaikan harga hunian pun lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan gaji. Ancaman homeless pun dikatakan akan menyapa generasi millenial.

Solusi praktisnya, generasi millenial lebih memilih menyewa hunian seadanya dibandingkan memiliki hunian sendiri. Karena biaya uang muka dan cicilan yang cukup tinggi. Meskipun pemerintah telah memberikan bantuan kepemilikan hunian, khususnya untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), namun program insentif tersebut masih belum bisa menopang kebutuhan seluruh penduduk terkait kepemilikan hunian. 

Menanggapi hal tersebut, Menteri PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), Basuki Hadimuljono mengaku masih berusaha mencari skema yang tepat agar memudahkan para millenial memiliki hunian pertama (antaranews.com, 1/9/2023). Basuki pun mengharapkan agar skema tersebut berada di bawah Rp 3 juta untuk cicilan per bulannya dengan bunga cicilan yang bisa ditekan hingga di bawah 8 persen.

Fakta tersebut menunjukkan betapa buruknya tata kelola kehidupan rakyat di bawah kendali sistem kapitalisme. Sistem yang hanya mengutamakan keuntungan bagi para korporasi oligarki. 

Dalam hal penyediaan hunian layak, banyak perusahaan oligarki yang justru mencari sasaran empuk, yaitu generasi millenial urban yang memiliki lifestyle standar tinggi. Sementara penghasilan bulanan pas-pasan. Apalagi biaya hidup di kota besar terbilang tinggi. Tak ayal, mereka pun akhirnya menjadi korban. 

Di sisi lain, orientasi pembangunan hunian bukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Namun lebih mengutamakan keuntungan secara materi. Meskipun dikatakan murah, tetap saja standar murahnya tak mampu dijangkau masyarakat umum.

Kebutuhan hunian sebetulnya kebutuhan yang mendesak. Namun sayang, saat negara tak mampu menyediakan, justru para korporasi oligarki yang beraksi. Skema riba pun ditawarkan. Dengan menjanjikan berbagai keringanan dan kemudahan. Namun, faktanya tak sesuai harapan. 

Sistem kapitalisme hanya menyisakan kesulitan. Setiap kebutuhan dasar hidup rakyat tak mampu dipenuhi optimal oleh negara. Karena setiap sumberdaya yang seharusnya diperuntukkan untuk optimasi pemenuhan kebutuhan rakyat, justru diprivatisasi oleh pihak yang hanya ingin mengeruk keuntungan pribadi. Bahkan banyak sumberdaya alam yang tak mampu dikelola negara secara langsung. Alhasil, swastanisasi menjadi hal lumrah. Rakyat pun harus membayar mahal dalam memenuhi setiap kebutuhannya. Termasuk kebutuhan hunian. Sistem kapitalisme inilah biang kerok segala bentuk kesusahan rakyat. 

Selayaknya sistem destruktif ini segera ditinggalkan. Kemudian menggantinya dengan sistem yang amanah mengurusi semua kebutuhan rakyat. 

Islam, Satu-satunya Harapan Pasti

Syariat Islam menetapkan pemenuhan segala kebutuhan rakyat adalah tanggung jawab negara. Termasuk dalam penyediaan hunian layak bagi seluruh rakyat. 

Rasulullah saw. bersabda,

" Imam adalah pelayan dan ia bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya." (HR. Bukhori).

Sistem Islam dalam wadah institusi khil4f4h-lah, satu-satunya harapan yang mampu dijadikan mewujudkan mimpi seluruh rakyat. Yaitu hidup sejahtera, tentram, dan terpenuhinya seluruh kebutuhan dengan mudah. 

Dalam memenuhi hak asasi rakyat berupa hunian yang layak, khil4f4h memiliki strategi khusus. Diantaranya, negara akan menetapkan kebijakan dan skema kepemilikan hunian yang mampu dengan mudah dijangkau seluruh rakyat. Semua dikelola negara tanpa ada privatisasi, apalagi swastanisasi. Jikapun ada skema kredit, akan ditetapkan kebijakan kredit tanpa bunga. Karena dalam syariat Islam, bunga sebesar apapun termasuk riba dan haram hukumnya. Perumahan-perumahan layak huni banyak dibangun oleh khalifah sebagai bentuk usaha optimalisasi pemenuhan hak asasi setiap warga negara. Bukan untuk tujuan bisnis. 

Sumber biaya pembangunan perumahan rakyat berasal dari pos baitul maal. Bukan dari utang luar negeri yang akan mengancam kedaulatan dan kemandirian institusi khil4f4h. Sumber pemasukan khilafah telah ditetapkan dalam pos-pos tertentu, seperti jizyah, kharaj, ghanimah, fa'i, dan pos-pos lainnya. Konsep inilah yang menjadikan negara khilafah mandiri dan kuat secara finansial. 

Bagi rakyat yang sama sekali tak mampu mengakses kepemilikan rumah, akan dibantu sepenuhnya oleh khilafah. Karena khilafah adalah perisai yang menjaga nyawa rakyat. 

Alhasil, setiap rakyat terpenuhi segala kebutuhannya secara utuh. Berkah pun tercurah sempurna. Betapa indahnya tata kelola pengaturan kehidupan berdasarkan syariat Islam. Hidup sejahtera hanya dalam naungan khil4f4h yang menerapkan syariat Islam secara kafah.

Wallahualam bishawwab. [Ys]

Baca juga:

4 komentar

  1. Betul-betul sengsara hidup di sistem kapitalis ini. Rakyat harus membayar mahal dalam memenuhi setiap kebutuhannya.

    BalasHapus
  2. Yups kesengsaraan selalu dirasakan khususnya pada rakyat karena sistem kapitalis yang kian tak terbendung. Itulah mengapa pentingnya hukum dari Allah ditegakkan, Ya sistem syariat Islam kaffah agar tatanan kehidupan kembali jaya dan teratur sempurna. Barakallah Mbak Naskahnya, Next ditunggu naskah selanjutnya.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus

  4. Gempuran sistem kapitalisme yang luar biasa masif membuat hidup rakyat kian terlilit. Hidup di zaman ini jika tidak kuat imannya apapun akan di terjang demi memenuhi kebutuhan hidup. Termasuk kebutuhan papan ( tempat tinggal) yang layak. Sudah seharusnya bisa dinikmati seluruh warga tanpa harus bersusah payah dan memaklumkan riba.

    BalasHapus