Headlines
Loading...
Harga Beras Meningkat, Tuai Keluhan dari Masyarakat

Harga Beras Meningkat, Tuai Keluhan dari Masyarakat

Oleh. Yuki Zaliah

"Kemaren beli telor dan seneng banget karna harganya turun, eh pas tadi beli beras ternyata si beras naek harganya, kunaon gantian kitu si harga naek turunnya." Tulis seorang ibu rumah tangga dalam statusnya di media sosial.

Beberapa netizen lainnya juga menyampaikan keluhan yang sama di media sosial. Memang begitu faktanya, selalu saja ada kebutuhan pangan yang harganya naik.

Kali ini, beras jadi "tokoh utama" pasar. Pelan tapi pasti, harga beras terus merangkak naik. Sejak satu bulan terakhir, harga beras di Pasar Dargo Kota  Semarang, mengalami kenaikan antara Rp 2.000 hingga Rp 2.500 per kilogramnya (Kompas.tv, 30/8/2023)

Mengapa Harga Beras Naik?

Peningkatan harga sumber karbohidrat ini bukan hal baru. Terutama di musim kemarau. Menurunnya jumlah panen disinyalir menjadi faktor utama penyebab kenaikan harga. 

Tidak hanya itu, terdapat berbagai macam spekulasi terkait kenaikan harga beras. Pertama, meningkatnya suhu permukaan air laut yang disebabkan oleh El Nino. Hal ini membuat kekeringan ekstrem di pertanian. Kedua, pemerintah India menutup ekspor beras nonbasmati (beras pecah). Ketiga, persaingan pasar yang hanya berorientasi pada keuntungan pribadi. Tidak peduli apakah pasokan melimpah atau sedikit. Keempat, semakin meluasnya lahan subur yang dijadikan pemukiman atau industri sehingga lahan pertanian kian sempit. Kelima, biaya produksi yang tinggi seperti pupuk dan tenaga kerja. Juga disinyalir menjadi penyebab naiknya harga kebutuhan primer ini.

Ancaman Krisis Pangan

Dampak kenaikan harga beras tentu dirasakan oleh masyarakat. Terutama masyarakat kalangan menengah ke bawah. Mereka harus mengatur ulang keuangannya agar cukup untuk membeli beras yang layak konsumsi.

Memang, tingginya harga beras mendatangkan keuntungan bagi pihak petani. Namun, hanya petani bermodal besar saja yang mampu bertahan mengelola sawahnya. Petani yang tidak memiliki modal lebih memilih menanam tanaman palawija seperti jagung, singkong, dan sebagainya. Atau bahkan lahan tersebut dibiarkan begitu saja tanpa dikelola.

Masyarakat desa mungkin bisa mengonsumsi bahan subtitusi (sumber karbohidrat) lainnya seperti ubi-ubian, singkong, jagung, dan lain sebagainya. Namun, bagi masyarakat kota yang hanya bergantung pada persediaan beras, cukup sulit menyesuaikan diri tanpa mengeluh. Ditambah anggaran lainnya yang harus tersedia seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, kuota, dan lainnya.

Jika harga beras terus mengalami kenaikan, krisis pangan bisa saja terjadi. Bahkan ada kemungkinan menelan korban.

Kedaulatan Pangan Lemah

Harga sembako yang mudah naik membuktikan bahwa kedaulatan pangan di negeri ini masih tergolong lemah. Entah memang persediaannya yang menipis atau permainan bisnis, para pemangku kebijakan yang seharusnya bisa menangani hal ini seperti hilang kendali.

Berbagai upaya untuk menormalkan harga beras sudah dilakukan seperti impor beras, operasi pasar, mematok harga, dan lain-lain. Namun, nyatanya harga sembako tidak kunjung menurun. Justru merangkak naik.

Kebijakan India menutup keran ekspor beras non basmati pun turut mengguncang harga beras dalam negeri. Padahal seharusnya, sebagai negara penghasil beras, hal ini tidak berdampak. Namun lagi-lagi, negara seakan tidak memiliki kekuatan untuk melindungi kestabilan harga beras dalam negeri.

Konversi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman atau industri oleh para kapitalis juga memprihatinkan. Kebijakan sebagai solusi terkait permasalahan ini pun tidak jelas. Apakah ada hubungannya dengan pajak perindustrian dan perumahan yang cukup menggiurkan? 

Contoh Kesejahteraan dalam Kepemimpinan Islam

Sebuah kisah yang cukup famous tentang Khalifah Umar bin Khattab. Beliau sosok pemimpin bertakwa yang berpenampilan sederhana, berjiwa kuat, dan sangat bertanggungjawab dalam menyejahterakan umat. Saat beliau berkeliling di rumah-rumah penduduk, beliau mendengar tangisan anak-anak yang kelaparan dari sebuah rumah. Keluarga tersebut tidak memiliki bahan makanan untuk dimasak. Meski kejadian seperti ini terbilang langka pada masa kepemimpinan beliau. Namun, membuat beliau merasa cemas, khawatir kalau hal ini menyebabkan kemurkaan Allah SWT terhadap dirinya sebagai pemimpin negara. Lalu dengan kedua tangannya sendiri, Umar bin Khattab mengantarkan bahan pangan kepada keluarga miskin tersebut.

Begitu pula para khalifah lainnya yang bekerja untuk meraih rida Allah Swt berdasarkan hadits Rasulullah Saw. "Setiap kalian adalah pengurus dan penanggungjawab atas urusannya. Dan Imam (penguasa) ialah pengurus dan hanya dialah yang jadi penanggung jawab atas urusannya." (HR. Bukhari, Shahih Bukhari, 8/253).

Mereka dipilih sebagai pelayan umat. Mengurus berbagai urusan umat, termasuk urusan pangan. Pemimpin menjalankan amanah dengan penuh ketakwaan. Mengutamakan kemaslahatan umat bukan untung rugi bagi pendapatan negara.

Cara Islam dalam Menguatkan Kedaulatan Pangan

Pertama, Islam melindungi tiga jenis sumber daya alam yakni air, api, padang rumput. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad Saw. ," Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad). 

Ketiga hal ini menjadi sumber pendapatan utama negara dalam Islam. Tidak seperti negara kapitalis sekuler yang mengandalkan pajak.

Salah satu faktor menurunnya hasil panen adalah lahan subur yang kian sempit akibat pengalihan fungsi oleh para kapitalis. Dalam hal ini ada peraturan Islam yang membolehkan negara atau warga mengelola tanah-tanah yang tidak diurus oleh pemiliknya. Bahkan dapat mengambil alih tanah-tanah mati untuk dimanfaatkan kembali. Sehingga hasil pertanian bisa meningkat. 

Sangat berbeda dengan sistem kapitalis sekarang ini. Banyak kita temui tanah-tanah terbengkalai yang dibiarkan begitu saja. Lahan subur yang produktif kian sempit tetapi tidak memiliki kekuatan untuk memperluas lahan.

Kedua, dalam peraturan Islam, pemerintah dilarang mematok harga. Karena hal itu merupakan kezaliman. Lalu bagaimana solusi yang diambil dalam peraturan Islam agar harga kebutuhan pangan tetap stabil? Yakni dengan memastikan ketersediaan barang kebutuhan dan mengatur/memangkas rantai distribusi.

Ketiga, dalam pemerintahan Islam, pemimpin dan para pembantunya (pejabat terkait) akan mendorong rakyat dan mereka yang memiliki keahlian untuk berupaya mengembangkan kualitas benih, pupuk, metode pertanian dan seterusnya demi mencapai hasil yang maksimal. 

Dengan pengelolaan sumber daya alam yang baik secara independen, akan meningkatkan kas negara. Maka besar kemungkinan kebutuhan pertanian seperti benih dan pupuk dapat diperoleh secara mudah dan murah bahkan gratis.

Keempat, saat masa paceklik, otomatis negara akan menutup keran ekspor untuk barang yang dibutuhkan oleh penduduknya. Misal, di dalam negeri mengalami kelangkaan beras, maka pemerintah akan melarang ekspor beras ke luar negeri. Hal ini dilakukan untuk memastikan kebutuhan penduduknya tercukupi. Tanpa tergoda keuntungan yang lebih besar jika mengekspor barang tersebut.

Kelima, Islam memimpin secara terpusat. Bukan berdasarkan otonomi daerah. Sehingga  diupayakan pendistribusian kebutuhan pangan dan hasil kekayaan alam yang dikelola negara akan diberikan merata ke setiap daerah. Sehingga kesejahteraan masyarakat dapat dirasakan oleh setiap individu. Baik di perkotaan maupun di pelosok desa. Wallahu a'lam bishowab. [ry].

Baca juga:

1 komentar

  1. Yups seharusnya seorang pemimpin yang dipilih sebagai pelayan umat. Mengurus berbagai urusan umat, termasuk urusan pangan. Pemimpin menjalankan amanah dengan penuh ketakwaan. Mengutamakan kemaslahatan umat bukan untung rugi bagi pendapatan negara. So, hanya pada sistem Islam sajalah yang mampu menyelesaikan segala hal yang ada. Barakallah Mbak Naskahnya Next ditunggu naskah terbaiknya 🥰❤️

    BalasHapus