Headlines
Loading...
Karhutla Terus Berulang, Musibah atau Kelalaian?

Karhutla Terus Berulang, Musibah atau Kelalaian?

Oleh. Dyan Shalihah

Kemarau yang berkepanjangan membawa dampak buruk bagi lingkungan, salah satunya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Titik kebakaran hutan dan lahan terjadi hampir di seluruh provinsi Kalimantan. 

Manager Kampanye Hutan dan Kebun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Ully Artha Siagian menyampaikan kejadian karhutla yang terus menerus terulang disebabkan karena pemerintah yang tidak serius mengurus Sumber Daya Alam.
"Karhutla ini kejadian yang terus menerus mengulang, akar persoalannya adalah salah urusnya negara  dalam konteks pengelolaan sumber-sumber kehidupan atau Sumber Daya Alam," (Tempo.co/20/8/2023).

Di kabupaten Tapin Kalimantan Selatan, kebakaran hutan dan lahan merambat sampai ke jalan dan dapat membahayakan pemukiman warga, sehingga api harus dipadamkan dengan air dari mobil tangki BPBD Tapin. Selain itu, kebakaran juga menimbulkan kabut asap sehingga sempat mengganggu mobilitas  masyarakat dan kebutuhan pokok karena pendistribusian yang tertunda.

Asap dari kebakaran dapat mengganggu pernafasan manusia karena banyak mengandung zat kimia berbahaya juga terdapat partikel abu.

Dampak Penyalahgunaan Kebijakan

Di dalam negara yang menganut sistem kapitalisme, menilai segala sesuatu dengan sudut pandang materi, maka tak dapat dielakkan jika pengelolaan dan pemanfaatan hutan diserahkan kepada swasta sebagai pemilik modal dengan dalih investasi, sehingga negara memberikan izin kepada pemilik modal untuk mengelola kawasan hutan atau yang disebut dengan konsensi.

Maka tidak heran jika kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan disebabkan oleh pembakaran secara sengaja oleh oknum perusahaan yang memiliki izin konsensi. Tindakan pembakaran hutan menjadi pilihan dan jalan pintas karena tidak banyak memakan biaya dibandingkan dengan cara tidak dibakar.

Hal tersebut disebabkan oleh dua hal:
Pertama, masalah regulasi yang mengatur tentang permasalahan hutan, akses pembukaan lahan yang mudah dan tidak terbatas maksimal kepemilikan luasan lahan hutan oleh pemilik modal. Sehingga para pemilik modal dengan leluasa membuka lahan untuk kepentingan bisnisnya.

Kedua, tingginya tuntutan pasar dunia terhadap komoditas unggulan seperti sawit. Tingginya permintaan terhadap sawit membuat tindakan pembukaan lahan hutan untuk dijadikan perkebunan sawit menjadi lebih besar.

Pembukaan kebun sawit secara besar-besaran juga menimbulkan masalah multidimensi, karena melibatkan investor yang belum tentu memiliki perhatian terhadap dampak lingkungan, pemangku kebijakan yang permisif, dan keadaan ekonomi masyarakat yang membutuhkan mata pencaharian.

Selain itu lemahnya pengawasan oleh pemerintah terhadap tindakan pembukaan lahan sehingga mengakibatkan tidak jeranya para pelaku pembakaran hutan. Penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran hanya menyentuh masyarakat bawah tanpa menyentuh aktor utamanya.

Dengan kata lain dapat disimpulkan, selama ini penegakan hukum sama sekali tidak memberi efek jera sehingga membuka peluang penyalahgunaan konsensi yang diberikan oleh negara, serta abainya perusahaan negara dalam penjagaan hutan sebagai paru-paru dunia. 

Maka terbukti firman Allah dalam surah Ar Ruum: 41
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut di sebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar)"

Pengelolaan Hutan di dalam Islam

Islam memiliki aturan yang jelas dalam mengatur tata kehidupan manusia pun dalam mengatur pengelolaan sumber daya alam termasuk mengatur dan memanfaatkan hutan.

Nabi saw. bersabda:
"Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput, dan api,"(HR Ibnu Majah).

Hutan adalah kesatuan ekosistem yang harus dijaga kelestariannya. Di samping hutan adalah milik umum namun negara yang wajib mengelola serta pemanfaatannya untuk diberikan ke masyarakat seluas-luasnya. Maka jelas tidak boleh dikuasai oleh segelintir orang termasuk pemilik modal, dan juga dalam pengelolaan tidak boleh membahayakan kehidupan dan lingkungan.

Dengan demikian, untuk mengatasi masalah kebakaran hutan dan lahan yang terjadi setiap tahun, mau tidak mau kita harus kembali pada ketentuan syariat Islam. Selama pengelolaan hutan masih didasarkan pada aturan kapitalis sekuler maka tak akan banyak manfaat yang didapat oleh rakyat dan justru kehilangan keberkahan. Seperti kondisi saat ini, ditengah keberlimpahan hasil hutan tapi rakyat masih hidup dalam kemiskinan. Hal itu disebabkan keberlimpahan hasil hutan hanya dinikmati oleh para pemilik modal.

Maka dari itu, sudah selayaknya kita kembali pada aturan yang benar yang berasal dari Allah Swt. Yaitu menerapkan seluruh syariat Islam di bawah naungan Khil4f4h Rasyidah.
Wallahualam. [Ys]

Baca juga:

1 komentar

  1. Yups benar banget, seharusnya hutan adalah kesatuan ekosistem yang harus dijaga kelestariannya. Untuk mengatasi masalah kebakaran hutan dan lahan yang terjadi setiap tahun, mau tidak mau kita harus kembali pada ketentuan syariat Islam. Selama pengelolaan hutan masih didasarkan pada aturan kapitalis sekuler maka tak akan banyak manfaat yang didapat oleh rakyat dan justru kehilangan keberkahan. Islam mengatur dari segala sistem terkecil hingga permasalahan terbesar sekalipun. So, mari kembali ke sistem Islam secara kaffah. Barakallah Mbak Naskahnya Next ditunggu naskah terbaiknya 🥰❤️

    BalasHapus