OPINI
Maraknya KDRT Akibat Disorientasi Tujuan Kehidupan Buah Penerapan Kapitalisme
Oleh. Indri Wulan Pertiwi
(Aktivis Muslimah Semarang)
Belakangan ini kabar seputar tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) hampir setiap harinya wara-wiri di laman platfon media online. Seperti kasus tragis yang terjadi di Cikarang Barat kabupaten Bekasi. karena kesal ketika ditanya masalah uang belanja. Seorang suami bernama Nando tega melakukan KDRT kepada istrinya Mega, tak cukup hanya membentak dan menampar istrinya hingga jatuh tersungkur, pelaku lalu menyeret dan menggorok leher istrinya hingga tewas.
Mirisnya KDRT yang di terima korban bukanlah yang pertama kali, namun telah terjadi berulang kali bahkan korban telah melaporkan pada awal Agustus lalu. Namun menurut polisi, laporan tersebut mandek karena korban disebut sudah rukun dengan suaminya, meski belakangan ini baru di ketahui bahwa yang mengirim pesan kepada polisi adalah pelaku itu sendiri (nmrepublika.co.id, 12/09/2023).
Sungguh sangat biadab tindakan pelaku, seolah memiliki gangguan jiwa, alih-alih melindungi istri malah menyakiti tanpa belas kasihan. Faktor ekonomi yang menjadi alasan pemicu KDRT sama sekali tidak bisa di benarkan, hanya karena ketidakmampuan pelaku dalam memenuhi kebutuhan keluarga bukan berarti pelaku menjadi bebas menyalurkan frustrasinya dengan kekerasan kepada istrinya, terlebih hingga berujung kematian
Sebab fungsi lelaki sepatutnya menjadi pemimpin sekaligus pelindung bagi kaum perempuan, kenapa begitu tega melakukan tindak kekerasan kepada perempuan yang notabene istrinya sendiri? Lalu kemana peran qowwam yang seharusnya melekat pada diri setiap suami?
Ini adalah akibat dari sistem kapitalisme sekuler, membuat manusia mengalami disorientasi tujuan kehidupan yang hanya berfokus pada materi di tambah dengan sistem ekonomi kapitalisme yang memfasilitasi sifat serakah manusia, hingga dengan bebasnya para kapitalis mendominasi kekayaan, memberi tekanan dan kesulitan ekonomi di tengah masyarakat dan tak jarang menempatkan keluarga pada posisi menanggung berbagai kerugian.
Kapitalisme seperti monster yang terus menerus memakan manusia. Tidak hanya memiskinkan manusia secara materi, tetapi juga memiskinkannya secara keimanan, dengan memutuskan ikatan manusia dengan Penciptanya melalui sekulerisme sehingga melahirkan manusia-manusia yang "sakit". Dengan kata lain, nilai-nilai kapitalisme dan liberal dalam masyarakat saat inilah yang menjadi akar keruntuhan spiritual, intelektual, moral dan material.
Sebab jika kita berbicara emosi, setiap manusia memiliki fitrah atau potensi diri yang di sebut gharizah baqo yaitu naluri dalam mempertahankan eksistensi diri, berupa rasa takut, sedih,marah, sombong cinta dan sebagainya. Dan jika naluri tersebut tidak memiliki sandaran yang jelas bahkan diarahkan kepada kebebasan tentunya naluri tersebut menjadikan manusia liar seperti hewan.
Dalam islam berbagai dorongan perasaan dalam diri manusia telah diatur secara rinci mengenai bagaimana seseorang seharusnya mengelola emosi tanpa menafikan fitrah manusia dengan bersandar pada akidah Islam.
Dan tingkat pemahaman seseorang terhadap emosi dan pengelolaannya secara benar tergantung dari tingkat keimanannya dan kelurusan akidahnya. Sebab keimanan dan kelurusan akidah akan mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap hidup dan kehidupan serta mempengaruhi cara berpikir dan perilaku manusia itu sendiri.
Orang yang memiliki akidah yang salah, akan memandang kehidupan dengan sudut pandang yang salah, sehingga akan membuat keputusan yang salah dalam hidupnya, termasuk dalam pengelolaan emosinya.
Selain itu tujuan perkawinan dalam Islam adalah tercapainya keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Dengan bekal akidah yang kokoh dan tujuan kehidupan adalah rida Allah, maka suami atau pun istri akan terus mempelajari Islam secara mendalam sebagaimana yang di perintahkan oleh Islam bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim dan muslimah.
Sehingga mereka memahami tugas dan tanggung jawab masing-masing dan segala perbuatan yang mengakibatkan timbulnya mafsadat (kerusakan) yang terdapat dalam kekerasan dalam rumah tangga dapat dikategorikan kepada perbuatan melawan hukum.
Dari sini kita memahami bahwa akidah memegang peranan penting dalam kehidupan. Kehidupan tanpa adanya akidah yang kokoh seperti kapas yang ditiup angin, berjalan tanpa tujuan dan kebingungan sehingga dengan mudahnya menggunakan hukum rimba tatkala emosi menguasai diri.
Dan negara sebagai aktor sentral atas penyelenggaraan kebijakan sepatutnya tidak abai tentang hal ini. Sebab dalam paradigma Islam tugas negara adalah sebagai periayah dan pelindung bagi rakyatnya dan penjagaan akidah rakyat adalah kewajiban negara.
Oleh karena itu sebagai bentuk tanggung jawab negara terhadap rakyatnya, terlebih di hadapan Allah SWT. Maka negara wajib menerapkan aturan Islam secara sempurna bersandar pada aqidah islam, baik itu dalam bidang pendidikan, sosial, ekonomi,hukum, ataupun politik, sehingga masyarakat pun merasa tenteram dan sejahtera dengan penerapan Islam yang sesuai fitrah manusia di tengah mereka. Wallahu'alam. [ry].
Yups seharusnya negara wajib menerapkan aturan Islam secara sempurna bersandar pada aqidah islam, baik itu dalam bidang pendidikan, sosial, ekonomi,hukum, ataupun politik, sehingga masyarakat pun merasa tenteram dan sejahtera dengan penerapan Islam yang sesuai fitrah manusia di tengah mereka. Barakallah Mbak Naskahnya Next ditunggu naskah terbaiknya 🥰❤️
BalasHapus