OPINI
Menyoal Minimnya Mitigasi Kekeringan Terhadap Penyediaan Air Bersih
Oleh. Nurfia, S.Sos (Pemerhati Sosial)
Sudah puluhan tahun bencana kekeringan terus berulang di negeri ini. Akibatnya banyak daerah mengalami kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Kekeringan ini juga beresiko pada ketahanan pangan, kesulitan air untuk bertani yang menyebabkan sebagian daerah menunda masa tanam hingga masuknya musim hujan.
Warga Desa Binangun kota banjar (provinsi jawa barat) misalnya, sudah 20 tahun warganya kesulitan memperoleh air bersih. Air sumur yang ada di wilayah tersebut tidak bisa digunakan untuk minum karena asin, sementara tidak ada pasokan air bersih dari Perusahaan Daerah Air minum (PDAM). Sebelumnya warga setempat juga mendapat bantuan dari pemerintah dengan menggali sumur bor sedalam 100 meter, namun air yang dihasilkannya tetap tidak layak konsumsi karena asin dan kotor (TvOnenews.com, 07/08/2023)
Hal serupa juga terjadi di kampung halaman penulis sendiri, di Desa Wasampela, Kabupaten Buton (Sulawesi Tenggara). Kondisi sumur di tempat ini juga asin terlebih wilayahnya merupakan pesisir pantai yang cukup menyulitkan warga untuk mendapatkan akses air minum. Air dari PDAM pun sudah ada, hanya terbatas pada pendistribusian yang dimana tidak di alirkan setiap hari.
Kondisi tersebut tidak hanya di rasakan oleh dua daerah, tetapi masih banyak puluhan daerah di Indonesia yang memiliki masalah yang sama. Meski di beberapa daerah sudah ada upaya bantuan air bersih, namun upaya tersebut belum maksimal karena ada beberapa wilayah yang tidak kebagian suplai air bersih.
Kesulitan medapatkan air bersih ternyata tidak hanya dialami masyarakat pedesaan tetapi juga menjadi problem masyarakat perkotaan. Data BPS pada tahun 2021 menyebut sebanyak 83,843 desa masih belum mendapatkan layanan air minum bersih. Dari jumlah itu tercatat 47.915 desa/kelurahan di antaranya bahkan belum memiliki akses air minum bersih.
Sementara itu, pada tahun 2035 nanti, diperkirakan ketersedian air per kapita per tahun di Indonesia hanya akan tersisa 181.498 meter kubik yang berkurang jauh dibanding tahun 2010 (265.420 meter kubik). Dengan penurunan ini, tentu makin besar jumlah penduduk yang bertambah sulit mendapat air bersih. Begitu pula pemenuhan akses air bersih melalui perpipaan yang saat ini baru terwujud sebesar 22%, menyebabkan ketimpangan masyarakat perkotaan mendapat air bersih.
Musim kemarau yang terus menerus ini juga memicu fenomena lain, yaitu EL Nino. Fenomena ini akibat pemanasan suhu muka laut (SML) di kawasan Samudra Pasifik bagian tengah hingga timur. Hal ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di samudra pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah sekitarnya, termasuk Indonesia.
Kepala BMKG menyebut fenomena El Nino makin menguat dengan adanya Indion Ocean (IOD) yang menuju positif. IOD sendiri adalah perbedaan suhu permukaan laut antara wilayah timur dan barat samudera Hindia, yang mengakibatkan wilayah Indonesia menjadi lebih kering.
Kekeringan memang bagian dari fenomena alam, namun minimnya langkah antisipasi dan mitigasi menyebabkan makin parahnya akibat yang dirasakan masyarakat , semisal untuk mendapatkan air bersih, menjadi problem tahunan yang berulang.
Sayangnya, belum terlihat langkah serius untuk mengatasi krisis tersebut. Terlihat dari terus berulangnya krisis, bahkan dengan intensitas lebih luas dan parah. Pemerintah lebih mengandalkan pada langkah kebijakan kuratif, seperti distribusi air bersih pada daerah yang terkena kekeringan.
Namun ada beberapa kondisi kontradiksi dalam kekeringan ini dimana melimpahnya air kemasan yang di jual di jalanan juga komersialisasi sumber daya air serta adanya teknologi pengelolaan air. Tapi kenapa Indonesia masih di rundung krisis air bersih? Apa sebenarnya yang yang terjadi?
Mengingat Indonesia merupakan negara terkaya ke-5 dalam ketersedian air tawar, yaitu mencapai 2,83 triliun meter kubik per tahun. Dari jumlah besar ini kuantitas air yang dimanfaatkan baru sekitar satu pertiganya, yaitu 222,6 milliar meter kubik dari 691 milliar meter kubik dari 691 milliar meter kubik pertahun.
Wah, angka yang cukup fantastis, namun ini mengindikasikan antara jumlah air dan penduduk Indonesia tidak sinkron. Sementara data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru tahun 2023 membeberkan jumlah penduduk Indonesia terkini sebanyak 278,69 juta jiwa. Jauh dari jumlah ketersedian air.
Mengingat Pasokan sumber air minum yang melimpah terlebih Indonesia memiliki gunung dengan kandungan air mineral terasa amat memilukan bila masyarakatnya krisis akan air minum. Lalu, kemanakah pasokan air yang melimpah tersebut?
Usut punya usut ternyata sumber daya air yang tersedia justru di komersialisasi. Seiring liberalisasi sumber daya air, kebijakan politik yang berlaku menunjukan minimnya perhatian pemerintah dalam mengurusi pemenuhan air bersih bagi rakyat. Pemerintah malah memberikan keleluasaan bagi korporasi untuk mengelola infrastruktur penyedian air bersih. Akibatnya masyarakat harus merogoh kocek agar mendapatkan air bersih.
Sayang sekali, konsep pengelolaan sumber daya air dijalankan dengan prinsip kapitalisme yang melahirkan politik ekonomi kapitalistik yang mengakibatkan air menjadi objek bisnis yang bisa dikelola siapapun untuk mencari untung. Imbasnya masyarakat harus berusaha sendiri untuk mencari sumber air bersih meskipun harus menempuh jarak berkilo-kilo meter.
Lelahnya masyarakat terhadap kebijakan bahkan membuat sebagian masyarakat mewajari kesusahan yang ada, sampai ada yang beraggapan “sudah menjadi nasib kami hidup seperti ini”. Padahal itu bukan urusan mereka melainkan sang pemangku kekuasaan.
Baru kemarin kita merayakan kemerdekaan dengan begitu meriah nyatanya hanya euforia belaka. Apalah arti merdeka kalau rakyat masih melarat, nyatanya air yang merupakan sumber kehidupan masih di beli.
“Tanah kubeli, air kubeli, tanah airku di jual beli”. Jargon tersebut cocok untuk menggambarkan kondisi kehidupan hari ini, dengan limpahan air yang bertumpah ruah, juga SDA (Sumber daya Alam) yang memadai nyatanya tak merubah nasib rakyak.
Untuk memanfaatkan potensi tersebut, diperlukan konsep pengelolaan yang benar serta pembangunan infrastruktur dengan teknologi terbaik dan memadai.
Dalam Islam ada banyak solusi untuk mengetaskan masalah krisis air bersih hingga terselesaikan secara tuntas. Karena adanya kerja sama antara kepala Negara dan seluruh anggota masyarakat, yaitu Negara bersama-sama masyarakat membangun, merehabilitasi dan memelihara jaringan irigasi. Termasuk waduk-waduk, dengan kincir air dan mesin penggerak air di sejumlah titik yang dibutuhkan untuk masing-masing wilayah di seluruh dunia. Negara bersama-sama masyarakat juga membangun dan memelihara konservasi lahan dan air. Waullahu’alam. [ry]
So, setiap permasalahan dari terkecil sampai terbesar sekalipun hanya Islam sajalah solusi terbaik setiap persoalan. Barakallah Mbak Naskahnya Next ditunggu naskah terbaiknya 🥰❤️
BalasHapus