Headlines
Loading...
Oleh. Siti Mariyam, S.Pd

Indonesia dikenal sebagai negara agraris, yaitu negara dengan perekonomian bergantung atau ditopang oleh sektor pertanian. Hal ini karena negeri kita dianugerahi oleh Sang Pencipta dengan lahan yang sangat luas dan subur. Sampai-sampai ada sebuah syair lagu yang berbunyi “orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman”. 

Dengan anugerah yang luar biasa ini, maka seharusnya sektor pertanian akan mampu menopang kemakmuran negara dengan hasil yang berlimpah. Namun pada faktanya, Indonesia yang selalu bangga dengan julukan negara agraris ini ternyata tidak pernah meraih kemakmuran dalam pertanian. 

Pertanian justru menyisakan masalah yang tak kunjung selesai. Salah satunya adalah kelangkaan pupuk subsidi yang kembali menjadi sorotan. Komisi IV DPR menemukan penyebab sering terjadinya kelangkaan pasokan pupuk subsidi bagi petani. 

Pemicunya karena terjadi perbedaan alokasi dan realisasi kontrak pupuk subsidi antara Kementerian Pertanian dan PT Pupuk Indonesia. Sudin mengatakan Kementan mengalokasikan pupuk subsidi sebanyak 7,85 juta ton pada 2023. Namun, dalam kontrak Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dengan Pupuk Indonesia, realisasinya hanya 6,68 juta ton.(inilah.com, 23/8/2023).

Maka dari itulah, masalah kelangkaan pupuk subsidi saat ini bukanlah pertama kali terjadi. Bahkan, beberapa tahun terakhir petani sudah berteriak protes soal kelangkaan pupuk subsidi. Namun, pada kenyataannya masalah ini terus dan terus berlanjut tanpa ada solusi yang bisa menyelesaikannya.

Padahal, saat musim tanam, petani pasti membutuhkan pupuk tersebut. Jika pupuk tidak ada atau langka, lalu bagaimana mungkin bisa panen dengan hasil yang memuaskan?

Sangat disayangkan, negara agraris yang subur ini, dukungan dan perhatiannya terhadap petani tidak menjadi prioritas. Seharusnya para petani bisa merasakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan. Namun yang terjadi justru kebalikannya. Jangankan makmur, bahkan untuk sekedar tidak rugi saja sangat sulit.

Padahal, sektor pertanian juga ikut andil dalam memajukan ekonomi negara dan menjadi penyangga ketahanan pangan dalam negeri. Bagaimana mungkin negara membiarkan para petani memikirkan nasibnya sendiri tanpa ada dukungan? Bibit mahal, pupuk mahal dan langka, teknologi pertanian yang sudah ketinggalan jauh dari negara lain, harga panen anjlok, dan petani harus menanggung semuanya sendiri. 

Mirisnya nasib petani ini adalah akibat cengkeraman sistem kapitalis di negeri ini dalam seluruh sektor kehidupan, termasuk pertanian. Cengkeraman kapitalis telah menjadikan pemimpin negeri ini bukan bertindak sebagai pelayan dan pelindung rakyat, namun justru menjadi pelayan dari para kapital atau pemilik modal. 

Akibatnya, rakyat kecil seperti petani hanya menjadi korban dari beringas dan rakusnya para pemilik modal lewat tangan penguasa. Kebutuhan petani serba mahal dan tidak dicover oleh pemerintah, sedangkan hasil panen harganya dipermainkan oleh tengkulak. Sehingga sektor pertanian tidak pernah eksis/kuat baik dari aspek produksi, pengolahan dan pemasaran. 

Oleh karena itu, selama paradigma kapitalisme (pemilik modal = penguasa) masih menjadi tolok ukur utama di negeri ini, maka jangan berharap jika masalah yang menimpa petani akan selesai. Termasuk dengan masalah kelangkaan pupuk subsidi.
Wallahu a’lam bishowwab. [ry].

Baca juga:

1 komentar

  1. Yups jika kapitalis masih ada di bumi negeri ini tak akan ada kedamaian yang mampu menyelesaikan permasalah. So, hanya solusi sistem Islam sajalah yang mampu mengatasi. Barakallah Mbak Naskahnya Next ditunggu naskah terbaiknya 🥰❤️

    BalasHapus