Headlines
Loading...
Oleh. Rohayah Ummu Fernand

Menjelang akhir pekan, harga beras dilaporkan mengalami lonjakan harga yang tajam. Mengutip data Badan Pangan Nasional, harga beras paling mahal jatuh pada jenis premium yang kini naik ke kisaran Rp15.050 per kg. Sementara untuk harga beras terendah, yakni beras kualitas bawah tembus menjadi Rp12.150 per kg. Harga tersebut berada jauh di atas harga eceran tertentu (HET).

Mirisnya, kenaikan harga beras ini terjadi saat beberapa daerah mengalami musim panen. Di antaranya Sumatra Utara, Indramayu, Batang, Kebumen, dan Jember.

Paling tidak, ada empat penyebab kenaikan harga beras yang luar biasa tinggi tersebut. Mulai dari siklus panen, efek fenomena El Nino, ekspektasi penurunan produksi, harga kebijakan pembatasan di berbagai negara, seperti larangan ekspor beras non basmati oleh India. Meski faktor tersebut ada yang tidak berdampak langsung ke Indonesia, namun ternyata memicu sentimen yang mempengaruhi pasar dalam negeri (cnbcindonesia.com, 22/08/2023).

Badan Pangan PBB, Food and Agriculture Organization (FAO), sebelumnya menyampaikan harga beras naik dan mencapai level tertinggi dalam 12 tahun terakhir. Kondisi ini diprediksi bakal memicu lonjakan inflasi pangan di Asia. Harga beras yang makin mahal menjadikan masyarakat semakin sulit untuk menjangkaunya.

Kondisi ini menunjukkan adanya kesalahan dalam tata kelola pertanian di negeri ini. Apalagi alasannya adalah siklus panen dan fenomena El Nino yang sebenarnya bisa diprediksi oleh para ahli dengan teknologi yang memadai.

Harga beras yang juga dipengaruhi oleh situasi ekonomi global menunjukkan bahwa belum adanya kemandirian dan kedaulatan pangan di negeri ini. Padahal, negeri ini dianugerahi oleh Allah sumber daya alam yang sangat melimpah dan beraneka ragam komoditas pangannya. Juga tanah subur yang membentang sangat luas. Bahkan pakar pertanian juga tersedia dengan jumlah yang sangat banyak. Namun seluruh potensi tersebut tidak mampu memandirikan Indonesia dalam pemenuhan pangan rakyatnya.

Buah dari Penerapan Kapitalisme Neoliberal

Semua persoalan ini sebenarnya tidak lepas dari paradigma sistem dan tata aturan pertanian yang diterapkan di negeri ini yang mengadopsi konsep Kapitalisme neoliberal. Kapitalisme neoliberal menjadikan pangan hanya sekedar komoditas ekonomi semata, sehingga pengadaan pangan diukur dari sisi untung dan rugi. Apalagi jika dihadapkan pada kurangnya stok pangan, maka negara mengambil jalan pintas dengan mengimpor. Padahal kemandirian pangan sejatinya adalah bagian dari kemandirian negara ataupun kedaulatan negara yang harus dijaga dan dipertahankan.

Ketiadaan visi ini berjalan dengan minimnya fungsi negara, yakni negara hanya sebatas regulator dan fasilitator. Negara tidak hadir dalam pengaturan dan penguasaan rantai pangan di masyarakat. Negara justru menyerahkan penguasaan pangan kepada korporasi-korporasi asing.

Kemandulan fungsi negara inilah yang menyebabkan gurita korporasi terjadi di sektor pertanian, mulai dari penguasaan lahan, penguasaan sarana dan prasarana produksi pertanian (seperti pengadaan benih, pupuk, dan lain-lainnya), yang berakibat sulitnya para petani mengakses berbagai sarana produksi tersebut dengan mudah dan murah. Bahkan di aspek distribusi pun kealpaan negara telah berakibat pada merajalelanya para mafia pangan, mulai penimbunan, spekulan, dan para kartel pangan.

Berbagai ketimpangan inilah yang menyebabkan para petani semakin tergusur, dan masyarakat sebagai konsumen makin sulit untuk mendapatkan pangan dengan harga terjangkau dan berkualitas. Oleh karena itu, harga pangan yang sangat dipengaruhi oleh situasi politik dan ekonomi internasional di negeri ini tidak akan pernah tuntas jika paradigma pemerintah di dalam mengatur pertanian dan pangan masih menggunakan konsep kapitalisme neoliberal.

Islam Menjamin Kebutuhan Pangan Rakyat

Sebaliknya, yang bisa membangun sektor pertanian dengan sungguh-sungguh dan serius yang akan berujung pada kesejahteraan rakyat adalah negara dengan paradigma yang sahih, yaitu negara yang kehadirannya benar-benar tulus melayani rakyat, negara yang bertanggung jawab sepenuhnya terhadap hajat rakyat. Pemerintah seperti ini digambarkan oleh Rasulullah saw. dalam hadis beliau, 
"Imam (Kh4l1f4h) adalah raa'in (pengurus rakyat), dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Bukhari).

Negara yang bisa mengemban fungsi tersebut hanyalah negara Kh1l4f4h. Di dalam negeri, Kh1l4f4h berperan sebagai pelaksana syariat Islam, serta pengurus bagi urusan-urusan rakyatnya. Sementara ke luar negeri, negara ini mengemban dakwah dan jihad. Dengan mengemban fungsi tersebut meniscayakan negara Kh1l4f4h menjadi negara yang mandiri, negara yang tidak bergantung pada siapa pun atau apapun kepada negara lain dalam berbagai urusannya, termasuk pemenuhan kebutuhan pangan rakyatnya. Untuk itulah, pemerintah di dalam Kh1l4f4h akan serius mengupayakan secara maksimal seluruh potensi yang dimiliki, supaya kebutuhan pangan disediakan secara mandiri dan optimal.

Langkah optimalisasi pengelolaan ini dilaksanakan dengan beberapa kebijakan yang harus sesuai dengan ketetapan hukum syariat. Negara menetapkan kebijakan di sektor hulu, yaitu meningkatkan produksi pertanian melalui intensifikasi dan ekstensifikasi.

Intensifikasi ditempuh dengan jalan penggunaan sarana produksi pertanian yang lebih baik, seperti bibit unggul, pupuk, dan obat-obatan yang diperlukan dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian. Kh1l4f4h akan menerapkan kebijakan pemberian subsidi untuk keperluan sarana produksi pertanian.

Ekstensifikasi pertanian untuk meningkatkan luasan lahan pertanian yang diolah. Untuk itu, negara akan menerapkan kebijakan yang dapat mendukung terciptanya perluasan lahan pertanian tersebut. Di antaranya adalah bahwa negara akan menjamin kepemilikan lahan pertanian yang diperoleh dengan menghidupkan lahan mati (ihyatul mawat). Selain itu, negara juga akan memberikan tanah pertanian (iqtha') yang dimiliki negara kepada siapa saja yang mampu mengolahnya. Sungguh, kemandirian pangan bukanlah hal utopis untuk diwujudkan dalam Kh1l4f4h.

Wallahualam bissawab. [Ni]

Baca juga:

1 komentar

  1. Harga beras yang kian naik tak ada henti membuat rakyat kecil kelimpungan mengatasi. Sudah seharusnya negara ini yang menjadi acuan untuk bisa memberikan hal terbaik untuk rakyatnya, bukan malah abai saja tanpa pergerakan apa-apa. Barakallah Mbak Naskahnya Next ditunggu naskah terbaiknya 🥰❤️

    BalasHapus