Headlines
Loading...
Oleh. Yuliati Sugiono 

Pada Senin 11 September 2023 kemarin saya berkesempatan berkunjung ke Rumah Potong Ayam (RPA) PT Merbau Raya di  Salatiga Jawa Tengah. Saya ke sana memenuhi undangan dari ketua komunitas Persatuan Pengusaha Muslimah Indonesia. 

Ditemani langsung oleh owner pabrik, Bapak Asep Saepul, yang rendah hati, menjadikan kunjungan ini terasa sangat berkesan.

Begitu tiba di lokasi pabrik jam 09.00 pagi kami langsung diajak berkeliling melihat proses pemotongan ayam mulai dari awal kedatangan ayam dari peternak yang diangkut truk hingga proses pengemasan.

Dari sekian proses yang ada, hal yang berkesan menurut saya adalah proses penenangan ayam sebelum dilakukan penyembelihan. Begitu ayam diturunkan dari truk-truk pengangkut, menurut pak Asep, ayam cenderung mengalami stress atau tekanan saat berada di perjalanan. Timbul ketegangan pada otot-otot tubuhnya. Untuk itu kata pak Asep, ayam harus ditenangkan terlebih dahulu.

Bagaimana caranya? Ayam-ayam tersebut digantung pada kaki-kakinya ditarik oleh rantai-rantai conveyor penggerak lalu masuk pada ruangan yang gelap dan redup yang dialiri kipas di dalamnya. Diharapkan ayam-ayam tersebut merasakan kondisi nyaman setelah perjalanan yang panas dan melelahkan. 

Dengan kata lain, merelaksasi tubuh-tubuh ayam tersebut untuk menghilangkan ketegangan. Ini nanti berpengaruh dengan kondisi daging setelah proses potong dan dikonsumsi, yakni cenderung lebih lunak tidak keras. Kurang lebih waktu yang dibutuhkan di ruangan ini adalah tiga menit sebelum berpindah ke ruang berikutnya.

Benar saja, begitu keluar dari ruangan relaksasi, ayam-ayam tersebut seperti tertidur tidak meronta. Sang tukang potong ayam mengeksekusinya dengan pisau yang tajam di leher ayam dengan begitu mudah dan santainya. Dan ayam pun setelah disembelih juga cenderung tidak meronta layaknya proses pemotongan ayam yang pernah saya lihat di pasar-pasar tradisional. Tidak kurang 16.000 ayam dipotong setiap harinya disini. Sungguh jumlah yang tidak sedikit.

Usai menyaksikan secara langsung proses penyembelihan ini yang dilanjutkan proses penirisan darah, pencucian, pengelompokan berat, perajangan, marinasi, hingga pengemasan, lalu kami diarahkan dalam satu aula yang masih terbuka bagian dinding-dinding sampingnya sehingga tampak bagian luar berupa pohon-pohon pinus menjulang tinggi bagai berada di kawasan hutan.

Di aula yang dingin ini meski tanpa kipas atau AC karena dinding-dinding bangunannya terbuat dari panel stereoform yang dilapis dengan sejenis bahan brc inilah kami di berikan suntikan materi tentang bisnis ayam potong yang sudah digeluti oleh Bapak Asep lebih kurang selama 30 tahun. Wow ternyata cukup lama juga.

Sungguh banyak sekali materi-materi bisnis luar biasa yang kami dapatkan dari diri beliau, yang jarang kami dapatkan dari motivator-motivator yang pernah ada. Pak Asep adalah motivator sekaligus pelaku bisnis yang masih aktif, sehingga ilmunya benar-benar menancap. Apalagi sebelum materi disampaikan tsudah melihat langsung prosesnya. Begitulah kira-kira saya menilainya.

Ekonomi Tauhid

Dari sekian banyak materi disampaikan, yang paling menjadi kesan tersendiri bagi saya adalah penyampaiannya tentang ekonomi tauhid. Ekonomi tauhid? Ya ekonomi tauhid. Kenapa berkesan? Ya, karena selama ini saya lebih sering mendengar istilah ekonomi syariah pada beberapa level bisnis yang dijalankan oleh pebisnis muslim yang senantiasa menjaga kehalalan produk serta sistem pemasaran yang syar’i dalam memperoleh keuntungan.

Lumrah memang dalam bermuamalah tujuan utama yang diharapkan selain menggapai rida Allah Swt adalah profit atau keuntungan. Atau dalam istilah lain disebut hasil dari sebuah muamalah atau transaksi. 

Ekonomi tauhid yang Bapak Asep sampaikan ini sungguh mudah bagi saya dan rekan lainnya untuk menangkap maksudnya. Bertolak dari iman terhadap qodho’ dan qodar, yang merupakan bagian dari keimanan (tauhid), beliau mencontohkan ilustrasi yang sangat sederhana. 

Ibaratnya seorang petani, dia menanam bibit, menyiram lalu merawat bibit tersebut, perkara hasil serahkan saja kepada Allah Swt, karena itu sudah bukan wilayah yang bisa kita kuasai. Allah Swt sajalah yang punya andil disana untuk menumbuhkan hingga bisa kita dipetik hasilnya. 

Begitu pula dalam menjalankan bisnis, kita harus menggunakan tauhid, kata beliau. Ketika kita sudah menjalankan semua persiapan mulai penyediaan bahan baku, tempat, alat penunjang dan semua hal yang berkaitan dengan penjualan, maka serahkan hasilnya kepada Allah Swt. Jika ternyata belum mendapatkan hasil yang kita harapkan atau nilai penjualan belum sesuai harapan yang diinginkan maka harus kita sikapi dengan santai, bahagia. Itu yang atur adalah Allah Swt. Inilah ekonomi tauhid yang beliau maksud.

Karena menurutnya, perkara hasil itu bukanlah sebuah ukuran yang bisa kita pikirkan. Itu sudah menjadi urusan Sang pemberi rizki yakni Allah Swt. Jika kita bisa punya pandangan seperti ini, maka tidak ada lagi kata putus asa dalam membangun sebuah bisnis. Tetap kita jalankan bisnis tersebut tanpa perlu memikirkan hal-hal negatif lainnya, misal muncul pikiran apa perlu bangun bisnis yang lain lagi dan mengakhiri bisnis yang sudah dijalani karena belum menghasilkan keuntungan sesuai harapan.

Pesannya, raihlah kebahagiaan dalam menjalani segala hal. Karena kebahagiaan itu lebih baik dari kesenangan. [Rn]

Baca juga:

4 komentar

  1. MasyaAllah, Naskah yang keren sekali. Barakallah Mbak Naskahnya Next ditunggu naskah terbaiknya 🥰❤️

    BalasHapus
  2. Siap insyaallah, terimakasih sudah berkunjung. (Yuliati Sugiono)

    BalasHapus
  3. Masyaallah....jazzakillah ilmunya Bun Ekonomi tauhid luar biasa menyentuh qolbu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waiyyaki, bener sekali kita jadi kembali fitrah. Terimakasih sudah berkunjung. (Yuliati Sugiono)

      Hapus