Headlines
Loading...
Oleh. Ana Mujianah, S.Sos.I

Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, konten media sudah mulai diwarnai oleh berita  seputar calon maupun partai politik (parpol) yang menjadi dukungannya. Beberapa media sudah mulai perang opini dalam rangka merebut simpati rakyat dengan menampilkan sosok calon pemimpin maupun parpol tersebut dalam selipan iklan atau dialog-dialog interaktif.

Menanggapi hal ini, maka wajar jika Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma'ruf Amin dalam wawancara dengan TVRI dalam program Dialog Kebhinekaan "Memelihara Keteduhan dalam Menyongsong Pemilu 2024” pada Jumat, 08/09/2023 berpesan agar media berhati-hati dalam menyebarkan informasi, jangan menjadi corong bagi para provokator yang dapat menganggu stabilitas politik negara (wapresri.go.id, 09/09/2023).

Tak dimungkiri, media memang memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas keamanan sebuah negara. Karena keberadaan media, di satu sisi bisa menjadi sarana edukasi dan membakar semangat masyarakat, namun di sisi lain media juga bisa menjadi pemecah belah kesatuan bangsa dengan berita-berita hoaks yang disebarkan.

Pernyataan Wapres Ma'ruf Amin memang benar adanya, yaitu agar media berhati-hati dalam menyebarkan berita khususnya menjelang Pemilu 2024 jangan sampai menjadi corong penyebar kebencian dan permusuhan antar calon. Namun, jika ditelisik lebih dalam, apa yang disampaikan oleh Wapres sangat tendesius. Faktanya, menjelang pemilu, media justru sering dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk memenangkan calonnya dengan menghalalkan segala cara.

Lalu, seperti apa seharusnya negara mengatur media? 

Dalam Islam, keberadaan media berfungsi untuk memberikan informasi dalam rangka mencerdaskan umat dan menguatkan stabilitas negara. Maka, seorang kepala negara atau Khalifah memiliki wewenang mengatur informasi apa yang boleh disampaikan ke masyarakat dan mana yang tidak perlu diketahui oleh khalayak ramai. 

Sebagaimana dicontohkan oleh Nabi saw., adakalanya beliau menyampaikan informasi penting kepada kaum muslimin, tapi adakalanya tidak. Seperti hadits penuturan Ibnu Abbas tentang pembebasan Makkah yang diriwayatkan oleh al Hakim di dalam Al-Mustadrak, disebutkan "Sungguh, tidak ada kabar sama sekali bagi orang-orang Quraisy. Karena itu, tidak ada kabar kepada mereka tentang Rasulullah saw. dan mereka tidak mengetahui apa yang dilakukan beliau".

Namun, suatu ketika Nabi saw. juga pernah menyampaikan kepada seluruh kaum muslimin sebuah berita,  sebagaimana hadis penuturan Anas yang diriwayatkan Imam al Bukhari, Nabi saw. pernah menyampaikan bela sungkawa atas gugurnya Zaid, Ja'far, dan Abdullah bin Rawahah sebelum berita gugurnya mereka sampai kepada kaum Muslim di Madinah. Beliau bersabda, "Panji (kepemimpinan) diambil oleh Zaid lalu ia gugur, kemudian diambil oleh Ja'far, lalu ia gugur, kemudian panji itu diambil oleh Abdullah bin Rawahah, dan ia juga gugur (kedua mata beliau basah oleh air mata) hingga panji itu diambil oleh pedang di antara pedang-pedang Allah sampai Allah memberikan kemenangan kepada mereka."

Apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. memberi gambaran kepada kita bahwa tidak semua informasi harus disampaikan kepada masyarakat sehingga stabilitas negara tetap terkendali. 

Adapun terkait pendirian media informasi, bahwa setiap orang yang memiliki kewarganegaraan Daulah Islam boleh mendirikan media informasi, baik media cetak, audio ataupun audio visual. Pendirian media tersebut hanya perlu menyampaikan laporan kepada Lembaga Penerangan agar diketahui pendirian media informasi itu.

Namun, meski pendirian media informasi sangat mudah dalam Daulah, negara tetap memberikan aturan atau undang-undang dalam mengatur informasi sesuai dengan ketentuan hukum-hukum syariah. Hal itu sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam melayani kemaslahatan Islam dan kaum Muslim serta dalam rangka membangun masyarakat islami yang kuat. Media hadir dalam rangka menguatkan aqidah dan pemikiran Islam. Dengan demikian, keberadaan media benar-benar mampu menjadi sarana dalam menjaga stabilitas negara bukan memecah belah.

Hanya saja, informasi yang ditayangkan oleh media sangat berkaitan erat dengan pandangan hidup masyarakat atau negara. Jika pandangam hidupnya Islam, maka informasi yang sampai juga akan sesuai dengan tuntutan Islam, namun sebaliknya jika pandangan hidup yang dianut kapitalis sekuler, wajar jika informasi yang keluar dari media yang ada sarat dengan kepentingan individual.

Alhasil, jika ingin media menjadi pemersatu bangsa maka harus dibenahi dari akarnya terlebih dahulu yaitu pandangan hidup yang diemban oleh negara dari pandangan hidup sekuler  kapitalis menjadi Islam.

Wallahu a'lam bish shawab. [My]

Baca juga:

1 komentar

  1. Yups benar banget, jika ingin media menjadi pemersatu bangsa maka harus dibenahi dari akarnya terlebih dahulu yaitu pandangan hidup yang diemban oleh negara dari pandangan hidup sekuler kapitalis menjadi Islam. Barakallah Mbak Naskahnya Next ditunggu naskah terbaiknya 🥰❤️

    BalasHapus