Headlines
Loading...
Oleh. Ratna Kurniawati, SAB

Kelangkaan pupuk bukan merupakan masalah baru di negeri ini. Terutama pupuk subsidi yang bisa membantu menekan beban pengeluaran petani dibandingkan dengan pupuk nonsubsidi. Namun sayangnya, pupuk subsidi sering mengalami kelangkaan terutama di daerah yang sebagian besar profesinya adalah sebagai petani. Padahal harusnya pupuk tidak mengalami kelangkaan demi kelangsungan sektor pertanian guna menghasilkan bahan pangan yang berkualitas. 

Adapun penggunaan pupuk untuk mendukung hasil produksi pertanian agar maksimal karena sebagian besar petani Indonesia menggunakan pupuk kimia mulai proses penanaman, perawatan hingga proses panen. Sektor pertanian merupakan tulang punggung perekonomian di Indonesia yang memiliki peran penting dalam penyediaan kebutuhan pangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Selain itu, mayoritas penduduk Indonesia sebagai petani yang juga merupakan konsumen pupuk terbesar di dunia. 

Berdasarkan data APPI, konsumsi pupuk Indonesia berkisar 10 juta ton hingga 11 juta ton pada 2017-2021. Sepanjang Januari-Juni 2022, konsumsi pupuk domestik tercatat sebesar 5,17 juta ton (Dataindonesia.co.id 17/11/22).

Melihat kondisi di atas, Ketua Komisi IV DPR RI Sudin menyoroti perbedaan angka e-alokasi dan realisasi kontrak terkait pupuk subsidi.  Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa pupuk subsidi yang dialokasikan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) tercatat sebesar 7,85 juta ton. Sementara dalam realisasi kontrak Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) antara Kementan dengan PT Pupuk Indonesia (Persero) hanya 6,67 juta ton. Oleh karena itu, ia mempertanyakan perbedaan tersebut (Bisnis.com, 30/8/2023).

Direktur Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil menuturkan bahwa awalnya Kementan mengalokasikan sebesar 7,85 juta ton pupuk subsidi untuk seluruh kabupaten/kota. Namun, karena anggaran untuk pupuk hanya sekitar Rp25 trilliun, maka angka yang ada di kontrak berbeda, hanya mampu untuk 6,68 juta ton saja. Oleh karena itu, Kementan meminta tambahan anggaran pupuk subsidi ke Kementerian Keuangan agar pupuk subsidi 7,85 juta ton dapat terpenuhi.

Carut marut persoalan pupuk sebenarnya bukan hanya terletak pada permasalahan anggaran saja namun juga terkait pada pendistribusian yang belum merata bahkan diskriminatif. Jangan sampai dimonopoli distribusi oleh anak perusahaan hingga koperasinya sehingga menyebabkan kelangkaan pupuk seolah lenyap di pasaran. Padahal keberadaannya sangat dibutuhkan oleh petani. 

Sistem Kapitalis Biang Keroknya

Ketimpangan dalam distribusi pupuk tidak lepas dari kebijakan ekonomi yang diambil oleh negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis yang meniscayakan terjadinya monopoli distribusi oleh perusahaan yang mempunyai modal besar. Mereka bebas mengatur jalur distribusi hingga harga pasarnya. Selain itu, kelangkaan pupuk dijadikan ladang bisnis para kapitalis untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya tanpa memikirkan nasib rakyat yang semakin menderita. Negara yang seharusnya menjadi pelindung rakyat malah abai dan hanya berperan sebagai regulator yang berpihak pada para kapital. 

Sistem kapitalis sekuler yang landasannya pemisahan agama dari kehidupan justru memberikan ruang bagi kapitalisasi dari berbagai sisi.

Islam Menjamin Ketahanan Pangan

Dalam sistem Islam, pupuk merupakan bagian penting untuk menunjang pertanian dalam rangka pemenuhan komoditas pangan masyarakat. Peran negara disini untuk menjamin keberadaan pupuk tersedia dan tidak dimonopoli oleh pihak-pihak tertentu serta diperoleh dengan cara yang mudah dan harga terjangkau oleh masyarakat. 

Negara bertanggung jawab dalam memfasilitasi sarana produksi dan distribusi agar sektor pertanian berjalan dengan baik. Oleh karena itu, peran negara dibutuhkan agar pupuk selalu tersedia di tengah masyarakat dengan harga terjangkau. Selain itu, negara memberikan batasan kuota impor pupuk hanya apabila diperlukan saja bukan menjadi dalih menjaga ketahanan pangan sehingga tidak bergantung pada impor saja melainkan menciptakan kemandirian pangan yang menjadi tujuan utama. 

Islam akan memberikan kemudahan bagi petani dengan pengelolaan yang berpihak pada rakyat seperti pemberian modal, fasilitas pertanian serta kemudahan demi menunjang usaha pertanian. Apalagi sektor pertanian merupakan kebutuhan primer sebagai penyedia bahan makanan. Adapun mekanisme pemberian negara kepada rakyat adalah tanpa kompensasi bukan seperti sistem Kapitalis saat ini.

Negara akan memiliki ketahanan pangan yang kuat sehingga menjadi negara yang mandiri tanpa ada intervensi dari pihak tertentu dengan kedok bantuan, investasi maupun hutang. 

Selain itu, negara melakukan kebijakan pemberdayaan pertanian dalam negeri secara masif dengan bekerja sama ahli pertanian dan kalangan intelektual untuk membina para petani. 

Demikianlah gambaran sistem Islam dalam mewujudkan ketahanan pangan bukan sistem Kapitalis yang berpihak pada kapital tanpa memikirkan rakyat yang semakin menderita. Oleh karena itu, menerapkan Islam secara kaffah akan menjadi satu-satunya solusi yang tepat demi kesejahteraan rakyat. Walahuallam bishawab. [Ma]

Baca juga:

0 Comments: