OPINI
Rempang yang Rempong
Oleh. Nunik Umma Fayha
Lagi! Bentrokan antara warga dengan aparat dalam proyek pemerintah terjadi.
Beberapa tahun lalu warga pegunungan Kendeng, Pati, Jawa Tengah, memprotes pembangunan pabrik semen di wilayahnya. Pengunjuk rasa bahkan sampai mengecor kakinya dengan semen di istana negara.
Masih di Jawa Tengah, masyarakat Wadas digelandang polisi karena menghalangi aksi pematokan lahan oleh aparat BPN yang sudah lama mereka tentang karena proyek pemerintah ini berpotensi merusak ekosistem wilayah mereka dengan pengerukan terbuka andesit untuk material pembangunan waduk.
Pulau Komodo tak kalah mengenaskan. Tanah diserobot, warga diusir demi pariwisata
Kali ini warga pulau Rempang, Kepulauan Riau, harus berhadapan dengan aparat yang bahkan melepaskan gas air mata ke tengah kerumunan massa sehingga membuat seorang bayi yang rumahnya ada di dekat lokasi bentrok sampai pingsan. Anak-anak SD yang lokasi sekolahnya berada di wilayah yang diperselisihkan pun harus berlarian keluar sekolah karena gas air mata membuat sakit mata dan sesak nafas mereka. Warga ditangkap sebab bentrok ini.
Rempang, Kisah Rempongmu
Pulau Rempang sejak 1834 sudah turun temurun ditinggali puak Melayu.
Rocky Gerung dalam siaran YouTube Rocky Gerung official, 11/09/2023, menyampaikan bahwa keberadaan sekolah di pulau Rempang adalah bentuk pengakuan pemerintah atas keberadaan penduduk di sana.
Jadi aneh ketika negara memberikan hak pengelolaan lahan pada perusahaan dan menggusur penduduk pulau demi pembangunan kawasan industri, Rempang Eco City. Kementerian ATR berdalih warga tidak memiliki sertifikat sehingga Negara berhak atas pemanfaatan lahan. Jadi tidak aneh ketika pak Mentri yang banyak 'ngendika' tapi cuma bikin rame sesaat tanpa solusi, sampai berani berkomentar bahwa kejadian ini bukan penggusuran tapi pengosongan lahan oleh pemegang hak pengelolaan pulau. Presiden pun menyebutnya sebagai miskomunikasi.
Proyek Rempang Eco City mulai mencuat pada 2004 ketika pemerintah melalui Badan Pengembangan (BP) Batam yang diketuai Walikota Batam, menggandeng PT. Makmur Elok Graha di bawah Artha Graha Grup, menandatangani MoA untuk membangun sebuah kawasan ekonomi baru (The New Engine of Indonesian's Economy Growth) yang berkonsep Green & Sustainable City.
Untuk mewujudkan proyek berkategori Proyek Strategis Nasional ini maka dibutuhkan area yang mencakup 45,89% dari total luas pulau Rempang sebagai wilayah pembangunannya. Nantinya akan dibangun pabrik kaca terbesar kedua dunia milik perusahaan China, Xinyi Group, dengan investasi US$ 11.5M atau setara Rp 174T (cnnindonesia.com, 07/09/23). Dan lagi-lagi perusahaan asing (baca : China) ada dalam Proyek Strategis Nasional.
Kawasan seluas 7.572ha ini nantinya akan dijadikan kawasan industri juga kawasan perdagangan dan wisata terintegrasi. Dalam sebuah rilisannya, tvonenews.com (06/09/23) menyebutkan bahwa proyek ini direncanakan akan mampu menyerap 306 ribu tenaga kerja sampai tahun 2080 nanti. Selain itu, konsorsium menjanjikan bagi warga terdampak akan ada relokasi lengkap dengan penyediaan rumah, juga biaya hidup bulanan dan gratis PBB, BPHTB juga SUGB. Benarkah?
Faktanya rakyat mengeluh sejak akhir Agustus lalu layanan kesehatan dan pendidikan dihentikan (kompas.com, 15/09/2023). Penduduk Rempang bertekad untuk bertahan di tanah warisan. Adapun aparat memang tugasnya menjalankan perintah, dan saat ini nampak jelas di depan mata, perintah siapa yang lebih berkuasa untuk segera dijalankan.
Proyek 'Pembangunan' dan Kesejahteraan
Menjadi catatan tersendiri ketika penguasa sudah menetapkan suatu proyek kemudian banyak terjadi kasus penentangan dari warga. Ada apa di baliknya?
Tujuan pembangunan pada dasarnya adalah mewujudkan kemakmuran. Indikasi kemakmuran antara lain cukup tersedianya lapangan kerja sehingga pendapatan perkapita meningkat sehingga kualitas kehidupan pun lebih baik.
Fakta di lapangan pada berbagai Proyek Strategis Nasional, rakyat hanya menjadi korban. Mulai dari proses awal yang sering harus menggusur tanpa memberikan ganti untung, lapangan kerja yang dijanjikan pun tidak bisa memenuhi kebutuhan rakyat. Kereta cepat, tambang-tambang di Sulawesi seperti Morowali dan sebagainya, justru membuka lapangan kerja bagi pekerja asing (baca : China).
Sebetulnya pembangunan ini untuk menyejahterakan siapa? Kalau sesuai amanah, para penguasa harusnya berusaha keras mewujudkan kesejahteraan rakyat banyak bukan rakyat dalam tanda kutip.
Rocky Gerung dalam laman YouTube -nya Rocky Gerung official, menyebut Indonesia seperti kehausan modal asing padahal tidak ada yang menghasilkan kemakmuran langsung bagi rakyat. Banyak proyek strategis yang berakhir gagal. Jalan tol, kereta cepat dan lainnya. Belum lagi konflik agraria yang selalu diikuti dengan kekerasan oleh aparat. Maka pantas ketika ada yang mempertanyakan, ini investasi atau invasi, mengingat banyaknya proyek asing yang membawa tenaga kerja sendiri dan bukannya membuka lapangan kerja bagi anak negeri. Sungguh membingungkan arah pembangunan negeri ini.
Islam Membangun Negeri
Islam bukan hanya mengatur hablum minallah tapi mengatur negara pun ada tuntunan dan contoh prakteknya. Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bukan hanya menyampaikan Islam sebagai jalan mendekatkan diri pada Rabbul Alamin tapi juga memberi teladan bagaimana mengurus Negara, mengurus umat. Hal yang sama dilakukan Khulafaur Rasyidin dan para Khalifah setelahnya.
Membangun tentunya untuk perbaikan bukannya justru menyengsarakan. Lihat kisah Umar, Amirul Mukminin. Ketika mendapat pengaduan seorang Yahudi tua yang rumahnya hendak digusur untuk perluasan masjid, Umar memberikan peringatan keras kepada Walinya dengan mengirimkan peringatan melalui sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam :
“Barang siapa mengambil sejengkal tanah secara zalim, maka akan dikalungkan kepadanya tujuh lapisan bumi pada hari kiamat nanti.” (HR. Muslim)
Astaghfirullah.
Bukti pembangunan memberi kemudahan bagi rakyat juga bisa kita lihat dari sejarah Al Walid, salah seorang Khalifah dari Bani Umayyah. Rute perjalanan menuju Baitul Haram menjadi perhatian dengan pembangunan jalan dan penggalian sumur di sepanjang rute yang memudahkan para pekerja dan jamaah haji memenuhi kebutuhan air. Begitu pun bimaristan (rumah sakit) didirikan di era ini dilanjutkan penerusnya, Khalifah Harun Ar-Rasyid.
Mengurus umat adalah hakekat politik dalam Islam. Maka bukan politik kalau yang diurus sekedar menjaga posisi dan bagaimana mendapat manfaat dari kedudukannya. Karena Umat adalah tujuan utama dalam riayah.
Islam sangat menjaga keadilan maka setiap urusan dalam meriayah umat dilakukan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sehingga dalam setiap pembangunan tidak akan membuat rakyat dirugikan. Sebaliknya, pembangunan membawa kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat.
Kasus-kasus pembangunan yang dilakukan dengan mengusir rakyat dan menyusahkan mereka karena tempat tinggal dan tempat mencari nafkahnya digusur, tidak akan ditemui. Tidak akan terucap doa seperti yang disampaikan dalam salah satu sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berikut:
"Ya Allah, siapa saja yang memimpin (mengurus) urusan umatku ini, yang kemudian ia menyayangi mereka, maka sayangilah dia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia". (HR. Muslim No 1828)
Karena seharusnya pembangunan adalah untuk menyejahterakan rakyat. Rakyat Rempang dan berbagai daerah lain yang mengalami dampak 'pembangunan' juga punya hak mendapat penghidupan yang layak, sejahtera dan mendapat keadilan. Jangan hanya 'keadilan' diberikan pada mereka yang merugikan negara dengan korupsi dan mampu membiayai mereka yang berdasi.
Wallahu 'lam bissawab. [My]
0 Comments: