OPINI
Anak Indonesia Semakin Terpuruk karena Sekularisme
Oleh. Deny Rahma (Komunitas Setajam Pena)
Bagi anak yang terlahir di tahun 90-an pasti sudah sangat akrab dengan permainan-permainan jadul. Seperti congklak, bentengan, engklek dan sebagainya. Permainan itupun sampai saat ini masih juga terkenang bagi kita. Namun zaman telah berubah, kemudahan teknologi mengubah segalanya. Sosial media membuat hal tersebut ditinggalkan. Bahkan banyak anak yang lebih senang menonton video di YouTube, dibanding bermain dan bersosialisasi bersama teman yang lain.
Kemudahan dan bebasnya seseorang mengakses internet saat ini, juga menjadi ancaman tersendiri untuk para orang tua. Apalagi situs-situs yang kurang pantas bisa bermunculan secara bebas di laman yang dibuka. Hingga membuat mereka yang membutuhkan uang untuk kesenangan sesaat, memutar otak agar menghasilkan uang dengan cara yang salah melalui internet. Kasus-kasus seperti eksploitasi dan juga penjualan orang, sangat marak akibat adanya penyalahgunaan teknologi tersebut. Bahkan, eksploitasi anak terus terjadi dengan berbagai mekanisme, termasuk cara haram demi mendapatkan keuntungan.
Salah satu yang dialami oleh perempuan muda dengan inisial FEA berusia 24 tahun adalah ia menjadi tersangka atas kasus prostitusi anak di bawah umur. FEA ini berstatus sebagai mucikari yang menjual anak berinisial SM yang berusia 14 tahun. Dan juga DO yang masih berusia 15 tahun untuk menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK) melalui media sosial. Pengakuan keduanya terhadap apa yang mereka lakukan adalah karena mereka ingin memenuhi kebutuhan sehari-hari. Karena bayaran yang didapat dari kegiatan tersebut lumayan besar yakni 7-8 juta per jam untuk perawan dan 1,5 juta per jam untuk non perawan. Dengan bagi hasil antara mucikari dan korban yakni 50 persen dari hasil kegiatan tersebut. (news.republika.co.id, 24/09/2023)
Dari kasus tersebut menunjukkan bahwa, anak masih berada dalam lingkungan yang tidak aman dan berpeluang menjadi korban. Juga membuat hati para orang tua tak nyaman dan ketar-ketir karenanya. Adanya internet yang memuat berbagai situs yang mudah untuk diakses, membuat masyarakat dengan mudah melakukan hal-hal yang mereka inginkan. Apalagi mereka yang memiliki keinginan untuk menikmati kesenangan sesaat pasti akan memutar otak untuk menghasilkan apa yang mereka mau. Maka negara harus berperan aktif dalam mengamankan dan membatasi situs-situs yang tak patut agar tidak bermunculan dan mudah untuk diakses. Juga membuat regulasi, tindak lanjut, serta sanksi yang tepat agar tak terjadi penyalahgunaan sosial media.
Adanya kasus tersebut menunjukkan bahwa negara telah gagal menjamin keamanan anak dan juga kenyamanan hidup bagi warga negaranya. Karena kemudahan teknologi ini telah kita rasakan di beberapa tahun ke belakang. Namun penyalahgunaan yang telah sering terjadi tak menjadi pelajaran untuk membuat aturan yang benar-benar membuat jera para pelaku. Serta menjadikan pelajaran bagi mereka yang tidak melakukan kejahatan tersebut.
Wajar saja hal ini terjadi, karena aturan negara ini bukan dari sang pencipta yakni Allah Swt. Sekularisme telah tumbuh dan mendarah daging di kehidupan masyarakat. Mereka cenderung berbuat seenaknya tanpa memikirkan konsekuensi kemudian. Tak heran jika, kasus yang terus berulang tak juga terselesaikan. Karena mereka menganggap hukuman tuhan akan terjadi ketika mereka berada di akhirat saja, namun kehidupan dunia mereka yang atur dan nikmati semaunya. Bahkan negara hanya mencukupkan diri dengan membuat regulasi perlindungan anak serta peringatan – peringatan yang kurang berdampak pada kehidupan dan keselamatannya.
Padahal dengan aturan Islam semua pasti akan tuntas terselesaikan. Karena Islam menetapkan negara sebagai pihak yang berkewajiban menjamin keamanan anak. Bagi Islam anak-anak adalah cikal bakal masa depan bangsa. Karena dari anak yang tumbuh menjadi pemuda yang tanggung, akan menjadikan negara serta bangsa menjadi tangguh pula.
Maka dalam Islam, negara memiliki berbagai mekanisme perlindungan anak, termasuk dengan jaminan kesejahteraan, pendidikan kepribadian. Mulai dari tataran keluarga. Anak disayangi dan didik untuk mengenal, mencintai Rabb dan aturan-aturan-Nya. Sehingga ketika tumbuh dewasa mereka akan mengerti akan konsep hidup yang benar sesuai aturan Islam tanpa melanggarnya. Jaminan kesejahteraan hidup juga akan dipenuhi oleh negara, karena negara akan menjamin pekerjaan bagi kepala keluarga dengan gaji yang cukup untuk memenuhi kehidupan mereka. Anak yatim dipelihara negara dengan mencukupi kebutuhan mereka, sehingga mereka tak akan iri dengan anak lain. Juga keselamatan dan kenyamanan hidup dipastikan negara agar tidak terjadi kejahatan-kejahatan yang membuat hidup was-was. Karena negara dengan aturan Islam akan memberikan sanksi yang menjerakan bagi pelaku kejahatan. Waallahua’alam bishawab. [My]
0 Comments: