![Angka Stunting [masih] Tinggi, di mana Peran Negara?](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWzQEWV7yTNJde8cwKnMNKp4kJFaz05uERZxwnQLbFZ4VeChOHyhqer1GEFU3h5JR9ZBh_ZGOgho4WFYV3py1tmBBcEkeZQZr0UOd7yiAc8LDVygqTJkTmzIzuQkaq-wxSZRQwIDziv-g/w700/1698193549802726-0.png)
OPINI
Angka Stunting [masih] Tinggi, di mana Peran Negara?
Oleh. Purwanti
Stunting masih menjadi pembahasan penting di era digitalisasi saat ini. Pemerintah Asahan sendiri berkomitmen menurunkan angka kasus stunting di posisi 14% sesuai dengan program nasional. Dan baru-baru ini, pemerintah Kabupaten Asahan menerima Insentif Fiskal Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan dalam kategori penurunan angka stunting dari Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin saat Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) terkait penurunan stunting di Istana Presiden, 6 Oktober lalu (waspada.id, 15/10/2023).
Angka Turun tak Sampai 0%
Indonesia sebagai negara kaya dengan sumber daya alam yang berlimpah, sampai saat ini hanya mampu menurunkan angka stunting. Begitu pula yang terjadi di Kabupaten Asahan. Menurut keterangan yang disampaikan oleh Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, KB, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A) Kab. Asahan Edi Kusuma bahwa dari hasil survei Status Gizi Indonesia, angka stunting di Kabupaten Asahan pada 2021 mencapai 18,9% dan pada tahun 2022 mengalami penurunan menjadi 15,3%. Dan angka ini masih di atas target penurunan pravelansi angka stunting di Indonesia.
Sementara itu, berbagai program dicanangkan demi mendukung penurunan angka stunting terus dilakukan. Seperti Gerakan Aksi Bergizi yang baru dilaksanakan pada 17 Oktober lalu di SMAN 4. Acara ini bertujuan menumbuhkan kesadaran sejak dini khususnya remaja putri terhadap perilaku hidup sehat dan gizi seimbang demi menekan risiko tinggi anak yang dilahirkan kelak terkena stunting (portal.asahankab.go.id, 17/10/2023).
Baru-baru ini, melalui program Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS), Dinas Sosial Kab. Asahan, Bapak Kapolres Asahan dan Bapak Bupati Asahan menyalurkan makanan tambahan untuk anak stunting kepada anak-anak penderita stunting di berbagai wilayah di Kabupaten Asahan. Dengan harapan melalui program tersebut dapat mengentaskan kasus stunting.
Namun nyatanya, kasus stunting di negeri gemah ripah loh jinawe ini masih terbilang tinggi bahkan sejak kemerdekaan hingga saat ini. Mirisnya lagi, tingginya kasus stunting terjadi di wilayah yang memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Dengan berbagai program yang telah dicanangkan, lantas mengapa kasus stunting masih saja tinggi? Apa sebenarnya problem utama yang membuat stunting terus ada? Mengapa penurunan kasus stunting tidak mencapai 0%?
Akar Masalah
Merujuk pada situs Kementerian Kesehatan, stunting merupakan gangguan pertumbuhan pada anak dikarenakan kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badan berada di bawah standar. Anak-anak yang mengalami stunting biasanya berasal dari keluarga prasejahtera. Meskipun ada juga yang berasal dari keluarga sejahtera namun jumlahnya sedikit.
Kebutuhan gizi yang tak tercukupi dikarenakan mereka tidak mampu membeli makanan penuh gizi setiap hari. Hal tersebut karena kemiskinan. Maka kemiskinan dan stunting tak akan pernah terpisah seperti dua sisi mata uang.
Menilik data dari Badan Pusat Statistik, angka kemiskinan di negeri kaya sumber daya ini mencapai 9,36 persen pada Maret 2023 atau setara dengan 25,90 juta orang. Sedangkan kemiskinan ekstrem tahun 2022 sebesar 2,04 persen.
Kemiskinan ekstrem sendiri merupakan keadaan ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, yaitu makanan, air bersih, sanitasi yang layak, kesehatan, tempat tinggal, dan sebagainya. Seseorang masuk kategori miskin ekstrem yaitu jika kebutuhan sehari-harinya di bawah Rp10.739/orang/hari atau Rp322.170/orang/bulan. Ini berarti jika satu rumah tangga memiliki anggota keluarga 3-4 orang maka pengeluaran keluarga tersebut sekitar satu juta rupiah. Ini merupakan pengeluaran minimalis seseorang atau rumah tangga di tengah harga pangan yang melambung tinggi.
Kalau pemerintah optimis di tahun 2024 berhasil menurunkan persentase kemiskinan ekstrem nol persen, sementara fakta membuktikan sebaliknya. Mengapa? Masalah kemiskinan terjadi karena diterapkannya sistem ekonomi liberal yang fokus pada pertumbuhan ekonomi dan peningkatan PDB negara. Sehingga negara hanya fokus kepada perdagangan internasional seperti ekspor dan impor barang bagi negara yang memiliki teknologi. Sedang bagi negara yang tidak memiliki teknologi, maka negara membuka akses bagi investasi asing.
Maka wajar, jika eksploitasi dan eksplorasi sumber daya alam terjadi. Ujungnya, hasil sumber daya alam diangkut para investor, sedang masyarakat hanya diberikan residunya saja. Padahal, sumber daya alam tersebut milik rakyat. Mirisnya, negara mengemis pada perusahaan yang mengelola sumber daya alam melalui pajak untuk disalurkan ke berbagai pos program pemerintah termasuk pos kesehatan.
Tak hanya itu, dalam sistem kapitalisme yang merupakan induk dari ekonomi liberal, kekayaan itu hanya berpusat pada segelintir orang saja. Bagi mereka yang memiliki kekuatan dari sisi harta, maka mudah baginya untuk menguasai kebutuhan hidup. Sedangkan bagi mayoritas masyarakat yang tidak mempunyai kekuatan akan sulit bahkan tersendat kebutuhan hidupnya. Hal inilah yang menyebabkan akses masyarakat terhadap kebutuhan hidup tersebut sulit.
Di tambah lagi, pemerintah selalu menggandeng pihak swasta dalam berbagai program mengentaskan kemiskinan. Negara atau pemerintah hanya sebagai regulator atau pihak yang menetapkan kebijakan sehingga swasta dan masyarakat mendapatkan keuntungan bersama. Namun nyatanya, ketika pemerintah menggandeng swasta itu menjadikan biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup semakin mahal karena pihak pengelola hanya mementingkan keuntungan.
Islam Punya Solusi
Islam merupakan agama yang berasal dari Al-Khalik, pencipta makhluk yang lemah dan terbatas. Islam memiliki segenap aturan yang mampu menyelesaikan permasalahan manusia dengan tuntas tak terkecuali stunting dan kemiskinan.
Islam menetapkan bahwa pemimpin bertanggung jawab mengurusi urusan warganya dan memastikan serta menjamin seluruh kebutuhan dasar warganya tercukupi. Dengan sistem ekonomi, Islam akan mampu menyelesaikan persoalan stunting dan kemiskinan dengan dua kebijakan.
Pertama, pembatasan kepemilikan. Islam mengatur kepemilikan menjadi tiga bagian yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Di mana kepemilikan individu, Islam memperbolehkan setiap individu untuk memiliki sesuatu dengan cara sesuai syariat, seperti hasil kerja/upah, pemberian harta, hibah, warisan, dan sebagainya.
Untuk kepemilikan umum, Islam melarang seseorang/badan/lembaga untuk memprivatisasi atau memonopoli aset yang merupakan milik rakyat, seperti rumput, air, danau, laut, jalan, raya, pembangkit listrik, sungai, ataupun barang tambang yang berlimpah.
Sedangkan kepemilikan negara merupakan harta yang pengelolaannya diwakilkan oleh khalifah sebagai kepala negara, seperti ganimah, jizyah, kharaj, tanah yang tidak dikelola selama 3 tahun berturut-turut, harta orang murtad, dan sebagainya.
Pengelolaan kepemilikan tersebut harus sesuai dengan syariat sehingga perekonomian riil berkembang dan kemiskinan akan berkurang secara otomatis. Selain itu, negara akan mendorong para muzaki (orang yang wajib membayar zakat) untuk mengeluarkan zakat dan dibagikan kepada delapan asnab secara kontinu hingga para mustahik tidak lagi termasuk ke delapan asnab tadi.
Kedua, negara wajib memastikan tersalurnya kebutuhan dasar ke seluruh rakyatnya. Tak hanya itu, negara juga memastikan para kepala rumah tangga mampu menafkahi tanggungannya. Jika kepala keluarga dan kerabatnya tidak mampu menafkahi, maka negara wajib membantu warganya agar dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan juga mendapat lapangan pekerjaan. Maka perlahan tapi pasti, keluarga tersebut akan mampu memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga dapat terbebas dari jerat kemiskinan.
Sebagaimana yang pernah diterapkan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pada masa pemerintahannya, kondisi ekonomi masyarakat pada saat itu sejahtera bahkan tidak ditemukan satu orang pun yang berhak menerima zakat (mustahik). Tak hanya manusia yang sejahtera, binatang pun juga tidak ada yang kekurangan makanan.
Kesimpulan
Stunting yang merupakan pangkal kemiskinan adalah buah penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini melahirkan para pemimpin yang abai terhadap pemenuhan rakyatnya dan melahirkan kebebasan kepemilikan.
Solusi untuk menuntaskan kasus stunting dan kemiskinan adalah dengan mengganti sistem ekonomi kapitalis liberal dengan sistem ekonomi Islam dalam bingkai Kh1l4f4h islamiah. Dengan begitu, kesejahteraan dan ketercukupan gizi akan terwujud.
Wallahualam bissawab. [Ni]
Baca juga:

0 Comments: