Headlines
Loading...
Oleh. Ummu Irul

Fitrah manusia itu mencintai dan dicintai. 
Cinta itu adalah anugerah dari Allah Ta'ala. Sebagai pengejawantahan dari naluri nau'. Yakni naluri melestarikan keturunan.

Kadang cinta membuat bahagia. Kadang cinta membuat sengsara. Kadang cinta bikin manusia taat syari'at. Tak jarang pula cinta membuat manusia berbuat maksiat.

Terkait rasa cinta ini kita harus berhati-hati. Sebab Rasulullah telah mewanti-wanti dalam hal ini.

Dari Abu Dzar, beliau berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimana jika ada seorang yang mencintai suatu kaum tapi tidak mampu beramal seperti mereka? Rasulullah saw bersabda,"Engkau wahai Abu Dzar akan bersama siapa saja yang engkau cintai." Abu Dzar berkata, maka aku berkata, "Sungguh, aku mencintai Allah dan Rasul-Nya." Abu Dzar mengulanginya satu atau dua kali (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Hibban).

Dengan hadits ini pastilah kita, semakin berhati-hati dan waspada, tatkala menempatkan rasa cinta. 

Apabila pengin diakui sebagai umatnya di yaumil kiamat kelak, maka kita harus mencintai beliau Nabi saw, hingga mencapai prosentase yang sempurna. Jika tidak seratus persen, maka kerugian yang akan didapat, baik semasa di dunia maupun akherat kelak. 

Cinta kepada Rasulullah adalah sesuatu yang wajib ada pada setiap muslim, sebab itulah syarat mutlak untuk bisa masuk jannah. 

Dan cinta kepada Nabi Muhammad saw ini haruslah lahir dari hati yang paling dalam, sehingga cintanya bener-bener tulus tanpa paksaan. Itulah cinta yang suci, cinta kepada Nabi. Sementara cinta suci tak cukup diucapkan di lisan, namun harus diwujudkan dalam perbuatan. Tatkala cinta hanya di lisan, tanpa pembuktian dalam pengabdian dan pengorbanan, itulah yang dinamakan cinta semu. Bukan cinta sejati.

Cinta sejati harus diwujudkan dalam perbuatan. Demikian pula cinta kepada Nabi harus diejawantahkan dalam perbuatan. Berkata cinta harus berani berperilaku nyata. Jika cinta Nabi harus mencintai apa yang beliau senangi dan membenci apa yang beliau benci. Mengerjakan apa yang Nabi kerjakan. Mengikuti jalan apapun yang beliau titi. Itulah bukti nyata cinta kepada yang dicinta.

Dan inilah cinta tertinggi seorang Muslim, yakni cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman,

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (QS. Ali 'Imran: 31).

Dengan demikian semakin mantap-lah,  kita harus menjadikan manusia mulia Rasulullah Muhammad saw sebagai role model dalam setiap inchi masalah kehidupan. Allah telah memberikan titah-Nya lewat firman-Nya, "Sungguh telah ada pada diri Rasulullah saw tauladan yang baik bagi kalian." (TQS. Al-Ahzab: 21).

Dari ayat ini jelaslah bahwa Nabi saw adalah figur yang harus diteladani dalam segala hal. Baik beliau sebagai pribadi, sebagai kepala keluarga dan juga sebagai kepala negara. Tidak hanya teladan dalam akhlaknya, namun juga ketegasannya dalam memimpin negara, keberhasilannya dalam mengantarkan umatnya kepada posisi yang sungguh disegani oleh bangsa lain.

Rasulullah saw dengan risalah yang dibawanya menjadikan kaum Muslim mulia dan terhormat, dalam kepemimpinannya dan dalam kepemimpinan para khalifahnya.

Rasulullah saw sebagai pemimpin negara melindungi rakyat yang dipimpinnya dari berbagai bahaya. Demikian pula rakyat dalam kepemimpinan para khalifahnya. Dalam kepemimpinan Islam, rakyat terjaga agamanya, hartanya, keturunannya, keamanannya, akalnya, nyawanya dan sebagainya. Dalam Islam tidak bakal terjadi pendzaliman terhadap rakyatnya sebagaimana yang sering terjadi hari ini.

Menjadi PR kita bersama, tatkala kaum Muslim hari ini baru menjadikan Rasulullah sebagai teladan dalam masalah ibadah mahdoh dan akhlak saja, tetapi belum meniru dalam hal pemerintahan. Kaum Muslim masih suka menjadikan sistem manusia (kapitalisme-sekuler) untuk diadopsi dan diterapkan di tengah-tengah masyarakat.

Semoga kita tetap semangat dalam mengajak umat mencintai manusia mulia Nabi Muhammad saw, dengan kecintaan yang hakiki, yakni menjadikan beliau teladan dalam segala hal (ekonomi, pendidikan, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan, serta mencintai Nabi saw selama hidup di dunia yang sementara hingga menghadap Ilahi.

Dengan begitu semoga Allah memasukkan kita  sebagai seorang yang dirindukan oleh manusia mulia Nabi Allah Swt.
Sebagaimana hadits melalui Anas Ibn Malik, berikut: Aku rindu ingin sekali berjumpa dengan saudara-saudaraku. Para shahabat nabi radliyallahu ‘anhum berkata: “Bukankah kami saudara-saudaramu? Beliau menjawab: “Kalian adalah para sahabatku. Saudara-saudaraku adalah orang-orang yang beriman kepadaku walaupun mereka belum pernah berjumpa denganku.” (H.R. Imam Ahmad dalam musnadnya, Jilid: 20/37).

Dari hadits ini, sungguh kita mengharapkan menjadi pribadi yang dirindukan manusia pilihan nan mulia, Baginda Nabi saw. Dan syaratnya, hanya satu yakni mencintai beliau dengan cinta yang hakiki, bukan cinta yang hanya di lathi.

Wallahualam bisawab. [Ys]

Baca juga:

0 Comments: