
OPINI
Islam Menjaga Fungsi Keluarga
Oleh. Ni’mah Fadeli
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
Harta yang paling berharga adalah keluarga. Begitulah lantunan lagu yang sering kita dengar, hampir semua orang menyetujui hal tersebut karena memang menggambarkan betapa besar arti sebuah keluarga dalam hidup seseorang. Keluarga adalah tempat pulang, menjadi diri sendiri di mana selalu ada tempat kembali meski seberapa besar kesalahan yang pernah kita lakukan. Maka tak heran jika memiliki keluarga adalah harta yang tak ternilai harganya. Namun saat ini sering kita jumpai berbagai kasus kekerasan dalam keluarga hingga menyebabkan luka fisik bahkan hilangnya nyawa. Na’udzubillahi min dzalik. Tak hanya satu atau dua kali kita dibuat kaget dengan berita kekerasan dalam rumah tangga. Entah telah berapa kali terjadi. Apakah itu kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anak atau sebaliknya, anak terhadap orang tua, juga kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluarga lain.
Seperti kasus yang baru-baru ini terjadi di Desa Parigi Mulya Kecamatan Cipunagara Kabupaten Subang, Jawa Barat di mana seorang ibu melakukan penganiayaan terhadap anak kandungnya. Aksi si ibu tidak sendiri namun dibantu oleh kakek dan paman si korban. Setelah dianiaya, korban yang adalah remaja laki-laki berusia tiga belas tahun ditinggalkan dalam keadaan masih hidup di saluran irigasi hingga ditemukan warga sudah dalam keadaan tewas dengan tubuh penuh luka dan tangan yang terikat. Menurut Kepala Dusun Parigi 2, Karnoto, korban dikenal memiliki kebiasaan buruk dan telah beberapa kali ketahuan mengambil barang-barang yang bukan miliknya. Orang tua korban sudah bercerai dan memang kerap terdengar keributan dalam keluarga tersebut (detikNews.com, 11/10/2023).
Miryam Sigarlaki, psikolog dari Universitas Jenderal Ahmad Yani (Unjani) Cimahi memaparkan terdapat berbagai pemicu tindakan kekerasan dalam rumah tangga hingga berujung hilangnya nyawa pada kasus Subang tersebut. Pemicu itu di antaranya adalah adanya perceraian yang menimbulkan stres bagi si ibu, sehingga mungkin sekali dapat menimbulkan gangguan perilaku karena ketidakmampuannya mengelola emosi. Adanya konflik antara ibu dan anak yang memperburuk situasi, begitu juga masalah ekonomi yang memungkinkan seseorang melakukan sesuatu tanpa berpikir panjang. Faktor penting lainnya adalah nilai keimanan dalam diri yang rendah sehingga tidak dapat mengontrol dan mencegah terjadinya hal-hal membahayakan (jpnn.com, 06/10/2023).
Dalam satu keluarga idealnya terbentuk delapan fungsi yaitu reproduksi, ekonomi, edukasi, sosial, proteksi, rekreasi, afeksi dan religiositas karena sebuah keluarga adalah miniatur masyarakat itu sendiri. Namun fungsi tersebut semakin hari semakin luntur seiring dengan maraknya sekularisme dalam tatanan kehidupan. Sekularisme membuat manusia merasa menjadi si paling sehingga segala hal yang berkaitan dengan kehidupan, hanya mengandalkan akal dan meminggirkan aturan agama yang telah ada. Keluarga yang jauh dari fungsi religiositas maka yang timbul hanya menuruti hawa nafsu. Ketika fungsi religiositas tak lagi berfungsi, maka fungsi lain dari keluarga tak akan dapat berjalan maksimal.
Fungsi keluarga saat ini memang telah rusak oleh sekularisme yang semakin hari semakin menjauhkan manusia dari fitrahnya yaitu sebagai makhluk serba terbatas, sehingga butuh tatanan dan tuntunan yang berasal dari Sang Pencipta. Segala hal tak lagi berpegang pada halal haram, tetapi mengedepankan akal manusia dan memisahkan kehidupan sehari-hari dengan ajaran agama. Kebalikan dari sekularisme, Islam justru akan sangat menjaga fungsi-fungsi keluarga. Islam menjadikan Al-Qur’an ’an dan Sunah sebagai landasan utama dalam menjalankan kehidupan. Segala sesuatu sudah diatur lengkap dalam syariat Islam sehingga ketika terjadi masalah segera menemukan solusinya.
Islam yang dijadikan landasan dalam kehidupan senantiasa menjadikan ketakwaan pada Allah Subhanallahu wa Ta’ala adalah hal utama, sehingga tercipta pribadi yang selalu mengharap rida-Nya, hanya melakukan ikhtiar yang syar’i dan menerima segala ketetapan Allah dengan syukur dan sabar. Masyarakat yang paham Islam akan selalu beramar makruf nahi mungkar dan saling mengingatkan tanpa menyakiti, apalagi melakukan kekerasan. Begitu juga pemimpin dalam Islam, akan melakukan kebijakan sesuai syariat Islam dan selalu melayani rakyat. Aspek ekonomi, keamanan, sosial, dan seterusnya senantiasa menjadi perhatian utama sehingga kehidupan rakyat yang dipimpinnya sejahtera lahir dan batin. Hal ini tentu akan berimbas langsung pada kehidupan keluarga dan delapan fungsi keluarga dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Wallahualam bissawab. [Ni]
Baca juga:

0 Comments: