OPINI
Keluarga dalam Ancaman Sekulerisme
Oleh. Ummu Zahra Fikr
Rumahku surgaku. Sepertinya pernyataan ini adalah sebuah impian yang jauh dari kenyataan. Atau justru lebih ngeri realitas yang terjadi bahwa rumahku adalah nerakaku. Naudzubillah.
Pasalnya, berita mencengangkan banyak berdatangan dari entitas keluarga. Seperti beberapa waktu yang lalu sempat dihebohkan kasus pembunuhan yang miris tepatnya di
Desa Parigimulya, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Seorang anak bernama Muhammad Rauf 13 tahun yang meninggal akibat dianiaya oleh keluarganya sendiri yaitu ibu, paman dan kakeknya. Perbuatan keji tersebut dilakukan lantaran sikap korban yang membuat kesal karena masuk rumah lewat atap. Setelah ditelisik ternyata Rauf banyak hidup di jalanan dan jarang pulang ke rumah. Bahkan
Rauf diketahui juga tidak mendapatkan perhatian dari sang ayah karena ibunya sudah lama berpisah dengan ayah Rauf (www.regional.kompas.com, 8/10/23).
Keluarga seharusnya adalah tempat ternyaman bagi para anggota keluarganya. Ayah, ibu dan anak-anak. Komunikasi terjalin hangat, penuh cinta dan kasih sayang. Suasana pun tenang dan damai.
Namun sistem kapitalisme telah memporak-porandakan kestabilan keluarga. Sistem kapitalisme ini memandang bahwa kebahagiaan keluarga ada jika materi terpenuhi. Sistem kapitalisme ini lahir dari rahim sekulerisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan. Hidup tak mau diatur agama. Lebih memilih berbuat sesuka, yang terpenting adalah kenikmatan hidup di dunia.
Alhasil, dalam entitas keluarga banyak masalah terjadi salah satunya perceraian. Perceraian memberikan dampak lanjutan, misalnya kenakalan pada anak, KDRT hingga berujung pada kematian. Sungguh sangat miris.
Apalagi jika melihat data yang ada pada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat selama periode tahun 2022 pengaduan tertinggi berada pada klaster Perlindungan Khusus Anak (PKA). Di mana terdata sebanyak 1960 aduan dalam Klaster Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif. Kemudian di dalamnya tercatat 479 kasus pelanggaran hak anak terjadi pada anak yang merupakan korban dari pengasuhan bermasalah/terjadi konflik orang tua. Anak seharusnya bisa mendapatkan haknya untuk diasuh, dipelihara, dididik serta dilindungi orangtuanya dan ini menjadi kewajibannya. Namun, yang terjadi justru orang terdekat anak yang malah melakukan pelanggaran (www.kpai.go.id, 20 Januari 2022).
Hal ini tentu tak boleh dibiarkan terus terjadi. Lalu apa yang harus dilakukan?
Dalam Islam keluarga punya peran sangat penting bagi terbentuknya generasi. Generasi terbaik (khoiru ummah) adalah capaian utamanya. Generasi dengan kepribadian Islam dan tangguh. Mereka siap memimpin masa depan dan peradaban Islam yang mulia.
Peran besar keluarga ini harus dikembalikan pada posisi semestinya. Keluarga adalah madrasah utama dan pertama bagi anak. Kewajiban orang tua menjamin anaknya berakidah kuat dan tercukupi segala kebutuhan asasinya. Termasuk juga kebutuhan akan kasih sayang ayah dan ibunya.
Orang tua harus saling bekerjasama dalam menjalankan amanahnya masing-masing. Menunaikan peran dan tanggung jawab di dalam keluarga sesuai dengan aturan yang Allah berikan. Komunikasi yang hangat terwujud di antara anggota keluarga sehingga merasa nyaman. Amanah masing-masing anggota keluarga pun bisa dijalani tanpa merasa terbebani. Semua aktivitas dilakukan sebagai wujud ketaatan dalam meraih rida-Nya.
Dalam Al-Quran surat At-Tahrim ayat 6, Allah Swt. berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
Ayat ini menjadi penggerak bagi para orang tua, untuk menjaga keluarganya agar selalu berada di jalan Allah Swt.
Tak hanya keluarga, negara pun punya peran memastikan setiap keluarga tercukupi kebutuhan asasinya (pangan, sandang, papan). Lapangan pekerjaaan akan disediakan bagi para suami dengan gaji yang layak. Sehingga mereka mampu memberikan penghidupan bagi istri dan anak-anaknya dengan baik. Istri pun tak perlu mencari tambahan gaji dan meninggalkan kewajiban utamanya sebagai ibu, pengurus anak dan rumah tangga.
Jaminan terhadap kebutuhan penting lain contohnya pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum lain diberikan secara murah bahkan gratis kepada seluruh warga negaranya. Orang tua tidak bertambah beban hidupnya. Semua itu bisa terwujud hanya dalam institusi yang menerapkan Islam kaffah, yaitu daulah kh1l4fa4h Islamiyah.
Tidakkah Anda merindukannya?
Wallahualam bissawab. [Hz]
0 Comments: