Headlines
Loading...
Keluarga Sel Terkecil Negara, Bagaimana Melindunginya?

Keluarga Sel Terkecil Negara, Bagaimana Melindunginya?


Oleh. Aulia Rahmah
Kelompok Penulis Peduli Umat

Perceraian dengan diiringi kekerasan dalam rumah tangga semakin viral saja. Dengan beragam sebab, sepasang kekasih yang telah terikat janji suci memutuskan untuk berpisah. Lemahnya iman, tekanan ekonomi, pergaulan bebas dan selingkuh, pinjol, judi online atau karena sebab lainnya menambah deret panjang kasus perceraian di Indonesia. 

Banyaknya peluang untuk mengakses hal-hal buruk ini berperan dalam merusak rumah tangga. Dengan konsen pada hal-hal buruk yang merusak, berakibat buruk pula pada kehidupan rumah tangga. Perhatian untuk pasangan menjadi berkurang, uang belanja berkurang, empati pada pasangan berkurang, komunikasi kurang sehat. Lemahnya iman juga kurangnya kemampuan dalam memgelola hubungan rumah tangga sesuai Islam, juga karena bisikan setan, membuat seseorang melakukan tindakan kekerasan pada pasangan, bahkan pada buah hatinya sendiri. 

Adalah Rauf, remaja berusia 13 tahun yang memutuskan untuk menjadi anak jalanan sejak orang tuanya bercerai, ditemukan warga dalam kondisi tak bernyawa di saluran irigasi di Blok Sukatani, Desa Bugis,  Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu, Rabu (4/10/2023). Setelah diusut, ternyata otak terbunuhnya Rauf adalah ibu, paman, dan kakeknya sendiri. Pihak Kepolisian pun lantas mengamankan ibunya N (43), pamannya S (24), kakeknya W (70), juga tetangga pemilik motor yang dipinjam pelaku untuk membuang korban. 

Kasus KDRT yang berujung kematian ini disoroti oleh sejumlah pihak, salah satunya oleh psikolog dari Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Cimahi Maryam Sigarlaki. Menurutnya, ibu N yang telah bercerai dengan suaminya memicu stres dan amarah. Ketika ada trigger dari Rauf yang kerap meminta HP, bertambahlah stres dan amarahnya. Karena ketidakmampuan mengelola emosi dan stres, Rauf menjadi sasarannya. N frustasi lalu menyakiti dan menyiksa Rauf hingga hilang nyawa (jpnn.com, 6/10/2023).

Banyaknya persoalan yang dihadapi oleh pasangan suami istri dalam melestarikan keharmonisan keluarga, memaksa seorang ibu untuk bekerja membantu suami menopang ekonomi. Ibu-ibu sekularis menganggap, dengan terpenuhinya kebutuhan yang bersifat materi akan menunjang kebahagiaan rumah tangga. Mereka pun berjuang mati-matian bekerja di luar rumah meraih sebanyak-banyaknya harta. Pasalnya, gaji suami tidaklah mencukupi untuk makan sehari-hari dan menyekolahkan anak-anak. Harga BBM naik, harga beras dan pangan lainnya juga naik. 

Bertambahnya beban inilah yang memicu seorang ibu stres dan sering marah. Padahal di dalam Islam terdapat larangan untuk marah dan ditunjukkan pula bagaimana cara meredam marah. Rasulullah saw. pernah berpesan, "Marah adalah awal keburukan." (HR. Bukhari Muslim)

Hadis lain dari Urwah Assa'di, Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya marah itu dari serangan setan diciptakan dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah, hendaklah dia berwudu." (HR. Ahmad, Abu Dawud)

"Apabila kalian marah, dan dia dalam posisi berdiri hendaknya dia duduk, karena dengan itu marahnya bisa hilang. Jika belum juga hilang hendaknya dia mengambil posisi tidur." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Lemahnya iman juga lemahnya pemahaman kaum muslimin dari ajaran Islam disebabkan karena dijauhkannya pendidikan Islam dari kurikulum pendidikan nasional. Akibatnya, berstatus muslim namun kepribadiannya sekularis. Seseorang tidak menyadari bahwa melakukan pinjol dengan riba adalah bagian dari dosa. Judi, selingkuh, marah, dan sifat buruk lainnya, hingga menghilangkan nyawa adalah kejahatan dan dosa besar. 

Melindungi individu dan keluarga dari pemikiran dan tindakan amoral adalah tanggung jawab negara. Seorang pemimpin nanti di akhirat akan ditanya tentang rakyat yang dipimpinnya. Mengapa rakyatnya sampai melakukan dosa, mengapa rakyatnya terbunuh oleh ibunya sendiri, ke mana harta milik umat hingga seorang anak terlantar dan menjadi anak jalanan dan seorang ibu banting tulang menopang ekonomi keluarga hingga melalaikan tanggung jawab utamanya sebagai ibu dan pengurus rumah tangga. 

Kesejahteraan keluarga hanya akan terwujud saat negara mengembalikan harta milik umum kepada umat, yang saat ini dikelola dengan sistem kapitalisme yang hanya menguntungkan sebagian pihak saja. Dengan banyaknya sumber daya alam yang ada, maka biaya kesehatan, pendidikan, dan pelayanan umum lainnya memungkinkan murah, bahkan gratis. 

Dalam sistem Islam kewajiban utama seorang ibu adalah untuk mendidik anak-anak dan mengatur urusan rumah tangga. Di era kekinian, di saat kemajuan teknologi digital, dan derasnya informasi, seorang ibu salihah dituntut cerdas dalam membersamai anaknya dalam belajar. Seorang ibu harus dapat melindungi anaknya dari setiap informasi yang merusak. 

Di tangan ibulah akan hadir pemimpin masa depan dan umat terbaik yang akan meneruskan eksistensi dan peradaban mulia umat Islam. Dan peran ibu ini haruslah ditopang oleh sistem yang kompeten yaitu sistem Islam kafah dalam bernegara. Sistem Islam kafah terbukti dapat mewujudkan apa yang dikatakan oleh seorang penyair, "Wanita adalah tiang negara, jika wanita rusak maka rusaklah negara". 

Di sepanjang peradaban Islam yang berabad-abad lamanya telah tercetak oleh peran ibu-ibu salihah dan tangguh di zamannya, seorang pemimpin umat yang sehat dan kuat. Mampu  melanjutkan estafet perjuangan untuk membumikan Islam. Oleh karenanya, negara harus dapat menjaga kemuliaan wanita sebagai tiang negara melalui peran mulianya dalam keluarga. Keluarga muslim adalah sel terkecil negara. Dengan terjaganya keluarga akan terjaga pula keutuhan negara. Negara yang berdasarkan Islam akan mengembalikan fitrah mulia ibu. Dengan kelembutan, kesalihan, dan kecerdasannya, maka kenyamanan, ketenteraman, dan ketakwaan keluarga akan terjaga. Wallahualam bissawab. [Ni]

Baca juga:

0 Comments: