
Hikmah
Memaknai Cinta kepada Rasul
Oleh. Nirwana Sadili
Sekarang ini kita berada di bulan Rabiul Awal, biasanya kaum muslimin di Indonesia mengadakan Maulid Nabi untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad saw. Berbagai acara di gelar, ada yang mengadakan kajian Islam di masjid, memberi santunan pada anak yatim, memberi makan kepada fakir miskin, dan lain sebagainya.
Saya ingat waktu kecil di kampung kalau bulan Rabiul Awal tiba, di masjid diadakan kegiatan Maulid Nabi dengan berkumpul di masjid untuk mendengarkan ceramah dengan mendatangkan penceramah yang terkenal di kota kami. Waktu itu kami sangat senang karena ada tradisi di kampung kami di Soppeng setiap warga membawa ‘kaddo minnya’ (ketan yang dimasak dengan santan kelapa) dibungkus dengan daun pisang berbentuk lingkaran. Selain itu warga juga membawa telur rebus yang diberi warna-warni yang ditancapkan pada batang pisang yang sudah diberi hiasan. Semua merasa gembira terutama anak-anak karena akan mendapatkan ‘Barakka’ (kaddo minnya dan telur warna-warni).
Sebenarnya peringatan maulid Nabi yang dilakukan dengan berbagai kegiatan adalah mengekspresikan bentuk rasa cintanya kepada Nabi Muhammad saw. Karena bagi seorang muslim mencintai nabi adalah wajib hukumnya. Rasulullah saw bersabda:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ رواه البخار
“Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian sehingga menjadikan aku lebih ia cintai dari orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia."
Cinta kepada Rasulullah wajib hukumnya bagi seorang muslim sebagaimana yang terkandung dari hadits tersebut. Tanda kesempurnaan iman seseorang bila menempatkan cintanya kepada nabi melebihi cintanya kepada manusia semuanya. Dalam Al-Qur’an surat at-Taubah ayat 24 Allah Swt berfirman:
قُلْ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَٰنُكُمْ وَأَزْوَٰجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَٰلٌ ٱقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَٰرَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٍ فِى سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّىٰ يَأْتِىَ ٱللَّهُ بِأَمْرِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْفَٰسِقِينَ
Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
Menjelaskan ayat tersebut Al Qadhi Iyadh menyatakan bahwa, itu menjadi anjuran dan bimbingan serta hujjah bagi kaum muslim untuk mewajibkan mereka mencintai beliau dan kelayakan beliau mendapatkan kecintaan tersebut, karena Allah menegur orang yang menjadikan harta, keluarga dan anaknya lebih dicintai dari Allah dan Rasul-Nya dan mengancam mereka bila melakukan hal tersebut.
Sebenarnya semua umat Islam apabila ditanya, apakah mereka mencintai Rasulullah. Pasti semua menjawab, ya. Hanya saja mengaplikasikan bentuk cintanya kepada Nabi berbeda-beda. Termasuk dengan berbagai kegiatan yang dilakukan di atas tadi pada hari kelahiran nabi yang terkenal dengan maulid Nabi. Pertanyaannya, bagaimanakah hakikatnya bentuk cinta kita kepada nabi? Apakah hanya sekedar diucapkan, atau sekedar melakukan berbagai kegiatan dihari kelahirannya? Tentu tidak. Bagaimanakah mewujudkan rasa cinta kita kepada Nabi?
Mewujudkan rasa cinta kepada Rasulullah saw adalah dengan menaati risalah yang beliau bawa yaitu Al-Qur’an dan as- Sunnah. Satu-satunya manusia yang harus diteladani dalam kehidupan bagi yang menginginkan rahmat dari Allah Swt. Selain itu karena Rasulullah saw memiliki kesempurnaan akhlak sebagaimana Allah Swt menunjukkan pada kita dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab 21:
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُواْ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرً
ا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah."
Bentuk cinta kepada Rasulullah adalah dengan menaati semua syariat yang dibawanya baik itu ibadah mahdah maupun ibadah gairu mahdah.
Allah Swt berfirman dalam surat Al-Hashr ayat 7
وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمْ عَنْهُ فَٱنتَهُواْ ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ
.”… Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”
Sangat jelas Allah memerintahkan kepada kita untuk mengikuti apa saja yang datang dari Rasul, begitu juga sebaliknya meninggalkan apa yang larangannya. Artinya mengikuti Rasulullah harus seluruh ajarannya, tidak sebagian-sebagian. Mengikutinya tidak hanya dalam hal salat, puasa, zakat dan berbagai ibadah mahdah yang lain. Tapi juga mengikuti dalam hal muamalah seperti ekonomi, pendidikan, pergaulan, politik bahkan sampai mengatur negara.
Mengikuti Rasulullah tidak boleh pilih-pilih. Mana yang bermanfaat, mudah, dan tidak beresiko kita pakai. Namun ketika hal itu berat dan beresiko kita tinggalkan. Ketika datang perintah salat, zakat, dan haji kita laksanakan. Sementara kalau menberlakukan hukum Allah seperti rajam bagi pezina, potong tangan bagi pencuri, dan qishas bagi pembunuh kita tinggalkan. Ini artinya memilih-milih perintah Allah. Padahal kalau mengikuti Rasulullah sebagian-sebagian, maka Allah memberikan kita kehidupan yang sempit seperti sekarang ini.
Parahnya bukan hanya itu Allah akan memberikan siksa yang sangat berat di hari kiamat. Allah memperingatkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 85:
ۚ أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ ٱلْكِتَٰبِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ ۚ فَمَا جَزَآءُ مَن يَفْعَلُ ذَٰلِكَ مِنكُمْ إِلَّا خِزْىٌ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا ۖ وَيَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰٓ أَشَدِّ ٱلْعَذَابِ ۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
“…Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat."
Dengan demikian seorang mukmin harus menolak sekularisme. Karena dalam pandangan idiologi ini, agama tidak boleh berperan dalam mengatur pemerintahan, ekonomi, pendidikan, pidana, dan urusan publik lainnya.Jika meyakini idiologi ini, maka ayat dan hadits yang menjelaskan urusan publik akan ditolak, bahkan diingkari. Jika terjadi demikian maka akan menyebabkan pelakunya jatuh kepada kekufuran. Masihkah kita menginginkan ide kufur itu?.
Memaknai cinta kepada Nabi adalah mengikuti semua syariat yang dibawanya. Dan ini merupakan wujud cinta kepada Allah Swt. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 31
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Wallahualam bishawab. [Ys]
Baca juga:

0 Comments: