Headlines
Loading...
Oleh. Ummu Fahhala
(Pemerhati Remaja)

Begitu pilu dan sangat menyedihkan melihat kekejaman Zionis Yahudi yang telah melakukan genosida terhadap muslim Palestina, dengan cara membombardir secara membabi buta rumah-rumah penduduk dan berbagai infrastruktur. Hampir semua bangunan hancur bahkan rumah sakit pun menjadi sasaran. 

Banyak korban nyawa dari rakyat sipil yang tidak bersalah telah syahid. Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan Palestina, bahwa korban yang tercatat di Gaza sebanyak 6.546 orang termasuk 2.704 anak-anak. Sedangkan di wilayah Tepi Barat ada 103 orang termasuk 30 anak-anak dan satu orang perempuan. 25 orang jurnalis yang sedang meliput dikabarkan tewas. Belum termasuk korban luka sampai belasan ribu orang, yakni  sekitar  17.130 orang (CNBC Indonesia, 26/10/2023).

Sehari-harinya selama kurang lebih 75 tahun, para pemuda bahkan anak-anak palestina hidup di bawah moncong senjata Zionis Yahudi, militansi mereka sangat kuat, mereka berani berhadapan dengan tentara Zionis Yahudi hanya bermodalkan batu atau alat sederhana bahkan dengan tangan kosong sekalipun. 

Di sisi lain, melihat realita pemuda saat ini yang berada di negeri-negeri muslim yang aman, tidak dalam keadaan perang, justru sangat miris. Perilaku mereka sangat minim visi. Mayoritas pemuda sibuk mengejar duniawi dan eksistensi diri. Bahkan mengorbankan nyawa bukan untuk berjihad, malah melakukan bentuk kekonyolan supaya ikut trend sosial media.

Seperti berita beberapa waktu lalu, pada 14 Januari 2023 terjadi pada siang hari, seorang remaja berinisial M tewas usai menghentikan paksa satu unit truk yang tengah melaju dari exit tol Desa Gunung Putri Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor. Diduga remaja tersebut menghadang dan menghentikan paksa truk untuk membuat konten, tentu publik sudah mengetahui hal semacam ini sudah terjadi untuk kesekian kalinya.

Tak hanya itu, kasus tawuran remaja pun silih berganti hadir di laman berita di berbagai kota dan kabupaten, bahkan memakan korban sampai tewas. Berdasarkan data UNICEF pada 2016 menunjukkan, bahwa kekerasan kepada sesama remaja di Indonesia diperkirakan mencapai 50%, diantaranya kekerasan oleh geng motor, tawuran dan saling bully yang masih didominasi oleh para remaja dan pelajar.

Ulah Kapitalisme

Inilah potret betapa bobroknya generasi produk sistem sekulerisme liberal. Sistem kehidupan yang sedang bercokol saat ini, yang membuat remaja memisahkan agama dari kehidupan. Agama tidak lagi dijadikan sebagai petunjuk dalam berpikir dan bertingkah laku. Para pemuda berperilaku menurut hawa nafsu, sehingga mereka menyibukkan diri untuk mengejar eksistensi diri, kesenangan fisik, popularitas, hiburan dan nilai-nilai materi lainnya.

Hal ini semakin bertambah parah ketika negara pun tak punya visi penyelamat generasi. Negara kapitalisme dengan berbagai prinsip hidup serba bebas, berlepas tangan dari tanggung jawabnya dalam menjaga generasi atas nama Hak Asasi Manusia (HAM). 

Negara kapitalisme liberal hanya mencukupkan diri pada berbagai upaya pragmatis semata, seperti penangkapan pelaku tawuran, himbauan dan sejenisnya.  Jadilah generasi mengikuti arus liberal dan abai terhadap bahaya yang mengancam.

Pemuda dalam Sistem Islam

Sangat berbeda dengan sistem Islam dalam menjaga generasi muda. Kualitas pemuda sangat penting dalam membangkitkan kembali eksistensi peradaban Islam.

Begitu penting penjagaan terhadap pemikiran para pemuda. Seperti penuturan seorang ulama Syaikh Ibnu Baaz, dalam kitabnya Fatwa Syaikh Ibnu Baaz juz 2 halaman 365, beliau mengatakan bahwa “Musuh-musuh Islam berusaha mengubah pandangan hidup pemuda muslim. Merintangi jalan mereka, memisahkan mereka dari agama. Menciptakan jarak yang lebar antara mereka dengan para ulama dan norma-norma yang baik di masyarakat. Mereka memberikan label buruk terhadap ulama yang menyebabkan para pemuda menjauh, para ulama  digambarkan dengan sifat dan karakter yang buruk serta dijatuhkan reputasi para ulama tersebut. Memprovokasi para penguasa untuk berseberangan dengan mereka.”

Islam memerintahkan semua pihak bertanggung jawab untuk mendidik para pemuda, agar mereka menjadi sosok yang berkualitas untuk kemuliaan Islam dan bermanfaat bagi umat. Dari lingkungan terkecil, Islam memerintahkan orang tua agar mendidik anak mereka dengan akidah Islam sehingga para generasi memiliki bekal untuk berpikir dan berperilaku sesuai syariat Islam.

Tidak berhenti di sana, penanaman akidah Islam yang kuat akan menggiring para generasi sadar dan paham potensi yang mereka miliki sebagai sumbangsih peradaban mulia. Akhirnya jiwa para pemuda terpupuk dengan kerinduan terhadap penerapan syariat Islam dan akan menyerahkan dirinya untuk kemuliaan Islam dan kaum muslimin. 

Ketika para generasi muslim itu keluar dari rumah, mereka akan berbaur dengan masyarakat yang khas dengan budaya positif yakni terbiasa dengan amar ma'ruf nahi munkar. Mereka tidak akan membiarkan kemaksiatan terjadi di dalam lingkungannya. Karena itu, para generasi mendapat tempat untuk belajar dan mempraktikkan pemahaman Islam dalam kehidupan mereka. 

Negara memiliki peran besar untuk menjaga generasi secara menyeluruh. Sistem Islam akan menerapkan pendidikan dengan dasar akidah Islam yang tercermin dalam implementasi kurikulum serta berbagai kebijakan pembelajarannya. Output sistem pendidikan Islam akan melahirkan generasi yang memiliki syaksiyah atau kepribadian Islam yang tinggi, dengan pola pikir dan pola sikap sesuai dengan Islam. 

Mereka juga akan dibekali dengan ilmu-ilmu duniawi seperti IPTEK agar bisa bertahan dalam kehidupan. Pendidikan seperti ini akan semakin menguatkan akidah yang sudah didapatkan para generasi muda dari keluarga mereka.

Alhasil terbentuk generasi Islam yang senantiasa tersibukan dalam berbagai aktivitas untuk kemuliaan Islam dan kaum muslimin. 

Selain dari sistem pendidikan, output generasi islam yang berkualitas akan didukung oleh sistem pergaulan Islam serta media. Jika ada yang bermaksiat, seperti melakukan curanmor, tawuran, bulliying, dan sebagainya, maka pemimpin Islam akan memberikan sanksi kepada para remaja tersebut. Batasan antara anak dan orang dewasa dalam Islam adalah usia baligh. Jika remaja tersebut sudah baligh, maka dia akan diberi sanksi. 

Jika mereka berbuat onar, mereka akan mendapatkan sanksi takzir. Jika mereka melakukan penganiayaan atau bahkan pembunuhan, mereka akan mendapatkan sanksi qishas. Sanksi Islam yang diterapkan oleh sistem Islam akan memberi efek jera dan pencegah (jawajir) dan sebagai penebus dosa bagi pelaku (jawabir). Alhasil, para pemuda dan warga negara secara umumnya tidak akan melakukan tindak kekerasan, kejahatan dan maksiat lainnya. 

Sistem Islam akan menjaga para generasi muslim dengan mekanisme yang sangat komprehensif dan terlahir generasi berkualitas emas. [ry].

Baca juga:

0 Comments: