OPINI
Pembangunan PLTU Batubara, Kesehatan atau Keuntungan?
Oleh. Widhy Lutfiah Marha
(Pendidik Generasi)
Di tengah era yang terus berkembang, kebutuhan akan energi listrik merupakan salah satu prioritas utama bagi sebuah negara. Namun, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara baru-baru ini menimbulkan problem serius yang mengancam kehidupan kita yaitu polusi udara yang meluas dan ancaman penggusuran bagi warga setempat.
Sehingga Masyarakat Banten secara resmi telah mengajukan keluhan terhadap dukungan tidak langsung dari Bank Dunia terhadap pembangunan PLTU Batubara Jawa 9 dan 10. Keluhan ini telah diajukan kepada Compliance Advisor Ombudsman (CAO) pada tanggal 13 September 2023.
Pembangunan PLTU baru ini akan memperluas kompleks PLTU Suralaya Unit 1 sampai 8 dan meningkatkan dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan masyarakat setempat.
Keluhan tersebut juga mengungkapkan keterlibatan lembaga swasta, International Finance Corporation (IFC) yang merupakan anak perusahaan Bank Dunia, dalam proyek ini. IFC terlibat dalam proyek melalui investasi ekuitas sebesar 15,36 juta Dolar AS yang diberikan kepada kliennya, termasuk Hana Bank Indonesia, salah satu pendana proyek PLTU Jawa 9 dan 10 (voaindonesia.com, 14/09/2023).
Selain itu, proyek PLTU baru ini diperkirakan akan berdampak pada ribuan kematian prematur dan melepaskan sekitar 250 juta metrik ton karbon dioksida ke atmosfer selama 30 tahun operasinya. Namun, Bank Dunia, AFC, dan Hana Bank Indonesia belum memberikan tanggapan resmi terhadap permintaan komentar (betahita.id, 17/09/2023).
Ini adalah situasi yang memprihatinkan, di mana kebutuhan listrik negara bertentangan dengan dampak serius polusi udara yang membahayakan kesehatan masyarakat. Namun, pembangunan saat ini didasarkan pada orientasi kapitalisme yang lebih mengutamakan keuntungan daripada memperhitungkan risiko terhadap keselamatan dan kesehatan masyarakat.
Oleh karena itu, Bank Dunia, sebagai lembaga finansial kapitalis, terus mendukung pembangunan PLTU, meskipun sudah ada banyak bukti kerusakan yang ditimbulkan oleh proyek semacam ini.
Pembangunan yang merusak lingkungan tidak akan sesuai dengan prinsip dalam negara yang menerapkan sistem Islam, yaitu daulah Islam. Islam memandang bahwa industri, termasuk industri pembangkit listrik seperti PLTU, diperlukan untuk kesejahteraan umat manusia.
Hal ini sejalan dengan pandangan Syekh Atta' Abu Arusthah yang menyatakan bahwa dalam pandangan Islam, pembangunan industri harus dimulai dengan revolusi industri yang inisiatifnya adalah menciptakan industri permesinan secara langsung. Keberadaan industri permesinan ini penting karena tanpanya negara akan bergantung pada industri berat asing.
Dalam Islam, sumber daya alam termasuk batubara sebagai bahan bakar PLTU, dianggap sebagai harta milik umum. Oleh karena itu, industri pembangkit listrik seperti PLTU harus dimiliki dan dikelola oleh negara Islam untuk melayani kebutuhan energi warga negara.
Investor asing tidak diperbolehkan mengelola sumber daya alam dalam negara Islam karena dapat mengakibatkan mereka menguasai sumber daya tersebut. Negara Islam juga akan mengawasi pembangunan PLTU untuk memastikan tidak ada dampak buruk dan kerugian. Dalam Islam, tidak boleh melakukan perbuatan atau tindakan yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
Teknologi seperti Elektrostatik Precipitator (ESP) dan Continuous Emission Monitoring System (CEMS) harus digunakan dalam setiap industri di negara Islam untuk mengurangi polusi dan mencapai emisi karbon yang mendekati nol.
Sehingga, dapat mengembangkan industri yang ramah lingkungan tanpa membahayakan kesehatan manusia, mematuhi prinsip-prinsip syariah, dan memaksimalkan manfaat bagi umat.
Sedangkan pemanfaatan sumber daya alam seperti batubara, harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Ini sejalan dengan ajaran Islam yang mengajarkan bahwa keberadaan sumber daya alam adalah amanah yang harus dikelola dengan bijak dan adil.
Negara Islam akan mengelola sumber daya alam ini dengan prinsip kepemilikan umum, di mana manfaatnya akan diberikan kepada seluruh warga negara. Hal ini sesuai dengan prinsip hadis Rasulullah yang menyatakan bahwa kaum muslim berserikat dalam tiga hal, termasuk pengelolaan sumber daya alam.
Dalam pembangunan industri pembangkit listrik, seperti PLTU, negara Islam akan menetapkan ambang batas polusi yang ketat yang harus dipatuhi oleh perusahaan. Tim ahli lingkungan dan pertambangan akan bekerja sama untuk merancang mekanisme yang memastikan bahwa dampak lingkungan dari pembakaran batubara dapat dikendalikan dan dipulihkan.
Selain itu, teknologi Elektrostatik Precipitator (ESP) dan Continuous Emission Monitoring yang digunakan untuk memantau dan mengurangi emisi polutan dari PLTU, akan membantu melindungi kesehatan manusia dan menjaga kelestarian lingkungan.
Dengan demikian, negara Islam akan menghadirkan solusi yang seimbang antara kebutuhan akan pembangunan industri dan perlindungan lingkungan serta kesehatan masyarakat. Syariat Islam menjadi pedoman dalam mengelola sumber daya alam dan industri, agar tercipta keadilan, kesejahteraan, dan keberlanjutan untuk umat manusia. Wallahualam bissawab. [NI]
0 Comments: