
surat pembaca
Pengosongan Tanah Rempang Ditunda, Setelah itu Bagaimana?
Oleh. Rina Rofia
(Praktisi Pendidikan)
Upaya penggusuran pemukiman warga di pulau Rempang, kepulauan Riau yang akan dilaksanakan pada Kamis, (28/9/2023) diurungkan sementara. Aparat kepolisian yang ditugaskan untuk mengamankan pengosongan wilayah tersebut telah dipulangkan. Kabid Humas Polda Kepri Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad di Batam Kepulauan Riau, menyatakan bahwa Polda Kepulauan Riau memulangan 200 personel Satuan Brimob Polda Riau, yang sebelumnya bertugas untuk mendukung pengamanan unjuk rasa warga Rempang. Republika, (Jum’at, 29 Sep 2023). Wacana penundaan tersebut bukan berarti penggusuran dan relokasi masyarakat Rempang dibatalkan. Karna bisa jadi penundaan tersebut hanya sebagai peredam amarah sementara bagi warga Rempang.
Proyek Rempang ECO-City merupakan salah satu proyek yang telah terdaftar dalam PSN 2023 yang pembangunannya diatur dalam peraturan Menteri Koordinatir Bidang Perekonomiam Nomor 7 tahun 2023, dan ditandatangani pada 28 Agustus 2023. Proyek besar-besaran tersebut menjadi latar belakang dari adanya pelaksanaan penggusuran dan pemindahan warga dari tempat asalnya, seakan-akan masyarakat Rempang tidak memiliki hak kepemilikan tanah yang mereka tinggali, sehingga pemerintah dengan mudah untuk menggusur pemukiman warga dan menyambut hangat investor asing dengan memberikan wilayah secara mudah. Padahal, jika wilayah Rempang berhasil untuk diberikan hak kuasanya kepada investor, banyak kemungkinan hal tersebut dialami oleh wilayah-wilayah lain. Proyek yang akan digarap di wilayah Rempang ini justru akan mendatangkan kerugian yang sangat banyak, baik bagi masyarakat Rempang sendiri bahkan bagi negara, karena penikmat hasil terbesar dari proyek ini adalah investor asing. Herannya, pemerintah malah mendukung adanya pembangunan besar-besaran tersebut.
Sungguh ini adalah kezaliman yang sangat besar dan luar biasa. Seorang pemimpin dan wakil rakyat yang seharusnya berfungsi sebagai pelindung dan tempat perlindungan rakyat, malah memerangi secara terang-terangan, seperti menghadapi para penjajah yang akan merebut wilayah kekuasaannya. Dalam sistem pemerintahan yang sehat, harusnya pemerintah lebih mengutamakan kepentingan rakyat daripada para oligarki yang senang mengeruk kekayaan negeri ini.
Kepemimpinan saat ini sangat jauh berbeda dari sistem kepemimpinan Islam. Jejak kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab saat mendapatkan laporan dari seorang Yahudi karena rumahnya akan digusur oleh gubernur Mesir Amr bin Ash untuk pelebaran latar masjid, dengan tidak segan khalifah Umar mengirimkan pesan singkat dan potongan tulang yang mengisyaratkan agar sang gubernur tidak berbuat dzalim kepada rakyatnya. Hal itulah yang seharusnya dicontoh dan dilakukan oleh pemerintah dan pemimpin negara kita, bukan malah sebaliknya, para pemerintah membukakan jalannya untuk investor asing dan menzalimi rakyatnya sendiri.
Penerapan kepemimpinan Islam secara kafah, menjadikan solusi dari adanya kesemrawutan yang terjadi di negara kita tercinta ini. Negara adidaya dengan hasil alam yang melimpah ruah, bisa kita nikmati hasilnya dengan sistem pemerintahan yang sesuai dengan hukum syarak. Pemimpin akan melindungi hak rakyatnya, dan memberikan hak-hak rakyat dengan sepenuhnya. Pemimpin yang ada dalam daulah Islam adalah pemimpin yang menjadikan hukum syarak sebagai harga mati atau tolok ukur dalam keputusannya dan menjadikan Allah sebagai penguasa yang ditakuti kemurkaannya.
Wallahualam bishawwab. [Ys]
Baca juga:

0 Comments: